PALI.
Mungkin aneh didengar. Kurang keren kalo kata orang-orang. Kalau saya menyebut
PALI, sebagian orang yang tidak tinggal di dalamnya mungkin akan refleks
bertanya, “Apa?? Bali?? Oh.. PALI. Ha?? Tempat apa itu PALI?? Masih saudaraan
sama Bali ya?”
*abaikan*
Baiklah,
dengan kesabaran luar biasa, akan saya jelaskan sebagai berikut:
PALI
adalah sebuah Daerah Otonomi Baru. Merupakan pemekaran dari Kabupaten Muara
Enim yang RUU-nya disahkan pada tanggal 24 Desember 2012, pada sidang paripurna
yang dipimpin oleh Dr. H. Marzuki Alie. Tapi baru-baru ini pemerintah Kabupaten
PALI sepakat menetetapkan HUT PALI pada tanggal 22 April 2014, bertepatan
dengan hari diresmikannya Kabupaten PALI oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan
Fauzi di Graha Praja Kemendagri, Jakarta, yang ditandai dengan penandatanganan
prasasti peresmian oleh Mendagri sekaligus pelantikan pejabat Bupati PALI,
yaitu Bapak Ir. H. Heri Amalindo, MM.
PALI
terdiri dari 5 (lima) Kecamatan, yaitu: Kecamatan Talang Ubi, Kecamatan Tanah
Abang, Kecamatan Penukal, Kecamatan Penukal Utara, dan Kecamatan Abab, serta 72
Desa, yang mungkin akan memakan separuh isi posting blog saya yang singkat ini
kalau saya tulis semuanya di sini. Kabupaten ini berpenduduk 170.143 jiwa
(sesuai dengan data yang tercatat saat pengesahan PALI) dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Muara
Enim, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Musi Rawas, dan Kota Prabumulih.
Apa itu PALI, Kak Mayzar? |
Singkatan dari Penukal Abab Lematang Ilir.
Kenapa namanya PALI, Kak? |
Dinamakan begitu berdasarkan tiga sungai besar yang melintasi Kabupaten ini,
yaitu Sungai Penukal, Sungai Abab, dan Sungai Lematang Ilir.
Kenapa tidak dinamakan Kabupaten Talang
Ubi saja, Kak? Kan katanya Talang Ubi Ibukota Kabupatennya? I
Permisi, ini anak siapa ya yang tanya-tanya terus? Saya lagi mau ngeblog inihhhhh!!!! (emosi jiwa melanda)
Baiklah, awalnya tulisan ini saya buat untuk ikut lomba Karya Tulis yang diadakan pemerintah setempat. Awalnya tulisan ini saya beri judul Mari Bersatu Untuk Kabupaten Pali yang Terdepan, Maju, Produktif, dan Layak atau bisa disingkat menjadi MABUK TEMPOYAK. Tapi berhubung tulisan kacangan saya ini kurang laku, daripada mubazir (karena menulis sepanjang ini cukup memeras cucian otak), maka saya putuskan untuk merombak, mengedit, lalu memajangnya di blog kacangan kebanggaan saya inihhh..
JRENG! JRENG!
Ciyee Kak Mayzar, mentang-mentang viewer blognya banyak.. *bekep mulut-mulut miring pake kolor tetangga*
Di sini, saya akan membahas bagaimana PALI yang dulu, kini, dan akan datang.
Khususnya di tempat tinggal saya, Kecamatan Talang Ubi, berdasarkan apa yang
saya rasakan dan saya alami.
¯ PALI yang dulu bukanlaaaah yang
sekarang..¯
(Tegar
ngamen di depan rumah saya)
Sebenarnya
belum ada perubahan yang terlalu signifikan, menurut saya. Seperti misalnya, di
Talang Ubi tahu-tahu ada mall, Carrefour, KFC, gedung pencakar langit, juga
bioskop. Belum, perubahannya belum sefantastis itu. Hanya saja ada beberapa aspek
yang perubahannya mencolok sekali di mata saya, di antaranya…
Bidang infrastruktur. Di
daerah manapun, infrastruktur yang paling diperhatikan adalah jalan.
Saya
tinggal di lingkungan III Rejosari yang terletak di tepi jalan raya
Pendopo-Sekayu (sebut saja begitu). Dulu, setiap turun hujan pada malam hari,
saya selalu galau. Bukan, bukan karena teringat pada mantan seperti yang sering
dilakukan kaum alay di dunia maya itu.
