Ya.. sepertinya pertanyaan itu memang patut kupertanyakan, tepatnya
kepada Tuhan selaku pencipta diriku, lengkap dengan naluri dan nurani di
dalamnya..
Memang benar, kadang aku merasa kok aku beda ya?
Bukan, bukan bentukku yang beda..
Tenang, aku masih manusia dengan dua tangan, dua kaki, dua mata dua
telinga, satu mulut yang alhamdulillah tidak sumbing, dan satu hidung (meskipun
pesek)
Sekarang usiaku 20 tahun, belum terlau tua kan?
Aku ingat masa SMA-ku dulu,
Ingat murid-murid seangkatanku, dan aku berteman dengan beberapa dari
mereka..
Aku merasa, entahlah, sedikit berbeda dengan mereka..
Beda,
Pakaian mereka bagus, aku tidak
Ponsel mereka canggih, aku tidak
Mereka bawa uang saku banyak, aku tidak
Mereka bawa kendaraan, aku tidak
Bahkan beberapa ada yang menjulukiku ‘tukang minjam’ atau ‘tukang
numpang’
Dulu ya aku tidak peduli, yang penting sekolah sekolah saja..
Tuhan, kenapa sih aku beda dari mereka?
Aku sering dengar, temanku langsung dapat ponsel baru begitu minta dibelikan
pada orang tuanya,
Ada juga temanku yang seminggu sekali pasti punya baju baru, minta
belikan orang tuanya juga,
Atau ada temanku yang tiap hari sanggup mentraktir hampir separuh isi
kelas, saking banyaknya duit yang dia dapat dari minta ke orang tuanya..
Betapa mudah bagi mereka untuk minta ini itu pada orang tua..
Kok aku beda?
Aku, jangankan mau bilang ‘Ma, belikan aku ponsel baru..’
Atau ‘Ma, minta uang..’
Baru akan bilang ‘Ma, belikan..’ atau ‘Ma, minta..’ saja aku sudah
gemetar,
Tidak, baru mau bilang ‘Ma..’ saja aku sudah panas dingin..
Aku lebih memilih untuk memendam semua keinginan dalam hati saja,
Bukan, aku lebih memilih untuk tidak berkeinginan ini itu..
Kurasa itu lebih aman..
Karena kau tahu kawan, jika permintaan kita tidak bisa dipenuhi itu
mengecewakan sekali,
Aku bahkan tidak sanggup membayangkan betapa perasaan Ibuku lebih
hancur karena tidak bisa memenuhi permintaan anaknya,
Menghindari hal itu, ya lebih baik aku tidak berkeinginan saja..
menurut pendapatku, itu lebih aman..
Kau mau bilang aku pesimistis kan?
Ya, tidak apa-apa.. katakanlah aku kaum pesimistis..
Aku adalah manusia yang harus merasa cukup (dan bersyukur) dengan kata
‘setidaknya’
Aku harus pakai sepatu bekas..
Ya tidak apa-apa. Setidaknya masih pakai alas kaki..
Aku cuma bisa punya ponsel murahan..
Ya tidak apa-apa. Setidaknya masih bisa dipakai nelpon dan kirim SMS
Aku tidak punya uang jajan..
Ya tidak apa-apa. Setidaknya di rumah nanti aku masih bisa makan nasi
hangat, dengan sayur dan lauk buatan Ibu.. bukannya makanan sisa, hasil mengais
di tempat sampah orang..
Aku tidak punya baju baru..
Ya tidak apa-apa. Setidaknya badanku masih bisa istirahat nyaman di
atas kasur, dengan selimut hangat, dan tidak kehujanan..
Aku tidak punya harta melimpah..
Ya tidak apa-apa. Setidaknya aku masih punya keluarga. Meski tidak
lengkap, tidak ada Ayah, tapi masih ada Ibu, kakak, dan adik-adik (juga yai)..
kami cukup ramai, setidaknya aku tidak akan kesepian..
Terkadang menjadi beda juga tidak ada ruginya,
Aku akan lebih memilih jadi ‘beda’, daripada sama dengan mereka, tapi
menyusahkan ibu, mengorbankan kepentingan adik, atau membuat kami hanya makan
dengan garam..
Tuhan,
Jika menjadi beda adalah memang jalanmu,
Maka tetaplah tunjukkan padaku jalan yang benar,
Jalan yang akan membawaku dan keluargaku menuju kebahagiaan dunia
akhirat,
Tanpa harus menyusahkan atau memotong kebahagiaan orang lain..
Jadikanlah setiap hari sebagai harapan,
Harapan untuk selalu menjadi hamba-Mu yang terbekahi,
Jadikan aku makhluk-Mu yang selalu bersyukur..
Dan jauhkanlah kami dari orang-orang yang hanya akan menggelapkan hati
kami,
Dan menutup jalan kami menuju surga-Mu..
Bless Me Always..
0 komentar:
Posting Komentar