Kata orang-orang bijak jaman dulu: Never Judge A Book By Its Cover..
Jangan pernah menilai buku dari sampulnya saja..
Kecuali kamu dukun, kamu gak akan bisa menilai bagus/tidaknya sebuah buku hanya dengan menerawang cover depannya saja..
Tapi kenyataannya banyak kok orang yang begitu. Entah karena mereka belum pernah denger pepatah tadi, atau sebenernya mereka gak tau artinya apaan. Maklum, kan pake bahasa enggreis..
Kita ambil dalam kasus saya saja nih. Banyak (banget) sih, orang menilai saya hanya dari 'cover' nya saja. Misalnya, waktu SMP tampang saya kayak preman, saya dikira bocah perempuan berandalan, padahal sebenernya saya anak yang polos, patuh kepada orang tua, rajin mengaji serta menabung. Oke, contoh yang satu itu mungkin terlalu sederhana dan kurang ngena..
Makin dewasa, orang-orang yang suka sembarang nge-judge ini makin kurang ajar. Bukan sekedar nge-judge, mereka-mereka ini cenderung merendahkan. Sedih sih ya, tapi apalah daya saya. Saya gak bisa merubah pikiran orang lain tentang saya. Yang saya bisa cuman membuktikan semampu saya bahwa apa yang saya lakukan adalah sesuai dengan koridor hidup saya. Yang penting saya gak melanggar norma agama dan kesusilaan
yang paling sering diremehkan orang tentang saya adalah karena SAYA BUKAN ANAK KULIAHAN..
kebanyakan dari mereka berpikir begini:
"Padahal sekolahnya pinter, tapi gak nerus kuliah"
"Ternyata orang pinter gak menjamin nasibnya bagus. buktinya dia kuliah aja enggak."
Yang paling menyakitkan, ada yang bilang, "Setidaknya, orang yang kuliah itu berpendidikan tinggi."
Entah pikiran saya yang terlalu cetek atau pikiran mereka yang terlalu tinggi, saya kurang paham juga. Mungkin mereka benar dan saya salah. Tapi yang pasti, saya gak pernah ngerasa keputusan saya untuk gak menempuh bangku perkuliahan itu salah.
oke, memang awalnya saya gagal dalam tes kesehatan sebuah instansi pendidikan dan saya telat untuk mendaftar ke instansi lain. Tapi sebenarnya bukan itu saja. Ada hal yang lebih krusial dari sekedar gagal masuk Universitas..
tahun 2010 itu adalah tahun yang paling pelik dalam hidup saya. Ekonomi keluarga lagi terpuruk-terpuruknya. Sementara jarak kakak-saya-dan adik hanya terpaut tiga tahun saja. Kakak saya baru selesai pendidikan D3 dan belum bekerja, sementara saya lulus SMA, dan adik saya lulus SMP. Kakak saya melewati masa perkuliahan dengan tidak mudah. Saya terjepit di antara kakak dan adik saya.
Setahun hidup saya terombang-ambing, gak ada tujuan. Saya masih pengin kuliah, tapi saya tahu Ibu saya belum mampu untuk itu. Menganggur saja di rumah gak ada kerjaan. waktu itu saya merasa gak berguna banget. Saya bagai sampah di rumah. Saya ada, tapi gak memberi manfaat apa-apa.
Sampai pada akhirnya, secara gak langsung Om saya menyadarkan saya akan sesuatu. Dengan pertanyaan beliau yang bagai kenyataan yang menggaplok saya dengan keras, 'Memangnya satu-satunya jalan untuk jadi berguna itu harus dengan kuliah saja?'
Dengan pertanyaan itu, akhirnya saya sadar. Kuliah bukanlah satu-satunya jalan untuk membuat hidup saya berguna, bermanfaat bagi orang lain. Utamanya untuk keluarga saya.
Secara kebetulan dan menguntungkan, ada kesempatan untuk saya bekerja. Impian saya berubah. Saya tidak lagi ingin 'memakai toga', tapi saya ingin 'memakaikan toga' untuk adik-adik saya. Bagi saya pendidikan tidak bisa dikatakan tidak penting. Tapi keluarga jauh lebih penting. Pendidikan dan masa depan cerah untuk adik-adik saya jauh lebih penting. Saya tidak mau mereka jadi seperti saya. Karena saya tahu, mereka mungkin tidak bisa sekuat saya menghadapi kerasnya hidup.
Saya sadar bahwa hidup ini bukanlah tentang saya sendiri. Dari usia tiga tahun, Allah telah memanggil Ayah saya. Orang yang melindungi serta bertanggung jawab akan masa depan saya sudah tiada. Saya sadar bahwa sejak saat itu, tanggung jawab akan masa depan saya akan saya pikul sendiri. Saya beradaptasi, membiasakan diri untuk hidup mandiri. Dan saya telah berjanji akan mengambil alih tanggung jawab masa depan adik-adik saya. Saya tidak ingin mereka memikulnya sendiri seperti saya. Karena saya tahu rasanya berat sekali.
