Sadaaaap. Di bab ini gue pake bawa-bawa judul lagu Ungu nih. Yak, seperti judulnya, gue emang pernah ( ralat: sering ) mengalami sesuatu yang disebut Endah Ungu sebagai cinta dalam hati. Dan objek gue kali ini adalah Kay, temen sekelas gue. Gue udah ngeliat doi sejak SD, just know name. Pas SMP, doi masuk ke SMP yang sama dengan gue. Gue dan doi selalu satu kelas dari kelas tujuh sampe sembilan. Guru gue di sekolah terlalu sibuk untuk mengacak murid, jadi dibiarkannya anak muridnya yang malang berinteraksi dengan makhluk yang sama selama tiga tahun berturut-turut.
Kay itu keren, maskulin banget. Badannya selalu wangi Casablanca warna biru, rambutnya selalu di gel rapi, dan dia doyan pake barang bermerek. Distro berjalan kalo gue bilang. Karakternya yang ramah bikin beberapa cewek di kelas, bahkan di sekolah gue salah tanggep yang mengakibatkan mereka tergila-gila dengan doi. Termasuk dua orang temen gue, Awiek dan Ina.
Waktu mereka berdua mengklaim Kay sebagai ’the most adorable man’, gue masih belom tau kalo ternyata gue pun naksir dengan doi. Menjelang kelas tiga SMP, gue dapet semacam musibah. Tiba-tiba gue didiamkan oleh temen-temen gue, Awiek dan Utik. Sedangkan waktu itu gue udah gak deket lagi dengan Anty dan Ina karena kami beda kelas.
Gue yang biasanya selalu bertiga kemana-mana, mendadak sendiri. Gue yang biasanya pulang bareng Awiek, mendadak sendiri. Dan gue sendiri sampe pada suatu siang, pas lagi panas-panasnya jalan kaki sendirian, sebuah motor gede berhenti persis di samping gue, Kay.
’Pulang, yuk,’ katanya
Masih dengan pikiran yang baik, masih memikirkan perasaan Awiek yang notabene masih cinta berat dengan Kay meskipun Awiek berstatus taken, gue menolak dengan halus,’ Nggak ah, Kay. Nanti gue tambah dimusuhin lagi.’
’Sekarang juga dimusuhin kan? Udahlah naik aja. Panas banget gini, ntar jadi ikan asin lho.’
Dan gue pun naek ke boncengannya. Sejak hari itu gue jadi rajin pergi-pulang bareng dengan doi. Meski dengan denotasi ketemu di jalan, bukan doi sengaja jemput ke rumah.
Tanpa gue sadari, gue ketularan virus cewek-cewek kelas gue, salah tanggep dan mendadak naksir doi. Tapi sebagai pemegang teguh prinsip ’pantang nembak cowok’, gue memilih untuk naksir diam-diam (lagi). Pertama karena gengsi, kedua karena gue gak mau bikin suasana tambah runyam. Bayangin, dalam sebuah persahabatan, ada dua oknum yang suka sama satu cowok, dan itu udah ribet banget. Gimana kalo tiga? Bisa keulang tuh perang Sekutu dengan Jepang.
Yang bikin gue dan semua cewek yang naksir doi nggak pernah kebat-kebit cemburu dongo adalah Kay selalu sendiri. Dia gak punya cewek sama sekali. Sekalipun dia punya, ceweknya bukan orang satu sekolah. Sebagai anak gaul, doi juga selalu dikelilingi cewek-cewek cakep. Hahahaha, sementara gue? Gue hanya cewek gendut-pendek yang lebih mirip laki-laki, yang dianggap perempuan karena punya dada dan pake anting doang.
I always saw him. But he didn’t. He never saw me. Yeah, nobody sees the ugly duck when there’re so many white swan around him. Dan gue dengan sukses menyimpan rapat perasaan gue, sampai akhrinya pesta kelulusan sekolah menjadi akhir dari cerita cinta dalam hati gue ke doi. Asoy.
0 komentar:
Posting Komentar