Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

MEMBUANG "SEKARUNG TOMAT"

Saya gak tahu tulisan ini harus dimulai dari mana..

Hari ini saya lagi-lagi akan menulis. Saya ingin mencurahkan isi hati dan kepala saya. Seperti biasa, kadang saya menulis untuk sekadar meringankan beban yang mungkin menumpuk di hati saya. Kalau sudah menulis, saya pasti akan lega, walau mungkin masalah yang saya hadapi tidak akan selesai hanya dengan curhat..

Usia saya akan memasuki dua puluh dua di tahun 2014 ini. Saya merasa bahwa saya mulai makin dewasa. Pemikiran saya perlahan mulai matang. Saya terbiasa berpikir tiga sampai empat kali sebelum melakukan sesuatu. Dan kurang lebih seminggu terakhir, pikiran saya tersita untuk merenungkan hal ini.


Hampir empat tahun lamanya saya dihantui oleh kebencian akibat konflik dengan ‘orang-orang yang pernah menjadi teman saya’. Kejadiannya kira-kira saat saya masih duduk di bangku kelas sebelas. Sebenarnya sampai sekarang saya masih tidak paham akar permasalahannya dimana, salah saya apa, tiba-tiba saja saya terjebak dalam keadaan dibenci dan membenci.

Hak orang memang untuk menyukai sesuatu atau tidak. Hak orang memang untuk mencibir seseorang yang mereka tidak sukai. Tapi saat itu saya merasa sayalah pihak yang dirugikan. Bagi saya harusnya tidak seorang pun berhak merusak kebahagiaan masa SMA saya. Tidak seorang pun berhak membuat saya berada dalam kondisi serba salah, pergi ke sekolah dengan segenap beban di hati. Takut tiba-tiba ketika saya jalan, saya diteriaki dan ditertawakan lagi, lalu saya sendirian harus menelan bulat-bulat rasa malu yang timbul karenanya. Bagi saya tidak seorang pun berhak tertawa di atas ketertekanan batin saya saat itu.

Tapi hari ini saya seperti sadar akan sesuatu. Bahwa everything happens for a reason. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini pasti ada alasannya, ada sebabnya. Tapi sayangnya, tidak semua orang tahu apa alasan/sebab itu.

Saya sadar mereka bertindak demikian pasti ada alasannya. Mungkin saya hanyalah oknum yang kebetulan tidak tahu alasan atau sebab tersebut. Mungkin saya tahu (karena menebak-nebak), hanya saja saya ingin memungkirinya.

Mungkin memang saya pernah berbuat kesalahan yang membuat orang-orang tersebut “segitunya” membenci saya. Walaupun menurut kacamata saya, saya benar dan merekalah yang salah.

Dan situasi inilah yang membuat segalanya menjadi runyam. Tidak ada seorang pun yang merasa salah. Karena memang tidak ada yang saling ‘tunjuk muka’. Tidak ada yang berani, tidak saya atau pun mereka, yang berani memaparkan daftar kesalahan satu sama lain.

Masalah yang berlarut-larut ini terjadi hanya karena tidak bisa mengakui kalau diri sendiri salah. Saya salah, tapi tidak mau mengakui kesalahan saya. Mungkin karena tidak ada yang memberi tahu letak kesalahan saya dimana. Atau karena saya merasa sayalah yang dirugikan di sini.

Saya akan mengutip sebuah kisah anonim:

Seorang bijak meminta murid-muridnya memasukkan tomat sejumlah orang yang mereka benci ke dalam karung. Ada murid yang memasukkan sepuluh tomat karena ia membenci sepuluh orang, ada yang memasukkan lebih dari sepuluh, ada pula yang hanya memasukkan dua, namun ada pula yang tidak memasukkan apapun. Sang bijak meminta murid muridnya membawa tomat itu ke mana pun mereka pergi. Satu-dua hari mereka masih mampu membawa karung berisi tomat itu, namun lama kelamaan mereka merasa keberatan. Karung itu mulai mengganggu dan berbau busuk. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengurangi jumlah tomat yang mereka bawa. Lama kelamaan, mereka memutuskan untuk membuang semua tomat. Mereka sangat senang karena kini mereka tak punya beban. KARENA MEREKA TELAH MEMBUANG KEBENCIAN.
 -anonim-

Awal Mei 2011, saya telah berdamai dengan satu diantara mereka. Ketika ia meminta maaf dan bilang bahwa ingin kembali berteman dengan saya, rasa-rasanya saya tidak ingin terima. Enak saja. Setelah satu setengah tahun masa SMA saya dirusak, dan sekarang ingin minta maaf? Semudah itu?