Tapi saya galau karena… kalau malamnya hujan, besok paginya jalanan pasti becek
berlumpur!
Saya
ini orang susah, tidak punya mobil. Akan tambah susahlah saya karena harus
berjuang pergi ke sekolah melewati jalan berlumpur nan licin itu. Tidak jarang
mobil tersangkut di lelumpuran dan beberapa pengendara motor kadang selip
sampai jatuh dari motor pada saat itu. Sekali lagi saya tegaskan, pada saat itu.
Waktu
SD, saya, Kakak, dan adik selalu diantar pergi ke SD YKPP Pendopo (yang
notabene jauuuuh sekali dari rumah kalau ditempuh dengan berjalan kaki) oleh
Kakek saya, menggunakan motor bututnya, Suzuki Crystal berplat H 5443 LS (yang
sekarang sudah dimuseumkan).
Kalau
jalanan sedang becek, dengan sangat terpaksa karena malu, kami harus merelakan Nenek
membungkuskan kaki kami dengan kantong kresek, supaya sepatu kami tidak kotor
saat jalan kaki melewati jalanan yang becek dan licin itu. Sementara Kakek saya
harus bermanuver sedemikian rupa, coba menyeberangkan motornya yang berban
gundul untuk mencapai jalanan aspal komplek Pertamina Pendopo. Kadang karena
malas jalan kaki, saya ngotot naik di boncengan Kakek. Hasilnya? Motor tergelincir,
saya dan Kakek jatuh, baju kotor, batal pergi sekolah, pulang-pulang dihujani
ocehan. Kasihan L
Musim
hujan galau, musim kemarau apalagi. Debu jadi “makanan pokok” warga tiap kali
kemarau datang. Dedaunan tak lagi hijau, melainkan coklat. Debu bertebaran
hingga atap rumah warga rasa-rasanya mampu ditanami cabai atau kacang-kacangan,
saking tebal debu yang menghinggapinya. Kalau Amerika sedang musim dingin,
atap-atap rumah mereka akan putih keren tertutup salju seperti di film-film Home Alone. Kalau PALI sedang musim
kemarau, atap-atap rumah warga akan tertutup “salju” pula. Tapi sayang, warna
“salju”-nya coklat dan terlihat gersang. Tak ada keren-kerennya. L
Sekarang,
tahun 2014, saya sudah bekerja. Dan saya tidak lagi galau tiap kali turun hujan
pada malam hari. Karena sekarang jalan raya itu sudah (lumayan) bagus. Awal bulan
Maret 2014 lalu jalanan itu diperbaiki dengan ditimbun pasir dan koral, lalu
diratakan menggunakan alat berat. Kemudian sekitar akhir Maret menjelang April
2014, jalanan tersebut kembali dipermulus dengan betonisasi. Walaupun pembetonannya
belum selesai, yang penting nanti jalanannya padat dan tidak becek lagi saat
musim hujan. Yang lebih penting lagi, tingkat kecelakaan dikala hujan pun
berkurang. Setelah delapan belas tahun tinggal di Rejosari, setelah delapan
belas tahun menanti, akhirnya Rejosari bebas becek saat musim hujan, bebas debu
saat musim kemarau. Senang nian ati.
![]() |
before |
![]() |
menjelang after |
Selain
jalan, perubahan di bidang infrastruktur yang terlihat adalah adanya Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) di PALI. Anda pernah mengalami kemarau panjang? Sumur
kering? Tanah sampai retak-retak? Saya pernah. Waktu SD pula, saya pernah mengalami
harus mengangkut air, hasil minta-minta dari penduduk komplek Abab Gelora Pertamina
Pendopo, atau yang biasa disebut wong
gedongan. Tangan kiri dan kanan masing-masing menenteng jerigen air 5 liter
yang terisi penuh. Itu saya lakukan bahkan sampai lima kali bolak-balik. Hanya
untuk mencukupi kebutuhan air saat kemarau. Sedih dan capek memang, tapi kalau
tidak begitu, ya tidak mandi.
