Seketika Kanaya merosot ke lantai setelah Dika menutup telepon. Pikirannya
mendadak ruwet bukan kepalang. Jadi selama setahun terakhir ini, dirinya
tinggal di gedung yang sama dengan Kairo? Jadi, teori konspirasi alam itu.. bisa dibilang benar? Kanaya masih ingat betul apa alasan dirinya pindah ke gedung ini. Ia
memilih untuk tidak mencari dan tidak ditemukan. Ia ingin memupuskan harapannya
tentang Kairo. Dirinya ingin menghilang tapi ternyata ia sendiri justru sedang
mendekatkan diri dengan laki-laki itu.
Sekarang apa yang harus Kanaya lakukan? Ia tidak yakin mampu bertemu
dengan Kairo hari ini. Ia tidak yakin dirinya cukup kuat untuk menatap wajah
itu. Dengan tangan yang masih lemas, ia men-dial
nomor ponsel Kairo yang baru dikirimkan Dika. Setidaknya, Kanaya harus memastikan
bahwa Kairo baik-baik saja. Kanaya sendiri pernah mengidap tipus. Dan berdasarkan
pengalamannya, mengidap tipus, apalagi tidak ada yang merawat, tidak bisa dikatakan ringan.
Satu kali, hanya nada tunggu yang Kanaya dengar. Diliriknya jam kecil
di sudut layar ponselnya. Sudah pukul delapan pagi. Mungkinkah Kairo belum
bangun tidur? Kanaya men-dial nomor
Kairo sekali lagi. Untuk kedua kalinya, telinga Kanaya kembali hanya menangkap
nada tunggu.
Tut tut tut tut tut tut tut..Nomor yang anda tuju untuk
sementara tidak bisa dihubungi.. bla bla bla. Tiga kali, empat kali, lima
kali, semuanya nihil. Nada tunggu. Tidak dijawab. Kanaya sampai kesal mendengar
suara operator provider itu. Deg! Jantung Kanaya mendadak berdegup kencang. Mungkinkah.. terjadi sesuatu pada Kairo?