Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

KEVIN & RAISA : BAGIAN 8 | EVEN THE SWEETEST CHOCOLATE EXPIRES

SYALALALA. Begitulah mungkin nyanyian hati Raisa siang ini. Ia nampak mantap duduk di sebelah kursi kemudi mobil Glenn. Mobil Ayah Glenn, tepatnya. Untuk kali ini, Raisa mensyukuri fakta bahwa Mia, sahabatnya itu, sangat malas pulang ke rumah. Untuk pertama kalinya pula Raisa mencintai Honda Jazz Mia yang bak kosan berjalan. Hampir setengah isi lemari pakaian dan rak sepatu Mia sudah berpindah tempat ke mobilnya. Tak sulit bagi Raisa untuk menggondol selembar kaos dan celana jins untuk dipakai nge-date bareng Glenn siang ini.

Entah kenapa Raisa semakin yakin bahwa Glenn lah the one. Tapi tidak begitu dengan Mia. Raisa kembali mengingat percakapannya dengan Mia saat hendak meminjam bajunya tadi.

‘Elu rela bohong ke nyokap demi jalan sama Glenn? Seorang Raisa yang patuh Mama banget itu?’ teriak Mia syok, lengkap dengan mata bulat membesar dan nada bicara naik satu oktaf.


‘Iyap! Hehehe abis gua kayaknya gak bisa nolak gitu. Tau sendiri kalo gua bilang nyokap, gak bakal dibolehin, ‘ sahut Raisa santai sambil memilah-milah tumpukan baju milik Mia. ‘Yang ini bagus, masih ada mereknya lagi. Gua pinjem yang ini ya? Ya? Ya?’ Raisa menjerengkan blus polka dot biru muda di depan hidung Mia.

Mia menepis baju itu. Membuat alis Raisa mengernyit. ‘Gua perhatiin belakangan ini lu mendadak ngebet banget sama Glenn. Elu emang beneran naksiiiiirrr gobang gosir sama dia atau..’

‘Atau apa?’

‘Atau elu sebenernya lagi kebelet move on dari seseorang, atau untuk nunjukin ke seseorang kalo elu udah move on, atau elu lagi cari pelarian untuk melupakan seseorang, atau..’

‘Ssssttt,’ buru-buru Raisa membekap mulut Mia dengan kaus di tangannya. ‘Jangan mulai lagi dengan teori sotoy elu yang gak pernah bener itu. Udah ah, gua pinjem baju sama jinsnya. Raisa yang cantik ini mau jalan dulu sama Glenn,’ sambungnya dengan senyum sumringah, seperti hendak dinikahi Pangeran Inggris.

‘Jalan ke mana?’

Raisa mendelik ke arah Mia. ‘Dih kepo, mau tauuuuu aja.’

***

Raisa bengong, menatap kosong layar besar itu sambil mendekap kantong popcorn karamel yang sisa seperempatnya saja. Film baru berjalan tak kurang dari lima belas menit dan dirinya sudah merasa terasingkan, terdampar di sebuah kursi empuk dan ‘terpaksa’ menonton film action yang bukan favoritnya banget. Raisa benci film action. Tadinya ia berharap Glenn mengajaknya nonton film berbau romansa, atau setidaknya komedi. Bukan film pertumpahan darah seperti ini. Aktornya yang ganteng pun tidak menolong kebosanan yang menghinggapi dirinya.

Sejak tadi ia dilema. Ia gak suka filmnya, tapi kalau bilang gak suka sementara Glenn terlihat begitu antusias, Raisa takut dicap sebagai cewek ‘cerewet’ dan mengacaukan first date mereka ini. Begitu pula ketika hendak membeli popcorn.
'Yang enak tuh popcorn karamel. Kita pesen itu aja ya?’

‘Oh.. eh.. iya.’ Padahal favorit Raisa adalah rasa keju.

Samar-samar hidung Raisa menangkap sebuah aroma yang tidak asing. Makin lama aromanya makin jelas seiring dengan grasak-grusuk dan cekakak-cekikik dari arah kiri. Hingga akhirnya Raisa merasa mengenali sumber aroma ketika dua sejoli menghempaskan bokong di dua bangku kosong persis di sebelah kiri Raisa.

Dua orang itu tampak cuek dengan keributan yang mereka ciptakan, lengkap dengan seabreg makanan (dua kantong popcorn yang mengeluarkan aroma keju) dan minuman di pangkuan masing-masing. Sedang asyik memerhatikan, tau-tau si cowok mendapati Raisa.

Cowok itu terdiam sejenak, lalu membuang muka, seperti tidak melihat apa-apa. Membuat si cewek pasangannya terlihat keheranan dan ikut menoleh.

