Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

NEW SEASON: BAGIAN 7 | THE MISSING PIECE


Thank you,’ ujar Adel saat pelayan mengantarkan secangkir green tea miliknya, dan secangkir caramel machiato milik Kanaya. ‘Jadi kamu udah berapa lama sama Dika?’

‘Belum setahun sih, tapi ya you know, setiap hari dia bikin aku merasa like we were old friends.

How sweet,’ Adel memasang tampang envy. ‘Tapi, ada satu hal yang perlu aku bilang sama kamu.’

What exactly is that?’

Something that Kairo will never tell you.’

Kanaya menurunkan cangkir caramel machiato yang hendak diseruputnya. Ia sadar betul bahwa jantungnya berdetak satu tempo lebih cepat dari detak jantung normal begitu mendengar kata-kata Adel. ‘Sesuatu..’

‘Iya. Sesuatu yang bikin kamu pisah dengan Kairo sampai empat tahun lamanya.’

***

Kediaman Navita, empat tahun silam..

Navita masih terjaga meski jarum jam menunjukkan bahwa hari sudah lewat tengah malam. Ia duduk di meja riasnya, memandangi liontin mahkota yang tersemat di lehernya. Cantik, berkilauan diterpa temaram lampu kamar tidurnya. Sebentuk senyuman tak kunjung hilang dari bibir manis gadis itu sejak pesta ulang tahunnya tadi. Malam ini ia bahagia sekali.

Jatuh cinta? Ah, sepertinya kata-kata itu tidak pantas digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana perasaan Navita pada Kairo. Ia tidak jatuh cinta. Tepatnya, tidak sekedar jatuh cinta pada Kairo, melainkan jatuh cinta sejatuh-jatuhnya pada laki-laki itu.

Navita melongok ke jendela begitu mendengar deru mesin mobil berhenti di depan rumahnya. Ford Ranger biru milik Kairo. Buru-buru Navita keluar dari rumahnya begitu melihat Kairo turun dari mobil.

‘Sayang, kok balik lagi ke sini? Still miss me?’ tanya Navita.

Kairo berdiri mematung, menyandar lesu di pilar teras rumah Navita. Ia hanya diam memandangi Navita dengan berat hati. Jujur saja, ia masih bingung ingin bilang apa pada Navita. Ia tidak yakin apakah ia mampu mengutarakan perasaannya pada Navita malam ini. Tapi satu hal yang Kairo yakini, ia tidak ingin menyakiti Navita lebih dalam. Ia tidak ingin membohongi gadis itu lebih lama lagi. Kairo sudah mantap ingin bersama Kanaya. Ia tidak yakin bahwa ia bisa merelakan Kanaya lepas dari pelukannya jika dirinya terus berada di sisi dua wanita.

Honey, are you okay? Muka kamu kelihatan tegang banget. Apa terjadi sesuatu? Huh?’ tangan Navita memegangi kedua belah pipi Kairo. Ia begitu khawatir akan kekasihnya itu. Urat-urat di sekitar wajah Kairo tampak bertonjolan. Bibirnya bergetar seperti menahan sesuatu.

Kairo menggenggam erat kotak cincin di saku celananya. Butuh waktu cukup lama baginya mengumpulkan keberanian untuk bicara dengan Navita. Sungguh ia tidak ingin gadis itu terluka. Walau secara tidak langsung, ia jelas sudah melukainya

Dengan hati bak terbebani batu kali, Kairo menyodorkan kotak cincin itu pada Navita. Gadis itu menerimanya dengan tangan gemetar. Perasaannya campur aduk saat melihat kotak cincin itu terbuka di depan kedua matanya. Sepasang cincin hitam berkilauan dengan elegan diterpa temaram lampu teras rumahnya.

‘Sayang.. kamu.. ‘ Navita begitu senang sampai nyaris kehilangan kata-kata.

‘Sebelum kamu salah paham, ada baiknya kamu lihat tulisan yang tertera di bagian dalam cincin itu,’ ujar Kairo cepat.

Alis Navita berkerut. Dengan segenap pertanyaan yang mendadak memenuhi relung hatinya, Navita mengulurkan tangan meraih cincin itu. Hati-hati ia membaca tulisan indah yang terukir di bagian dalam cincin itu; Kai Y Nay.