Alhamdulillah,
sekarang saya tidak harus mengangkut air lagi. Saya juga tidak pernah lagi melihat
pemandangan orang-orang kampung saya berbondong-bondong membawa jerigen-jerigen
untuk meminta air pada wong gedongan. Kenapa
demikian? Karena orang komplek jaman sekarang pelit semua di PALI
sekarang sudah ada PDAM. Horeeeeeee \(\^,^)~(^,^~)(~^,^)~(^,^/)/
Ya,
walaupun untuk berlangganan air, warga harus merogoh kocek lumayan dalam karena
biaya instalasi yang relatif mahal, tapi setidaknya sekarang warga tidak perlu
khawatir tentang persediaan air kala kemarau melanda. Walaupun kadang air PDAM
sering tidak nyala, walaupun beban per bulannya mahal, dan tagihannya besar
sekali (ini nyindir abis), tapi setidaknya sekarang warga tidak perlu mengangkut
berjerigen-jerigen air dengan meminta-minta di rumah orang lain. Tinggal putar
keran saja (dan bayar tagihan setiap bulan, tentu saja)
Beta so senaaang karena sumber air so
dekaaat~ (tiba-tiba iklan indomie)
![]() |
kantor PDAM boster Pendopo |
Perubahan
mencolok lainnya dilihat dari bidang
pendidikan. Saya ambil contoh kecilnya saja: beberapa waktu lalu pendidikan
di Kabupaten PALI sedang disorot habis-habisan seiring dengan mencuatnya nama
salah seorang siswi Kabupaten PALI dalam sebuah Olimpiade Nasional Bahasa
Inggris yang diadakan oleh Global Link National
English Olympic di Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
Sebelumnya,
keberangkatan siswi tersebut untuk mengikuti final di Bali terkendala oleh
biaya keberangkatan yang harus ditanggung sendiri oleh peserta. Namun dengan
bantuan dari orang nomor satu di PALI, yaitu Ir. H. Heri Amalindo selaku
Bupati, melalui Disdikpora, akhirnya siswi tersebut dapat mengikuti Olimpiade
Nasional Bahasa Inggris dan membuat harum nama Daerah Otonomi Baru ini dengan
menyabet Special Award. Ini merupakan
suatu kemajuan, mengingat beberapa tahun ini rasanya PALI sudah sangat haus
prestasi.
PALI
mungkin tidak muncul di Peta Indonesia, namun dengan orang-orangnya bisa muncul
di kompetisi nasional, saya rasa itu cukup membanggakan.
Bukan
hanya itu, Bupati PALI juga memberikan penghargaan kepada siswi tersebut dalam
bentuk satu unit laptop, yang diharapkan berguna untuk menunjang pendidikan
yang bersangkutan. Hal ini menurut saya sangat baik, karena ini bisa memotivasi
siswa-siswi PALI untuk lebih berprestasi dan berlomba-lomba mengharumkan nama
PALI. Pemerintah memang harusnya turun tangan, mendukung serta menyokong
pelajar-pelajar agar giat berprestasi mengharumkan nama daerah.
Kok Kakak tau banget? | Ya iyalahh.. orang siswinya adek saya..
Dilihat
dari itu, menurut saya dengan diresmikannya PALI sebagai Daerah Otonomi Baru, pendidikan
di PALI menjadi lebih diperhatikan dan didukung penuh. Karena dulu, waktu saya
sekolah, kalau ada murid yang ikut kompetisi serupa, jangankan dibantu dan diberi
hadiah laptop, dilirik oleh pemerintah pun tidak. Kasihaaan L
![]() |
pokoknya adek-adek SMP yang unyu itu adek saya. udah gitu aja. |
Yang
tidak boleh ketinggalan jika bicara mengenai pendidikan di PALI adalah sekarang
di PALI ada perguruan tinggi. Warga PALI mungkin sudah tidak asing dengan STIE
dan STIH Serasan. Walaupun kegiatan akademiknya di daerah Talang Ubi dilakukan dengan
masih meminjam gedung SMPN 1 Talang Ubi, namun sepertinya semuanya berjalan
dengan baik dan lancar, mengingat kampus Serasan tercatat sudah beberapa kali
mewisuda mahasiswa dan mahasiswinya.
Kalau
dulu, warga PALI harus keluar kota untuk melanjutkan pendidikan dan tentunya
harus mempersiapkan biaya yang besar, kini warga sudah punya alternatif untuk
kuliah. Yang lebih dekat, dan terjangkau.
Selain
infrastruktur dan pendidikan, perubahan mencolok lain juga dapat dilihat dari
segi keamanan dan ketertiban.