‘Raisa!!!’ ujarnya heboh. Sadar seisi teater mendelik ke arahnya, si cewek memelankan suaranya. ‘Elu nonton di sini juga?’

Raisa nyengir dengan tampang ‘menurut lo’ yang kentara sekali. Padahal tadi ia sudah merahasiakan akan pergi ke mana dengan Glenn. Malang tak dapat ditolak, Untung adalah nama tukang siomay keliling di komplek tempat tinggal Raisa. Ternyata Jakarta kurang cukup besar hingga dirinya ‘accidentally’ ketemu Mia yang sedang nge-date dengan tunangannya.

‘Lho, Mia di sini juga?’ ujar Glenn yang ternyata memerhatikan. ‘Elu sama.. si anak baru itu. Kalian pacaran yaaa?’

‘Yeee.. orang nonton berdua dibilang pacaran. Elu sama Raisa aja gak pacaran kan?’ tandas Mia cuek.

Glenn hanya menaikkan bahu, lalu kembali fokus menonton film. Cuek sekali, pikir Raisa.

‘Mau popcorn?’ Mia menyodorkan kantong popcorn miliknya persis di depan hidung Raisa. ‘Favorit elu nih.

‘Gue masih punya, ‘ Raisa menggoyang-goyang kantong popcorn miliknya.

‘Itu kan yang karamel. Keju nih favorit elu. Gak usah gengsi deh.’

‘Mia, kalo orangnya gak mau ya udah,’ suara Kevin menyedot kembali perhatian Mia.

Perut Raisa terasa mencelos saat mendengar kalimat Kevin. Untuk pertama kalinya Kevin memakai istilah ‘orangnya’ untuk menyebut dirinya. Bikin Raisa merasa benar-benar asing dengan orang itu. Tiba-tiba Raisa ingin menampar diri sendiri. Kenapa sekarang aku ngerasa aneh? Harusnya aku seneng kalo dia pura-pura asing! Kamu aneh, Raisa!

***

Kacau sudah first date Raisa dengan Glenn kali ini. Tiba-tiba, tanpa meminta pendapat Raisa, Glenn mengajak Mia dan Kevin gabung dengan mereka. Semacam double date gitu. Padahal tadinya Raisa ingin dating kali ini, dia bisa ngobrol banyak dengan Glenn, saling tahu lebih banyak tentang satu sama lain. Tapi, dating mereka malah diisi dengan suara cempreng Mia yang selalu bercerita dengan heboh, dan selalu doyan mendominasi acara.

Wajah Raisa ditekuk sempurna ketika mereka berempat sama-sama menuju tempat parkir. Mia dan Kevin berjalan tiga meter di depannya. Si perempuan berjalan sambil berjingkrak-jingkrak, seperti habis menang lotre. Sedangkan si lelaki tampak senang sekali melihat pola tingkahnya.

Tau-tau dari arah depan, muncul mobil yang disetir ugal-ugalan. Bannya berdecat-decit seperti sedang berada di lintasan drifting. Dengan sigap Kevin menarik Mia yang berjalan dengan sembrono, hingga tubuh cewek itu menempel padanya.

‘Kamu hati-hati dong kalau jalan. Kalau gak kutarik, bisa ketabrak kamu.’

‘Siap, Bos! Hehehe maaf deh, jangan cemberut.’

Dan dua sejoli itu melanjutkan perjalanan… dengan si cewek tak lepas lagi dari rangkulan si cowok.

***

Raisa kembali ke kamar mungilnya dengan perut kenyang setelah menandaskan makan malam dan menuntaskan tugas mulia mencuci piring dan membereskan meja makan. Resiko sebagai satu-satunya anak yang tersisa di rumah ini. Pernak-pernik Belanda koleksinya yang ia kumpulkan sejak sore masih berserakan di lantai. Raisa ingin membuang semuanya kecuali satu, kotak musik kincir angin –hadiah ulang tahun dari Glenn. Karena hanya benda itu yang tak ada kaitannya dengan Kevin.

Sekali lagi, Raisa membuka semua laci di sisi tempat tidurnya. Ada satu benda yang belum ia temukan. Di laci, di bawah tempat tidur, di atas lemari, semuanya tidak ada. Raisa lupa dimana ia meletakkannya tiga tahun yang lalu. Ia lupa pernah memindahkannya atau mungkin sudah membuangnya.

Ragu-ragu, Raisa membuka lemari pakaian miliknya. Rasa-rasanya tidak mungkin benda itu disimpan di sini. Kalaupun ada, pasti sudah terlihat ketika Raisa mengambil pakaian. Atau sudah dibuang Mama ketika menyimpan pakaian Raisa yang sudah disetrika.