Mulut Navita terbuka dan menutup tanpa suara. Persis ikan mas koki dikeluarkan dari air. Alisnya makin berkerut-kerut mencoba mencari klu tentang makna tulisan di balik cincin itu. ‘Apa maksudnya ini, Kairo?’ tanyanya dengan gemetar.

‘Maaf, Navita. Feeling kamu benar. Kai Y Nay. Aku dan Kanaya bukan sekedar sahabat. I'm.. –I'm uncontrollably in love with her.’

Air mata Navita mengalir secara otomatis. Tak butuh waktu lama sampai akhirnya cincin itu bergemerincing di lantai. Sekujur tubuhnya mendadak lemas. Navita menggelengkan kepala berkali-kali. Kepalanya mendadak pusing. ‘Ini gak benar, Kairo! Kamu gak boleh jatuh cinta sama dia! Kamu pacarku!’

Kairo menekuk lututnya, memungut cincin yang dijatuhkan Navita dengan berat hati. ‘I know. But I just can’t control myself. I’m really sorry for you.’

Navita mengatur nafasnya, mencoba meluruskan pikiannya yang mendadak kusut. ‘Kairo, please. Kamu jangan buru-buru menyimpulkan perasaan kamu. Oke, aku bisa terima ini. Tapi bilang sama aku kalau ini cuman emosi sesaat. Kamu gak bener-bener cinta dengan Kanaya, kan? Iya, kan?’

‘Navita, maaf..’

‘Aku gak butuh maaf kamu! Yang aku butuh itu kamu! Kamu gak boleh pergi gitu aja!’ Navita semakin tak bisa mengontrol diri. ‘Kamu cinta sama aku, Kai! Bukan Kanaya!’

Kairo makin terpojok mendapat respon seperti itu dari Navita. Wajah Navita yang basah membuat hatinya terasa ngilu. Sepanjang sejarah ia berurusan dengan perempuan, belum pernah ia merasa seberat ini memutuskan hubungan dengan seorang perempuan. Belum ada perempuan menangis begitu hebat seperti Navita ini. Perasaan Kairo bertambah buruk.

Kairo meraih kepala Navita dan mengecup puncaknya. ‘Aku memang cinta sama kamu. Tapi itu sebelum aku sadar kalau yang kucintai betul adalah Kanaya. Aku memang gak berhak minta maaf, tapi hanya itu yang bisa kukatakan. Aku pergi sekarang.’

Belum sempat Kairo melangkah, Navita sudah mencekal lengannya. ‘Setelah Reinn, sekarang kamu juga mau ninggalin aku demi cewek lain? Aku gak bakal biarin kamu pergi!’

‘Navita, please. Kamu harus terima. Kita berdua akan sakit kalo terus maksain hubungan ini. Aku mungkin bisa cinta sama kamu, tapi aku gak bisa hidup tanpa Naya. Kamu mau nantinya aku hidup dengan kamu tapi seumur hidup aku akan terus mikirin Naya? Aku gak peduli nantinya seperti apa, yang pasti aku cinta dan butuh Kanaya sekarang. Kumohon kamu jangan memberatkanku begini.’

‘Tapi aku gak bisa hidup tanpa kamu! Aku bakal ngelakuin apapun untuk cegah kamu pergi!’ Gadis itu tiba-tiba menarik kalung yang tersemat di lehernya. ‘Lalu apa artinya ini? Kenapa kamu berikan kalung ini padaku?’

‘Liontin mahkota itu memang untuk kamu. But you’re not the queen of my heart. Not anymore.’

Perlahan Kairo melepaskan jemari Navita yang mencekal erat lengannya. Dihapusnya air mata yang mengalir di pipi Navita. Malam ini, ia rela jika diberi gelar sebagai laki-laki paling brengsek sedunia. Bagaimana bisa di malam yang sama, ia membuat dua wanita yang mencintainya mengeluarkan air mata?

‘Aku pergi sekarang. Jaga diri kamu.’

*

Kairo masih di dalam perjalanan menuju kos-kosan ketika ponselnya berdering-dering. Sekilas ia melihat nomor telepon rumahnya di Bandung tertera di layar ponsel. Rumah Bandung? Tumben Ibu telepon malam-malam begini.

‘Assalamualaikum,’ sapa Kairo tenang.


Bang,’ suara di ujung sana bukanlah suara Ibu seperti yang ditebak Kairo, melainkan suara asisten rumah tangga. ‘Ibu pingsan.’