Seseorang pernah menyindir saya. Dia mungkin tipikal orang yang berpikir bahwa pendidikan adalah segalanya. Katanya: "Orang yang bekerja saja masih ingin kuliah"
Iya betul. Bagi dia kuliah lebih penting. Tapi bagi saya bekerja juga tidak salah. Beruntung sekali bahwa nasib saya tidak berakhir hanya dengan menjadi seorang kasir atau sekedar penjaga toko di pasar. Allah masih kasih saya jalan untuk belajar dengan cara bekerja. Saya bisa belajar banyak dari pekerjaan saya. Bertemu orang-orang baru, bertemu hal-hal baru setiap hari yang makin menambah wawasan saya.
Dan ternyata ada semacam peraturan kesetaraan karyawan di Perusahaan:
S1, pengalaman 1 tahun = SMA, pengalaman 2 tahun = SMP, pengalaman 3 tahun = SD, pengalaman 5 tahun
Toh ketika teman-teman saya lulus D3, minimal saya sudah punya pengalaman 3 tahun bekerja. Bisa dikatakan hampir setara. Bedanya, mereka mempelajari teori dulu, baru praktek ketika bekerja. dan saya praktek sambil mencari-cari teorinya. Lebih sulit. I should thank to Google so much.
Saya amat berterima kasih kepada orang-orang yang sering meremehkan dan merendahkan saya. Saya jadi tahu bahwa jalan pikiran orang lain memang tidak sama. Tapi tujuan orang tentu sama. Orang-orang selalu ingin bahagia. Ibarat kalau ingin ke Madagascar dari eropa, teman-teman saya naik pesawat, saya naik kapal laut. Tujuan kita sama, tapi jalan yang kita tempuh beda. Jalan saya lebih berliku.
Pada akhirnya, memang saya bukanlah orang yang berpendidikan tinggi. Tapi jika untuk jadi berpendidikan tinggi saya harus 'mencekik' keluarga saya sendiri, saya memilih untuk menjadi seperti saat ini saja.
Saya hampir mencapai kebahagiaan saya. Karena kebahagiaan saya adalah tidak hanya melihat tapi membuat orang-orang yang saya cintai bahagia.
Disebut sebagai orang berpendidikan rendah? Tidak lagi masalah buat saya. Dengan pendidikan ala kadarnya ini, selama saya tidak merusak, mengganggu, dan menyusahkan hidup orang lain, selama saya mampu berdiri di kaki saya sendiri, saya tidak akan pernah merasa terganggu.
Biarlah orang lain memandang rendah saya dan hidup saya. Karena mereka hanya melihat apa yang saya ingin tunjukkan.
You know my name, but not my story.. You've heard what I've done, but not what I've been through..
For my sisters, you don't need to worry about this life. We are family. Always are. Saya akan selalu jadi orang pertama yang melindungi kalian, memastikan masa depan kalian, dan bangga menjadi bagian dari kalian.
Untuk kalian yang mungkin membaca tulisan saya, selagi ada kesempatan, selama orang tua kalian masih mampu, tempuhlah pendidikan setinggi-tingginya. Karena di luar sana, banyak orang memiliki kesempatan, tapi orang tua mereka tidak mampu. Atau orang tua mereka mampu, tapi mereka tidak memiliki kesempatan.
Yang masih pelajar, sekolah bukan sekedar tempat bermain. Belajarlah dengan baik dan benar. Sekolah bukan tempat dimana kamu bisa keluar dari rumah dan dapat uang jajan saja.
Yang sedang kuliah, kelamaan lulus bukanlah hal yang keren, kecuali kamu Penulis Buku atau selebtwit. Penulis-penulis buku dan selebtwit itu sudah sukses meski mereka wisudanya lama. Wisuda di waktu yang tepat bukan berarti harus jadi mahasiswa abadi. Tidak ada orang tua yang tidak bangga dan bahagia ketika anaknya diwisuda. Jadi, kuliah terlalu lama, menunda penyelesaian skripsi, menunda wisuda, berarti menunda kebahagiaan orang tua lebih lama.
Saya sengaja membuat tulisan ini. Supaya orang-orang yang kebetulan membaca akan mengurangi kebiasaan men-judge orang lain. Syukur-syukur, orang yang suka nge-judge saya baca tulisan ini..
2 komentar:
mayzar listya wardani tolesan yang kau buat asli beken merinding baconyo,
keep writing friend
yes.
thank you for reading.. means a lot
Posting Komentar