Mata Raisa meneliti rak yang paling atas hingga yang paling bawah. Kemudian tatapannya tertumbuk pada tumpukan kotak sepatu serta kantung-kantung berisi tas milik Raisa yang diletakkan di rak paling bawah. Dengan sigap, Raisa mengeluarkan kotak dan kantung itu satu per satu. Hingga akhirnya, hanya tersisa sebuah kotak pipih berwarna pink.

Raisa meraihnya dengan tangan sedikit gemetar, lalu membuka tutupnya. Isi kotak itu masih tersusun rapi, tidak pernah disentuh. Warnanya masih cantik, walau samar terlihat bintik-bintik putih, pertanda kedaluwarsa. Benda itu adalah cokelat pemberian Kevin saat SMP. Cokelat yang tidak pernah Raisa sentuh sama sekali.

Ketukan di pintu kamarnya membuat Raisa buru-buru menutup kotak cokelat itu. Kepala Mama muncul dari balik pintu. ‘Ya ampun, berantakannyaaaa! Abis ngapain kamu?’

‘Justru aku lagi beres-beres, Mamaaa. Kamarku sumpek, kebanyakan barang. Mau aku buangin yang gak penting.’

‘Ya udah, ‘ Mama hendak menutup pintu, tapi kemudian kembali menyembulkan kepalanya. ‘Hampir lupa kan. Di depan ada temen kamu si Mia. Suruh masuk ke kamar aja atau..’

‘Suruh masuk aja deh.’

Belum sampai dua menit, kamar Raisa sudah penuh dengan suara Mia. Cewek itu langsung menghambur ke kasur Raisa tanpa permisi, karena kamar ini sudah semacam ‘kamar kedua’ baginya. Dari pakaian yang ia kenakan, Raisa tau kalau Mia belum menginjakkan kaki di rumahnya sendiri.

‘Bonyok lagi keluar negeri, gua males pulang ke rumah.’

Like always,’ sahut Raisa cuek. Ia masih sedikit dongkol dengan Mia, si pengacau first date.

By the way, tadi lu ngobrol banyak gak sama Glenn? Dia udah nembak? Cerita dong!’ ujar Mia, tangannya menjamah kotak musik di sisi tempat tidur Raisa. ‘Eh, ini kok gak ada tuasnya? Nyalainnya gimana?’

Raisa meraih kotak musik di tangan Mia, lalu menunjukkan cara menyalakan musiknya. ‘Gak elu, gak nyokap gua, masa gak ada yang ngerti sih nyalainnya, ‘ ujarnya sambil menyerahkan kembali kotak musik itu ke tangan Mia. ‘Glenn nembak kata lu? Boro-boro mau nembak, I met a couple that didn’t give time for just two of us.’

Mia menepuk jidatnya sendiri. ‘Oooooooh, jadi elu tadi keganggu? Pantes muka lu bete gitu. Kirain karena masih laper. Bilang kek sama gua. Jadinya kan tadi gua bisa enyah dari kalian. Hahaha,’ tutur Mia, merasa suci dari dosa.

Raisa menatap Mia dengan tampang bete. ‘T-E-L-A-T!’

Mia cekikian melihat muka Raisa begitu masam karena bete. ‘Nyokap lu masak apa? Gua laper nih. Masih ada makanan gak?’ Mia sudah sangat terbiasa dengan keluarga Raisa yang sangat welcome padanya. Hingga sudah nyaman bagai di rumah sendiri.

‘Nyokap tadi masak seafood enaaakkk banget dan sayangnya gak bersisa. Kalo gue bikinin mie instan aja gimana?’

‘Boleh deh. Gua percaya lah sama mi instan buatan elu,’ Mia menepuk-nepuk perutnya sendiri.

‘Dasar.. Ya udah, barang gua jangan diganggu nih. Udah disortir!’

‘Siap Kakaaaak!’

***

Tidak sampai sepuluh menit, Raisa kembali ke kamarnya dengan membawa nampan berisi sepiring indomi goreng dan dua botol jus jambu.

‘Nih, dua bungkus gua masakin buat elu,’ Raisa berkata sembari meletakkan nampan itu di meja dekat tempat tidur.

‘Serius? Wih asik banget! Raisa itu emang sohib gue paling spektakuler deh!’ Tanpa banyak bicara lagi, Mia segera melahap ‘makanan spesial’ untuknya itu dengan sangat kalap. Raisa hanya geleng-geleng kepala sembari meneguk jus jambu jatahnya.