***

Adel mengatur nafas untuk menetralkan emosinya. Diseruputnya green tea pesanannya yang mulai dingin. ‘Empat tahun lalu, Kairo sudah mengakhiri hubungannya dengan Navita... demi kamu.’

‘Lalu?’ tanya Kanaya ragu.

‘Malam itu juga Kairo pergi ke Bandung. Tapi begitu dia sampai, Ibu sudah meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. It shocked him so much.’

Adel memandang jauh ke luar jendela. Kanaya bisa melihat mata Adel mulai berkaca-kaca. Namun wanita itu sangat pandai mengendalikan emosinya. Tangan Kanaya gemetar saat memegang cangkir minumannya. Tiba-tiba tengkuknya merinding mendengar kata-kata yang meluncur dari mulut Adel.

‘Kamu tahu, apa yang paling bikin Kairo syok? Ternyata Ibu pingsan setelah terima telepon dari Navita. Setelah Kairo pergi dari rumahnya, cewek itu nekad telepon Ibu dan berbohong kalau dia dihamili Kairo. Dia menuntut Ibu untuk segera menikahkan dirinya dengan Kairo. Sayangnya, Navita, aku, dan semua keluarga gak ada yang tau kalau Ibu sudah lama punya penyakit jantung. Selama ini Ibu menyembunyikannya dari kami. Ibu sangat sayang Kairo. Dia gak siap dengan kebohongan Navita.’

I’m really sorry to hear that. Aku benar-benar gak tahu kalau..’

It’s okay. Karena Kairo memang tidak sempat kasih tahu kamu.’ Adel berhenti sejenak. Pikirannya menimbang-nimbang apakah ia harus lanjut bercerita atau tidak. Tapi ia melanjutkan, ‘Sebenarnya aku gak boleh cerita soal ini, tapi aku sudah gak tahan lagi. Aku ingin kesalahpahaman kamu atas Kairo berakhir. Sampai monas pindah ke Papua pun, aku yakin Kairo gak akan mampu menjelaskan ke kamu apa alasannya gak pernah muncul selama empat tahun.’

‘Kenapa?’

‘Mungkin karena rasa bersalahnya yang amat besar, empat tahun lalu Kairo.. –Kairo mengalami gangguan kejiwaan.’

Kanaya terkejut setengah mati. Bahkan ia lupa menutup mulutnya yang menganga lebar saking terkejutnya. ‘Maksud.. –maksudnya?’

‘Iya, Kairo depresi bahkan nyaris gila. Anak itu terus-terusan menyalahkan diri sendiri atas kepergian Ibu. Dia gak mau bicara, gak mau makan. Setiap hari dia mengurung diri di kamar, memandangi foto Ibu. Dia terus berpikir, kalau saja dia tidak egois menginginkan kamu sementara ada Navita yang tidak ingin ditinggalkan, mungkin semua itu gak akan terjadi.

Situasi gak kunjung membaik sampai suatu pagi, Ayah terserang stroke. Beliau mengalami lumpuh total. Mungkin Kairo pernah cerita kalau Ayah sangat bergantung pada Ibu. Ayah sama terpukulnya dengan Kairo. Seperti blessing in disguise, kondisi Ayah ternyata bikin Kairo bisa bangkit. Dia sadar kalau kami butuh dia untuk melindungi kami. Nasib puluhan karyawan pun otomatis berpindah ke tangannya. Dia  meninggalkan kuliahnya lalu mengambil alih posisi Ayah di perusahaan. Setiap hari dia menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Sampai akhirnya dia bisa melupakan beban mentalnya sedikit demi sedikit. Tapi aku masih sering mendapati dia men-download foto-foto kamu dari jejaring sosial. Dia sering diam begitu lama menatap foto kamu, juga cincin yang belum sempat dia berikan..’

Adel menyodorkan tisu begitu menyadari bahwa air mata Kanaya mulai menggenangi wajahnya.. ‘Maaf, aku gak bermaksud bikin kamu sedih. Aku juga gak bermaksud mengacaukan hubunganmu dengan Dika. Aku hanya ingin kamu tahu kalau dulu Kairo gak pernah berniat meninggalkanmu begitu saja. Dalam hatinya dia sangat butuh kamu. Tapi mungkin dia takut rasa bersalahnya kembali muncul begitu bertemu kamu. Kalaupun bertemu, dia gak akan mampu menjelaskan semuanya ke kamu. Dan kurasa dia juga gak akan mau menggunakan Ibu sebagai pembenaran kenapa dia meninggalkan kamu begitu saja.’