Tapi dorongan hati saya berkata lain. Saya menerima maafnya, dan juga meminta maaf padanya. Kami saling mengakui kesalahan masing-masing. Saya ingat bagaimana saya telah mengenal dia sejak SD. Bagaimana pertemanan kami dulu yang penuh ‘warna’. Saya ingat kami pernah berteman sangat dekat, hingga tahu ‘borok’ masing-masing. Dan kau tahu apa yang saya rasakan setelah berdamai dengannya? Amazing. Rasanya legaaaa sekali. Saat itu saya sudah mengurangi satu buah tomat busuk yang saya bawa.

Terima kasih kepada teman saya yang sudah sangat berbesar hati. Terima kasih telah membantu mengurangi setidaknya satu kebencian di hati saya.

Hari ini saya sengaja menghabiskan satu entri untuk membahas masa lalu yang sebetulnya sudah lama tertinggal seiring lulusnya saya dari sekolah empat tahun yang lalu. Saya ingin betul-betul meninggalkan masa lalu beserta sakit hati, kebencian, mungkin juga dendam yang terlibat di dalamnya. Saya ingin berhenti menjadi seorang pembenci..

Seorang pembenci bukan hanya pengecut, tapi manusia dungu yang tanpa sadar membusukkan hatinya sendiri. Saya terus membenci tanpa sadar bahwa saya telah membuat diri saya semakin rendah di hadapan Tuhan saya.

Saya tidak tahu sudah sebusuk apa hati saya hari ini. Empat tahun lamanya saya memendam kebencian. Saya tidak tahu sudah ‘sebau’ apa tomat-tomat yang saya bawa selama ini. Dan mulai hari ini saya tidak ingin membawanya lagi. Saya ingin membuang sekarung tomat yang saya bawa selama ini.

Untuk berdamai dengan orang lain, terlebih dahulu kita butuh berdamai dengan diri sendiri. Untuk memaafkan orang lain, terlebih dahulu kita butuh memaafkan diri sendiri. Menilai kesalahan orang lain memang mudah, tapi untuk mengakui kesalahan sendiri itu SUSAH.

Mulai hari ini saya akan terima orang-orang yang membenci saya dengan lapang dada. Saya tidak lagi ingin membalas dengan balik membenci mereka.  Saya malu menghadap Tuhan dengan membawa ‘sampah busuk’ dalam diri saya.

Saya ingin menjadi Kakak, tante, dan nantinya Ibu yang baik. Saya tidak mau nanti adik-adik saya, keponakan saya, (mungkin) anak saya nanti meniru kesalahan saya ini.

Dari kisah sekarung tomat, saya belajar untuk perlahan lahan membuang kebencian, karena yang dirugikan adalah diri saya sendiri. Biarlah orang-orang membenci saya, biar mereka ‘cium’ sendiri tomat-tomat yang membusuk, yang mereka bawa setiap hari.

Mulai hari ini, saya ingin berhenti sepenuhnya menjadi seorang pembenci. Mungkin merekapun sudah menganggap saya tidak ada. Saya ingin melupakan sepenuhnya. I want to totally move on of this bad memories. Saya ingin hidup saya yang sudah bahagia ini, menjadi makin bahagia. Saya tidak mau lagi menanggung beban kebencian yang mengganggu. Saya ingin melangkah dengan ringan menapaki setiap jalan di hidup saya. 

Because the simplest way to live happier is..... stop hating.

Hari ini, dengan diterbitkannya entri ini, telah saya buang sekarung tomat busuk yang selama ini telah mengganggu perjalanan hidup saya. Selamat tinggal hati yang penuh kebencian. Selamat datang lembaran baru hidup saya yang bahagia, tanpa mengingat dan mengungkit kembali kebencian-kebencian yang pernah ada.


*gunting pita *


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Unknown mengatakan...

nice tulisan dan cerita. i've been there also. bully because my body was fat then others. tapi setuju dengan kamu bahwa mau sampai kapan kita di bayangin sekarung tomat busuk dan dibawa kemana mana?! berdamai dengan diri kita sendiri itu hal yang tidak mudah namun itu bisa jd reward buat diri kita. ya, seperti tulisan mu kita menjadi pribadi yang lebih bahagia ketika melepaskan kebencian :) keep up The good work! terus menulis dan berkarya :)) boleh klo mau visit blog saya dindanatamelia.blogspot.com

dontknowwhoiam mengatakan...

Wah ada Mbak Dinda-nya Bang Bobby.. :D salam kenal ya Mbak. Makasih udah visit blog saya.. Blog mbak juga ketjeh2 tulisannya.. Kita beda genre kayaknya sih.. Punya mbak lebih ke puitis ashooy, punya saya gak karu-karuan hheeee

Nice to read you :)

Posting Komentar