Dibentuknya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan DLLAJ, dan masuknya pasukan
Brigadir Mobil (Brimob) di Kabupaten PALI sangat berpengaruh pada stabilitas
keamanan dan ketertiban lalu lintas di Kabupaten PALI.
PALI,
khususnya Kecamatan Talang Ubi yang saya tinggali sejak saya lahir hingga kini,
sangat kental dengan kesemrawutan keamanan dan lalu lintasnya. Misalnya kawasan
Simpang Lima Talang Ubi pada pagi hari sangat padat aktivitas. Mobil-mobil ngetem cari penumpang hingga memakan
jalan seolah jalan Simpang Lima milik bapaknya seorang, anak-anak sekolah
lalu-lalang seakan jalanan adalah taman bermain, bahkan tak jarang mobil-mobil
jumbo dan alat berat milik perusahaan terkangkang di tepi jalan.
Masyarakat
PALI yang kurang akan sosialisasi tertib berlalu-lintas seringkali berkendara
dengan sekehendak udel sendiri,
seperti: tidak mematuhi rambu lalu lintas (jangankan mematuhi, tahu artinya
saja saya tidak yakin), berputar arah seenak hati, tidak memakai helm, tidak
mengerti fungsi lampu hazard, dan lain-lain. Bahkan anak TK pun –kalau mungkin,
sudah bisa mengendarai motor sendiri.
Meskipun
sekarang agak “lumayan” karena sudah ada petugas yang berjaga setiap pagi di
Simpang Lima Talang Ubi, tapi ketertiban lalu lintas di PALI masih sangat perlu
diperketat. Karena tak jarang, anak-anak di bawah umur mengendarai motor secara
ugal-ugalan dan mencelakai pengguna jalan yang lain.
Dari
segi keamanan, saya melihat ada perubahan yang lumayan besar. Dulu, warga
selalu menjuluki jajaran polsek Talang Ubi dengan sebutan “Tukang Makan Gaji
Buta”. Kiprah dan prestasi Polsek tidak pernah terlihat. Entah memang tidak ada
atau karena tidak ada pemberitaan saja. Namun kini, saya sering mendengar bahwa
Polsek berhasil meringkus kawanan pencuri, menyelesaikan kasus pembunuhan,
menangkap bandar narkoba dan penjual miras, serta prestasi-prestasi lainnya.
Saya
pribadi pun sangat senang dengan ditempatkannya pasukan Brimob di bumi Serepat
Serasan. Walaupun penempatan pasukan tersebut di kawasan kantor polisi lama
hanya bersifat sementara, namun saya harap keamanan di jalan utama komplek
Pertamina Field Pendopo bisa lebih terjamin. Mengingat jalan tersebut sangat
sepi, utamanya pada pagi hari, sehingga sangat rawan kejahatan. Saya sendiri
merupakan salah satu korban kejahatan saat melintasi jalan tersebut. Saya
pernah dijambret –ponsel, dompet baru, uang, bedak mahal saya yang baru dibeli,
serta tasnya ludes L (ini
kenapa jadi curhat?)
Saya
memiliki harapan tinggi bahwa dengan meningkatnya prestasi Polsek, terbentuknya
Satpol PP dan DLLAJ, serta ditempatkannya pasukan Brimob di bumi Serepat
Serasan ini, dapat meningkatkan keamanan, kenyamanan, dan ketertiban di bumi
yang saya cintai ini. I wish you have a
very good luck!
Hal
lain yang saya rasakan adalah pemerintahan
kini terasa begitu nyata adanya. Saat masih tergabung dalam Kabupaten Muara
Enim. PALI, khususnya Talang Ubi bagi saya seperti (mohon maaf) daerah yang
dijalankan dalam mode autopilot. Kita
punya kepala daerah, tapi masyarakatnya berjalan sendiri-sendiri. Mau minta
surat rujukan untuk bikin KTP saja susahnya setengah mati.
“Maaf, Mbak, Lurahnya sedang cuti..”
“Maaf, Bu, Lurahnya belum datang.. “
(padahal sudah pukul 10.00 WIB)
“Maaf, Pak, Lurahnya lagi jemput anaknya
di sekolah..”
Oh
betapa mulia dan baik hatinya pemerintah kita menggaji seorang Lurah hanya
untuk antar-jemput anaknya sekolah J
(ini bukan pengalaman di Kelurahan saya kok, bukaaaan)
Kalau
dalam bahasa Pendopo, pemerintahan pra-PALI itu: jangan tejingok katek be pemerentah tu.
Tapi
yang saya rasakan sekarang sungguh sangat berbeda. Pemerintah seakan dekat
sekali dari jangkauan rakyat. Di mata saya, Bupati PALI beserta jajaran
pemerintahan sangat peduli dan memperhatikan keluhan masyarakat, demi kemajuan
dan perubahan PALI ke arah yang lebih baik. Contohnya, saya pernah baca di
suatu media mengenai TKS yang mengeluh tentang perbedaan SK (Surat Keputusan).
Menanggapi itu, Bupati PALI segera memutuskan untuk me-nyamaratakan SK, dengan
akan dikeluarkannya SK Bupati untuk semua TKS.
Contoh
lainnya, kita kembali ke bidang pendidikan. Bupati sangat responsif,
memperhatikan, dan mendukung kemajuan pendidikan di PALI. Memberi penghargaan
kepada siswa-siswi berprestasi, termasuk kepada Pasukan Pengibar Bendera
(PASKIBRA) Kabupaten PALI. Bahkan Bupati tak segan mengunjungi langsung ke
sekolah ketika memberikan penghargaan kepada Angeli Indah Putri, siswi SMPN 1
Talang Ubi yang mengharumkan nama PALI di kancah nasional.
Yang
tidak boleh luput dari perubahan di segala sektor yang terjadi di Kabupaten PALI
adalah peranan media massa, dalam
hal ini media cetak, media online, dan
radio. Kalau dulu, koran yang saya tahu hanya Kompas, Sumatera Ekspres,
Sriwijaya Pos, dan Palembang Pos saja, kini banyak bermunculan koran-koran
lokal yang isinya tentu saja mengenai perkembangan terkini bumi Serepat Seresan
kita tercinta. Ada Kabar Sumatera, PALI Pos, PALI Ekspres, Rakyat PALI, dan
lain-lain.
Kehadiran
media di PALI tidak bisa dipandang sebelah mata. Sadar atau tidak, media
merupakan sarana terbesar untuk memengaruhi pola pikir masyarakat. Koran adalah
media yang paling pas dijadikan sumber informasi karena mudah dijangkau.
Ratusan eksemplar koran terjual setiap harinya. Bahkan ada warga yang beli
koran hanya sekedar ingin tahu makmano
nian koran PALI, sekalipun konten koran tersebut hanya berisi berita basi, artikel
kurang berbobot, dan terkesan itu-itu saja, yang bahkan kalimatnya saja tidak
diedit dengan baik dan benar sesuai EYD (Ejaan yang Disempurnakan), saking
bangganya PALI sudah punya media cetak sendiri.
Dengan
adanya media yang rasa-rasanya hanya sejengkal dari pintu rumah ini, secara
tidak langsung dapat mengurangi perilaku buruk masyarakat. Kenapa? Karena takut
masuk koran. Iya, tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian orang berpikir demikian.
Tadi
saya sebut bahwa media berpengaruh pada perubahan di segala sektor yang terjadi
di PALI. Kenapa? Tak jarang bahwa yang menghubungkan warga dengan pemerintah
adalah MEDIA. Keluhan masyarakat
seringkali disampaikan kepada media (karena tidak semua orang bisa bertemu
langsung dengan Bupati). Melalui medialah pemerintah tahu apa yang dibutuhkan
masyarakat saat ini. Dan media adalah yang paling didengar (mungkin juga
ditakuti) oleh pemerintah.
Dengan
adanya media, warga pun jadi tahu kejadian dan prestasi-prestasi apa yang telah
diraih oleh bumi Serepat Serasan ini. Kembali ke bidang pendidikan, Januari
2014 lalu, mungkin sebagian besar warga PALI mengenal nama Angeli Indah Putri
sebagai putri daerah yang berhasil mengharumkan nama PALI di muka nasional,
dari media-media cetak yang memberitakannya hampir setiap hari. Saya
menghitung, nama dan foto siswi tersebut setidaknya tujuh kali dimuat di media
cetak pada dalam waktu sepekan saja. Padahal, pada periode tahun ajaran 2003-2004,
seorang siswi SMP YKPP Pendopo pernah ikut serta dalam Olimpiade Matematika
Nasional yang diselenggarakan di Kalimantan dan meraih juara dua. Tapi hanya
sedikit sekali yang tahu, karena minim pemberitaan.
Jadi,
media itu, menurut saya, penting. Prestasi, kejahatan, praktik korupsi, di bumi
Serepat Serasan ini bukan berarti dulu tidak ada. Tapi mungkin karena tidak
diberitakan saja.
Saya
pribadi adalah orang yang selalu berusaha terhubung dengan media, baik media
massa, elektronik maupun media sosial. Karena saya merasa tinggal di daerah
kecil yang jauh dari kota besar. Satu-satunya akses bagi saya untuk tahu
tentang dunia adalah terhubung dengan media. Bahkan referensi saya untuk
membuat tulisan ini pun adalah dari media.
Selain
banyaknya perubahan yang sudah saya tulis di atas. Ada pula beberapa bagian
yang perubahannya masih stagnan. Salah satunya adalah masalah listrik (4L =
Listrik Lagi Listrik Lagi). Iya, saya tahu Pak Bupati kita tercinta sudah
sangat katam (dan pusing) dengan protes masyarakat soal listrik.
“Dulu dak pernah neman nian mati lampu.
Mak ini ari idak bae limo kali sehari lampu ni mati. Apolagi men nak magreb.
Kaper (kafir) nian baso PLN ni! Kalu wong kresten (kristen) pule!” –ibu-ibu
warga Talang Nanas, 45 tahun, sebut saja Mawar.
Ibu
Mawar yang cantik jelita dan baik hatinya. Saya bantu jelaskan dengan teori
(sok tahu) saya, ya. Begini, dulu pengguna listrik di daerah kita masih
sedikit. Sekarang? Mungkin sudah lima kali lipatnya dari “dulu” yang kata Ibu
itu. Belum lagi, sekarang warga sudah keranjingan pasang AC (satu rumah AC-nya
bisa tiga biji) dan seabreg alat elektronik lainnya. Mungkin mesin pembangkit
listrik atau kabel yang dimiliki PLN sudah tua dan tidak sesuai kapasitas lagi.
Penggunaan melonjak, sementara kapasitas/ dayanya segitu-segitu saja.
Tentang
mati listrik menjelang maghrib, mohon Ibu jangan menyinggung SARA dulu. Mungkin
bisa saya bilang begini: Saat maghrib, karena hari sudah mulai gelap, warga
mulai menyalakan lampu, mungkin juga AC, televisi, dan alat elektronik lain.
Penyalaan secara serentak ini membuat mesin atau kabel atau alat lain (saya
kurang paham) tidak siap atau barangkali tidak kuat. Dalam bahasa Pendopo: dak tetarek. Coba saja Bu Mawar angkat
jerigen air 20 liter, beras 20 kg, dan telor satu peti secara bersamaan. Bisa?
“Ah, sok tau kau ni, Mayzar. Awak budak
kecik, ” kata Bu Mawar.
(Mingkem dengan seksama)
Mengatasi
masalah listrik, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pemerintah
butuh solusi yang sangat jitu supaya warga senang, dan perusahaan tetap
sejahtera. Saran dari saya kepada warga adalah warga hanya butuh untuk sabar
dan kurang-kurangi mengutuk orang PLN. Selain karena hanya menambah dosa,
orang PLN juga tidak akan dengar ketika Anda mengutuk dari rumah Anda.
Saya
hanya bisa turut mendoakan (karena saya bukan bagian dari Instansi terkait yang
bisa lakukan sesuatu) agar Bupati dan jajaran pemerintah lain bisa segera
menemukan solusi dari masalah listrik yang berkepanjangan ini. Aamiin. Al
faaatihah!
Jadi, Mayzar, apa bedanya PALI dulu dan
sekarang?
Jelas
banyak sekali perbedaannya. Meskipun
saya akui, masih banyak kekurangan di sana-sini, tapi saya selaku warga biasa amat
memaklumi. Kabupaten ini masih dalam proses berkembang dan berbenah diri.
Ibarat anak burung yang sedang belajar terbang, belajar lepas dari induknya.
Harus pelan-pelan namun dengan kepastian dan keyakinan penuh. Agar nantinya
bisa terbang dengan stabil hingga mencapai ketinggian yang diinginkan. Karena untuk
maju dan berkembang pesat, tidak bisa secara instan. Yang bisa instan mungkin
hanyalah mie dan artis dangdut di teve. Dan segala sesuatu yang instan itu tidak baik. Studi kasus: Briptu
Norman, terkenal secara instan, redupnya instan pula. (kenapa jadi ngomongin orang?)