Wanita itu menggenggam tangan Kanaya. ‘Aku hanya ingin melunasi hutang penjelasannya padamu. Dia sudah banyak berkorban untuk kami. Kurasa hanya dengan ini aku bisa membalas pengorbanannya. Ya, selain merelakan diri terus menjomblo supaya bisa terus menemani Kairo sih. Hehehe.’

Kanaya tertawa kecil sambil menyeka air matanya. ‘Jadi Adel belum menikah karena ingin menemani Kairo?’

‘Begitulah. Kalau aku punya suami, siapa lagi yang dia manfaatkan untuk jadi ‘pacar’-nya?’

***

Kanaya meringkuk memeluk lutut di sofa sambil menatap jendela pagi ini. Di luar hujan begitu deras sejak semalam. Kanaya sampai harus bolos karena banjir dimana-mana. Setelah semua yang diceritakan Adel dua hari yang lalu, tiba-tiba saja laki-laki itu dengan mudah kembali merasuki pikirannya.

Dua hari ini Kairo kembali muncul di pikirannya. Melalui celah terkecil sekalipun, laki-laki itu mampu menyelusup ke dalam benaknya. Di kantor, di rumah, bahkan saat makan Kanaya masih memikirkan cerita Adel kemarin.

Adellaide bagai orang yang membantu menemukan potongan puzzle milik Kanaya yang hilang. Potongan puzzle yang ia cari-cari selama empat tahun. Sekarang bagian yang hilang itu sudah ditemukan. Dan puzzle yang kini utuh itu justru amat menyakitkan hati Kanaya.

Apa aku bisa dikatakan wanita jahat?
Selama ini aku merasa paling menderita..
Selama ini aku menyalahkan Kairo untuk semuanya..
Untuk empat tahun hidupku yang dilingkupi kegelapan..
Gelap karena dia menghilang tanpa kata-kata..
Untuk semua rasa sakit hatiku karena ketiadaannya..
Tapi ternyata aku sendirilah yang menyebabkan ini terjadi..
Seandainya waktu bisa kuulang..
Tidak akan kutuliskan perasaanku padanya di blog sialan itu..
Tidak akan kubiarkan dunia, bahkan laki-laki itu tahu tentang perasaanku padanya..
Aku wanita paling kejam..
Aku menyakiti hati Navita..
Aku bahkan menghancurkan hidup Kairo dan keluarganya..

Lamunan Kanaya dibuyarkan oleh dering ponsel di sakunya. Dari ringtone-nya, Kanaya tahu persis siapa  yang menelepon. ‘Iya, Mr. Yadi?’

‘Sayang, kamu gak ngantor ya?’

‘Enggak, di bawah banjir. Aku gak bisa keluar. Kamu sendiri?’

‘Aku ngantor sih. Sial banget ya rumahku bebas banjir. Kalo kena banjir kan aku jadi punya alasan biar bisa bolos juga. Kita bisa telepon-teleponan seharian. Atau mungkin aku bisa ke tempat kamu. Banjir sih kecil kalo demi cinta. Hehehe,’ tawa Dika terdengar begitu renyah di telinga Kanaya.

Gadis itu tersenyum getir. Sejauh ini laki-laki itu tidak pernah gagal memperbaiki mood-nya yang buruk.

‘Oh, iya, tadi si Adel telepon aku, katanya Karyo kena tipus tapi ngotot pengin dirawat di rumah aja. Mereka sekeluarga lagi liburan ke Paris pula, makanya Adel titip jagain Karyo. Eh, Sayang, Aku baru tahu loh kalo Karyo trauma sama rumah sakit. Aku bisa minta tolong kamu buat besuk Karyo sekarang gak? Nanti aku susulin kalo banjir udah mendingan. Kasihan tuh anak, sakit gak ada yang urusin.’

Kanaya memutar bola matanya. ‘Besuk? Aku kan gak bisa kemana-mana, sayang.’

‘Loh memangnya aku belum cerita ya kalo Karyo tinggal satu gedung apartemen sama kamu?’



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar