‘Thank you,’ ujar Adel saat
pelayan mengantarkan secangkir green tea miliknya,
dan secangkir caramel machiato milik
Kanaya. ‘Jadi kamu udah berapa lama sama Dika?’
‘Belum setahun sih, tapi ya you
know, setiap hari dia bikin aku merasa like
we were old friends.’
‘How sweet,’ Adel memasang
tampang envy. ‘Tapi, ada satu hal
yang perlu aku bilang sama kamu.’
‘What exactly is that?’
‘Something that Kairo will never
tell you.’
Kanaya menurunkan cangkir caramel
machiato yang hendak diseruputnya. Ia sadar betul bahwa jantungnya berdetak
satu tempo lebih cepat dari detak jantung normal begitu mendengar kata-kata
Adel. ‘Sesuatu..’
***
Kediaman Navita, empat tahun
silam..
Navita masih terjaga meski jarum jam menunjukkan bahwa hari sudah
lewat tengah malam. Ia duduk di meja riasnya, memandangi liontin mahkota yang
tersemat di lehernya. Cantik, berkilauan diterpa temaram lampu kamar tidurnya.
Sebentuk senyuman tak kunjung hilang dari bibir manis gadis itu sejak pesta
ulang tahunnya tadi. Malam ini ia bahagia sekali.
Jatuh cinta? Ah, sepertinya kata-kata itu tidak pantas digunakan untuk
mendeskripsikan bagaimana perasaan Navita pada Kairo. Ia tidak jatuh cinta. Tepatnya,
tidak sekedar jatuh cinta pada Kairo, melainkan jatuh cinta sejatuh-jatuhnya
pada laki-laki itu.
Navita melongok ke jendela begitu mendengar deru mesin mobil berhenti
di depan rumahnya. Ford Ranger biru milik Kairo. Buru-buru Navita keluar dari
rumahnya begitu melihat Kairo turun dari mobil.
‘Sayang, kok balik lagi ke sini? Still
miss me?’ tanya Navita.
Kairo berdiri mematung, menyandar lesu di pilar teras rumah Navita. Ia
hanya diam memandangi Navita dengan berat hati. Jujur saja, ia masih bingung
ingin bilang apa pada Navita. Ia tidak yakin apakah ia mampu mengutarakan
perasaannya pada Navita malam ini. Tapi satu hal yang Kairo yakini, ia tidak
ingin menyakiti Navita lebih dalam. Ia tidak ingin membohongi gadis itu lebih
lama lagi. Kairo sudah mantap ingin bersama Kanaya. Ia tidak yakin bahwa ia
bisa merelakan Kanaya lepas dari pelukannya jika dirinya terus berada di sisi
dua wanita.
‘Honey, are you okay? Muka
kamu kelihatan tegang banget. Apa terjadi sesuatu? Huh?’ tangan Navita
memegangi kedua belah pipi Kairo. Ia begitu khawatir akan kekasihnya itu.
Urat-urat di sekitar wajah Kairo tampak bertonjolan. Bibirnya bergetar seperti
menahan sesuatu.
Kairo menggenggam erat kotak cincin di saku celananya. Butuh waktu
cukup lama baginya mengumpulkan keberanian untuk bicara dengan Navita. Sungguh
ia tidak ingin gadis itu terluka. Walau secara tidak langsung, ia jelas sudah
melukainya
Dengan hati bak terbebani batu kali, Kairo menyodorkan kotak cincin
itu pada Navita. Gadis itu menerimanya dengan tangan gemetar. Perasaannya
campur aduk saat melihat kotak cincin itu terbuka di depan kedua matanya.
Sepasang cincin hitam berkilauan dengan elegan diterpa temaram lampu teras
rumahnya.
‘Sayang.. kamu.. ‘ Navita begitu senang sampai nyaris kehilangan kata-kata.
‘Sebelum kamu salah paham, ada baiknya kamu lihat tulisan yang tertera
di bagian dalam cincin itu,’ ujar Kairo cepat.
Alis Navita berkerut. Dengan segenap pertanyaan yang mendadak memenuhi
relung hatinya, Navita mengulurkan tangan meraih cincin itu. Hati-hati ia
membaca tulisan indah yang terukir di bagian dalam cincin itu; Kai Y
Nay.
Mulut Navita terbuka dan menutup tanpa suara. Persis ikan mas koki dikeluarkan dari air. Alisnya makin berkerut-kerut mencoba
mencari klu tentang makna tulisan di balik cincin itu. ‘Apa maksudnya ini, Kairo?’ tanyanya
dengan gemetar.
‘Maaf, Navita. Feeling kamu
benar. Kai Y
Nay. Aku dan Kanaya bukan sekedar sahabat. I'm..
–I'm uncontrollably in love with her.’
Air mata Navita mengalir secara otomatis. Tak butuh waktu lama sampai
akhirnya cincin itu bergemerincing di lantai. Sekujur tubuhnya mendadak lemas. Navita
menggelengkan kepala berkali-kali. Kepalanya mendadak pusing. ‘Ini gak benar,
Kairo! Kamu gak boleh jatuh cinta sama dia! Kamu pacarku!’
Kairo menekuk lututnya, memungut cincin yang dijatuhkan Navita dengan
berat hati. ‘I know. But I just can’t
control myself. I’m really sorry for you.’
Navita mengatur nafasnya, mencoba meluruskan pikiannya yang mendadak
kusut. ‘Kairo, please. Kamu jangan
buru-buru menyimpulkan perasaan kamu. Oke, aku bisa terima ini. Tapi bilang
sama aku kalau ini cuman emosi sesaat. Kamu gak bener-bener cinta dengan Kanaya,
kan? Iya, kan?’
‘Navita, maaf..’
‘Aku gak butuh maaf kamu! Yang aku butuh itu kamu! Kamu gak boleh pergi
gitu aja!’ Navita semakin tak bisa mengontrol diri. ‘Kamu cinta sama aku, Kai!
Bukan Kanaya!’
Kairo makin terpojok mendapat respon seperti itu dari Navita. Wajah
Navita yang basah membuat hatinya terasa ngilu. Sepanjang sejarah ia berurusan
dengan perempuan, belum pernah ia merasa seberat ini memutuskan hubungan dengan
seorang perempuan. Belum ada perempuan menangis begitu hebat seperti Navita ini.
Perasaan Kairo bertambah buruk.
Kairo meraih kepala Navita dan mengecup puncaknya. ‘Aku memang cinta
sama kamu. Tapi itu sebelum aku sadar kalau yang kucintai betul adalah Kanaya.
Aku memang gak berhak minta maaf, tapi hanya itu yang bisa kukatakan. Aku pergi
sekarang.’
Belum sempat Kairo melangkah, Navita sudah mencekal lengannya.
‘Setelah Reinn, sekarang kamu juga mau ninggalin aku demi cewek lain? Aku gak
bakal biarin kamu pergi!’
‘Navita, please. Kamu harus
terima. Kita berdua akan sakit kalo terus maksain hubungan ini. Aku mungkin
bisa cinta sama kamu, tapi aku gak bisa hidup tanpa Naya. Kamu mau nantinya aku
hidup dengan kamu tapi seumur hidup aku akan terus mikirin Naya? Aku gak peduli nantinya seperti apa, yang pasti aku cinta dan
butuh Kanaya sekarang. Kumohon kamu jangan memberatkanku begini.’
‘Tapi aku gak bisa hidup tanpa kamu! Aku bakal ngelakuin apapun untuk
cegah kamu pergi!’ Gadis itu tiba-tiba menarik kalung yang tersemat di lehernya. ‘Lalu
apa artinya ini? Kenapa kamu berikan kalung ini padaku?’
‘Liontin mahkota itu memang untuk kamu. But you’re not the queen of my heart. Not anymore.’
Perlahan Kairo melepaskan jemari Navita yang mencekal erat lengannya.
Dihapusnya air mata yang mengalir di pipi Navita. Malam ini, ia rela jika
diberi gelar sebagai laki-laki paling brengsek sedunia. Bagaimana bisa di malam
yang sama, ia membuat dua wanita yang mencintainya mengeluarkan air mata?
‘Aku pergi sekarang. Jaga diri kamu.’
*
Kairo masih di dalam perjalanan menuju kos-kosan ketika ponselnya
berdering-dering. Sekilas ia melihat nomor telepon rumahnya di Bandung tertera
di layar ponsel. Rumah Bandung? Tumben
Ibu telepon malam-malam begini.
‘Assalamualaikum,’ sapa Kairo tenang.
‘Bang,’ suara di ujung sana
bukanlah suara Ibu seperti yang ditebak Kairo, melainkan suara asisten rumah
tangga. ‘Ibu pingsan.’
***
Adel mengatur nafas untuk menetralkan emosinya. Diseruputnya green tea pesanannya yang mulai dingin. ‘Empat
tahun lalu, Kairo sudah mengakhiri hubungannya dengan Navita... demi kamu.’
‘Lalu?’ tanya Kanaya ragu.
‘Malam itu juga Kairo pergi ke Bandung. Tapi begitu dia sampai, Ibu
sudah meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. It shocked him so much.’
Adel memandang jauh ke luar jendela. Kanaya bisa melihat mata Adel
mulai berkaca-kaca. Namun wanita itu sangat pandai mengendalikan emosinya. Tangan
Kanaya gemetar saat memegang cangkir minumannya. Tiba-tiba tengkuknya merinding
mendengar kata-kata yang meluncur dari mulut Adel.
‘Kamu tahu, apa yang paling bikin Kairo syok? Ternyata Ibu pingsan
setelah terima telepon dari Navita. Setelah Kairo pergi dari rumahnya, cewek
itu nekad telepon Ibu dan berbohong kalau dia dihamili Kairo. Dia menuntut Ibu
untuk segera menikahkan dirinya dengan Kairo. Sayangnya, Navita, aku, dan semua
keluarga gak ada yang tau kalau Ibu sudah lama punya penyakit jantung. Selama
ini Ibu menyembunyikannya dari kami. Ibu sangat sayang Kairo. Dia gak siap
dengan kebohongan Navita.’
‘I’m really sorry to hear that. Aku
benar-benar gak tahu kalau..’
‘It’s okay. Karena Kairo
memang tidak sempat kasih tahu kamu.’ Adel berhenti sejenak. Pikirannya
menimbang-nimbang apakah ia harus lanjut bercerita atau tidak. Tapi ia melanjutkan, ‘Sebenarnya aku
gak boleh cerita soal ini, tapi aku sudah gak tahan lagi. Aku ingin
kesalahpahaman kamu atas Kairo berakhir. Sampai monas pindah ke Papua pun, aku
yakin Kairo gak akan mampu menjelaskan ke kamu apa alasannya gak pernah muncul
selama empat tahun.’
‘Kenapa?’
‘Mungkin karena rasa bersalahnya yang amat besar, empat tahun lalu
Kairo.. –Kairo mengalami gangguan kejiwaan.’
Kanaya terkejut setengah mati. Bahkan ia lupa menutup mulutnya yang
menganga lebar saking terkejutnya. ‘Maksud.. –maksudnya?’
‘Iya, Kairo depresi bahkan nyaris gila. Anak itu terus-terusan
menyalahkan diri sendiri atas kepergian Ibu. Dia gak mau bicara, gak mau makan.
Setiap hari dia mengurung diri di kamar, memandangi foto Ibu. Dia terus
berpikir, kalau saja dia tidak egois menginginkan kamu sementara ada Navita
yang tidak ingin ditinggalkan, mungkin semua itu gak akan terjadi.
Situasi gak kunjung membaik sampai suatu pagi, Ayah terserang stroke. Beliau mengalami lumpuh total. Mungkin
Kairo pernah cerita kalau Ayah sangat bergantung pada Ibu. Ayah sama
terpukulnya dengan Kairo. Seperti blessing in disguise, kondisi Ayah ternyata bikin Kairo bisa bangkit. Dia
sadar kalau kami butuh dia untuk melindungi kami. Nasib puluhan karyawan pun otomatis
berpindah ke tangannya. Dia meninggalkan kuliahnya lalu mengambil alih posisi
Ayah di perusahaan. Setiap hari dia menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Sampai
akhirnya dia bisa melupakan beban mentalnya sedikit demi sedikit. Tapi aku masih
sering mendapati dia men-download foto-foto
kamu dari jejaring sosial. Dia sering diam begitu lama menatap foto kamu, juga
cincin yang belum sempat dia berikan..’
Adel menyodorkan tisu begitu menyadari bahwa air mata Kanaya mulai menggenangi wajahnya.. ‘Maaf, aku gak bermaksud bikin kamu sedih. Aku juga gak bermaksud
mengacaukan hubunganmu dengan Dika. Aku hanya ingin kamu tahu kalau dulu Kairo
gak pernah berniat meninggalkanmu begitu saja. Dalam hatinya dia sangat butuh
kamu. Tapi mungkin dia takut rasa bersalahnya kembali muncul begitu bertemu
kamu. Kalaupun bertemu, dia gak akan mampu menjelaskan semuanya ke kamu. Dan
kurasa dia juga gak akan mau menggunakan Ibu sebagai pembenaran kenapa
dia meninggalkan kamu begitu saja.’
Wanita itu menggenggam tangan Kanaya. ‘Aku hanya ingin melunasi hutang
penjelasannya padamu. Dia sudah banyak berkorban untuk kami. Kurasa hanya
dengan ini aku bisa membalas pengorbanannya. Ya, selain merelakan diri terus
menjomblo supaya bisa terus menemani Kairo sih. Hehehe.’
Kanaya tertawa kecil sambil menyeka air matanya. ‘Jadi Adel belum
menikah karena ingin menemani Kairo?’
‘Begitulah. Kalau aku punya suami, siapa lagi yang dia manfaatkan
untuk jadi ‘pacar’-nya?’
***
Kanaya meringkuk memeluk lutut di sofa sambil menatap jendela pagi ini.
Di luar hujan begitu deras sejak semalam. Kanaya sampai harus bolos karena
banjir dimana-mana. Setelah semua yang diceritakan Adel dua hari yang lalu,
tiba-tiba saja laki-laki itu dengan mudah kembali merasuki pikirannya.
Dua hari ini Kairo kembali muncul di pikirannya. Melalui celah
terkecil sekalipun, laki-laki itu mampu menyelusup ke dalam benaknya. Di kantor,
di rumah, bahkan saat makan Kanaya masih memikirkan cerita Adel kemarin.
Adellaide bagai orang yang membantu menemukan potongan puzzle milik Kanaya yang hilang. Potongan puzzle yang ia cari-cari selama empat tahun. Sekarang bagian yang hilang itu sudah ditemukan. Dan puzzle yang kini utuh itu justru amat menyakitkan hati Kanaya.
Apa aku bisa dikatakan
wanita jahat?
Selama ini aku merasa paling
menderita..
Selama ini aku menyalahkan Kairo
untuk semuanya..
Untuk empat tahun hidupku yang dilingkupi
kegelapan..
Gelap karena dia menghilang
tanpa kata-kata..
Untuk semua rasa sakit hatiku karena
ketiadaannya..
Tapi ternyata aku sendirilah
yang menyebabkan ini terjadi..
Seandainya waktu bisa kuulang..
Tidak akan kutuliskan perasaanku
padanya di blog sialan itu..
Tidak akan kubiarkan dunia,
bahkan laki-laki itu tahu tentang perasaanku padanya..
Aku wanita paling kejam..
Aku menyakiti hati Navita..
Aku bahkan menghancurkan hidup
Kairo dan keluarganya..
Lamunan Kanaya dibuyarkan oleh dering ponsel di sakunya. Dari ringtone-nya, Kanaya tahu persis siapa yang menelepon. ‘Iya, Mr. Yadi?’
‘Sayang, kamu gak ngantor ya?’
‘Enggak, di bawah banjir. Aku gak bisa keluar. Kamu sendiri?’
‘Aku ngantor sih. Sial banget ya rumahku bebas banjir. Kalo kena banjir kan aku jadi punya alasan biar bisa bolos juga. Kita bisa telepon-teleponan seharian. Atau mungkin aku bisa ke
tempat kamu. Banjir sih kecil kalo demi cinta. Hehehe,’ tawa Dika terdengar
begitu renyah di telinga Kanaya.
Gadis itu tersenyum getir. Sejauh ini laki-laki itu tidak pernah gagal
memperbaiki mood-nya yang buruk.
‘Oh, iya, tadi si Adel telepon aku, katanya Karyo kena tipus tapi
ngotot pengin dirawat di rumah aja. Mereka sekeluarga lagi liburan ke Paris
pula, makanya Adel titip jagain Karyo. Eh, Sayang, Aku baru tahu loh kalo Karyo trauma sama
rumah sakit. Aku bisa minta tolong kamu buat besuk Karyo sekarang gak? Nanti aku
susulin kalo banjir udah mendingan. Kasihan tuh anak, sakit gak ada yang urusin.’
Kanaya memutar bola matanya. ‘Besuk? Aku kan gak bisa kemana-mana,
sayang.’
‘Loh memangnya aku belum cerita ya kalo Karyo tinggal satu gedung
apartemen sama kamu?’
0 komentar:
Posting Komentar