Harapan
saya untuk PALI yang akan datang adalah semoga bisa lebih baik di segala aspek.
Saya pun berharap agar dinas-dinas yang ada bisa semakin aktif, seperti dinas
perijinan atau instansi terkait. Semoga hal-hal yang masih banyak kurangnya seperti listrik, sampah, dan
kesemrawutan pasar bisa segera ditemukan solusinya.
Perlu
digaris bawahi, bahwa untuk mewujudkan perubahan dan mengembangkan yang sudah
ada, tidak hanya dibutuhkan kerja keras pemerintah saja, namun dibutuhkan
kerjasama yang baik dan kooperatif dari masyarakatnya, perlindungan satuan
keamanan, serta dukungan dari perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten PALI.
Intinya kita semua harus BERSATU. Kita
semua harus bersatu untuk Kabupaten
PALI yang Terdepan, Makmur, Produktif, dan Layak untuk masyarakat. Jika
pemerintahan aktif membangun, sementara masyarakatnya tidak kooperatif, akan
susah, bukan?
Semoga
hubungan pemerintah dan masyarakat tetap harmonis. Semoga PALI selalu menjadi
tempat yang indah, aman dan nyaman untuk saya (dan masyarakat) tinggali. Bumi
Serepat Serasan ini dianugerahi oleh Allah swt. seabreg kekayaan alam yang
terkandung di dalam bumi yang kita pijak ini. Semoga seiring dengan berjalannya
waktu, Kabupaten PALI akan menjadi
Daerah Otonomi yang makmur, maju, mandiri dan nantinya menjadi contoh yang baik
bagi daerah-daerah pemekaran lain.
Mungkin
masih ada, mungkin pula banyak, perubahan-perubahan dan kekurangan yang terdapat
di Daerah Otonomi baru ini. Mohon maaf kalau yang bisa saya tulis hanya
sebagian kecilnya saja. Karena sekali lagi, yang saya tulis di sini adalah berdasarkan
apa yang saya rasakan dan saya alami.
Semoga
Yang Di Atas senantiasa melindungi warga, pemerintah, dan Pemimpin PALI, agar
apa yang dicita-citakan kita untuk kemajuan bumi Serepat Serasan ini dapat
dipeluk oleh-Nya, Tuhan Semesta Alam. Aamiin.
“Perbedaan
jangan dijadikan halangan. Perbedaan akan indah bila kita tahu bagaimana
menyatukannya dengan tepat. Lihat saja pelangi, ia indah karena perbedaan
warnanya. Lihat saja rainbow
cake, ia lezat dan laku keras karena
perbedaan warnanya yang unik.” –Mayzar Listya Wardani, 22 tahun.
Hmm.. pantes idak menang. Dak bermutu tulisan kau ni, Mayzar..
4 komentar:
izin kutip dikit dek kata2 "pada periode tahun ajaran 2003-2004, seorang siswi SMP YKPP Pendopo pernah ikut serta dalam Olimpiade Matematika Nasional yang diselenggarakan di Kalimantan", kayaknya kk tau yang "dimaksud" dalam tulisan itu ^^ ..cukup merasa sedikit "aneh" juga masih ada yg tau "cerita lama" ...walau bukan termasuk di dalamnya tp kk cukup tau tahun tersebut ^^
::: Budi Dwi Kurniawan
hahahaha iya Kak. soalnya dulu waktu baru mau masuk SMP YKPP, kami diceritain prestasi ybs, didoktrin supaya bisa meniru prestasinya. Makanya masih inget. ^^
Sebenernya bisa mayzar melihat kemampuan yg ada di mayzar dek.., tp kadang kenyataan emang slalu bisa berkata "jalan hidup itu banyak pilihan" dan emang harus beda...yg bersangkutan pun diperkirakan orang gimana .. dia pun jalan hidupnya beda dari perkiraan dek...tetapla teguh pada jalan masing2...oh y salam buat mbak teta n keluarga ya...
nb : buat ayah nya yg "disana" juga yg slalu masuk dlm setiap cerita mayzar...semoga slalu berada di Sisi terbaik Nya...
Aamiin.. Makasih ya kak..
Posting Komentar