Menit berikutnya hanya diisi keheningan. Yang terdengar hanya dengung pendingin ruangan serta bunyi sendok yang sesekali beradu dengan piring. Raisa hampir selesai mengepak barang-barang yang ingin ia buang ketika Mia menandaskan makanan dan minumannya, kemudian bersendawa keras diiringi cekikian khas Mia. Raisa mendelik ke arah Mia. Sohibnya itu tau betul kalau Raisa paling sebal mendengar sendawa.

‘Jorok!’

‘Jorok apanya? Sendawa itu sehat, tau!’ sahut Mia santai, masih diiringi cekikian puas. Tapi tidak sampai dua menit kemudian, ekspresi wajah Mia mulai berubah. ‘AC lu kok tiba-tiba dingin banget ya?’ ujarnya sambil mengusap-usap lengannya sendiri.

Raisa meraih remote AC yang tergeletak di atas kasur. ’20 derajat kok. Gak dingin-dingin amat. Lu sakit kali?’

‘Mungkin,’ kali ini Mia memijat keningnya sendiri. ‘Tiba-tiba gua pusing dan perut gua gak enak banget. Rasanya mual tapi bikin nyesek.’

Raisa beranjak mendekati Mia ketika sohibnya itu mendadak lemas dan terlentang pasrah di kasur. Buru-buru ia meraba kening Mia. Gak demam sama sekali, tapi telapak tangan Mia sangat dingin.

‘Lu kenapa Mi? Jangan bikin gua panik gini deh!’ Raisa mematikan AC lalu menggenggam tangan sohibnya itu. Badan Mia jadi dingin, pusing, dan perutnya mual. Jangan-jangan dia.. ‘Ya ampun! Jangan-jangan mi instan!’ Secepat kilat Raisa berlari ke dapur, membongkar kotak sampah, dan membaca tanggal kedaluwarsa yang tertera di bungkus mi instan yang tadi ia masak. Belum kedaluwarsa.

‘Kayaknya elu keracunan deh, Mi. Elu makan apa aja sih tadi?’

Mia berusaha duduk sambil memegangi kepalanya. Tangannya menunjuk sesuatu yang tergeletak di lantai. Raisa mengikuti arah telunjuk Mia dan mendapati kotak cokelat berwarna pink itu setengah terbuka. Dengan sigap Raisa meraih kotak cokelat itu dan syok ketika melihat isi kotak telah raib setengah nya.

‘YA TUHAN! ELU MAKAN INI?’

Mia mengangguk pasrah.

‘INI UDAH KEDALUWARSA TIGA TAHUN MIAAAAA! YA TUHAN! MAMAAAAAA PAPAAAA, KITA KE RUMAH SAKIT SEKARANG!’

***

Isi perut Mia sudah dikuras ketika Kevin menerobos pintu UGD dengan wajah pucat karena panik. Mama dan Papa Raisa segera keluar dari ruangan, mengurus administrasi. Tidak ada hal serius sehingga Mia hanya butuh rawat jalan. Wajah Raisa kembali putih kemerahan karena lega.

‘Kamu makan apa sampai jadi begini?’ Kevin mendekati Mia ketika dokter dan orang tua Raisa meninggalkan ruangan.

‘Salah aku sih, tadi kelewat rakus di rumahnya Raisa. Niatnya pengin liat dia marah-marah karena cokelat di kamarnya aku makan. Eh, ternyata cokelatnya kedaluwarsa,’ ujar Mia sambil cengengesan.

Tatapan Kevin kini beralih pada Raisa. Tatapan menghakimi. ‘Kamu -kenapa makanan kedaluwarsa disuguhin ke tamu. Apa itu gak keterlaluan?’

Raisa melotot kaget dituduh demikian. ‘Cokelat itu mau gua buang sebelum tunangan lu ini dengan jahil memakannya! Kenapa jadi gua yang salah?’

‘Kenapa juga kamu nyimpen makanan kedaluwarsa?’

‘Kevin,’ tangan Mia menyentuh pelan lengan Kevin. ‘Udah, jangan nyalahin Raisa. Kan tadi aku udah jelasin kalo aku yang salah. Abis itu cokelat kelihatan enak banget. Kotaknya pink, isinya warna-warni gitu.’

‘Cokelat? Kotak.. pink?’ tanya Kevin pelan. Bersamaan dengan itu, pintu ruangan menutup dengan keras. Raisa menghilang di baliknya.

***

Raisa duduk sendirian di sebuah bangku taman rumah sakit. Udara malam yang dingin membuatnya harus meringkuk, merapatkan jaket yang dikenakannya. Senyum tipis terulas di wajahnya begitu ia menatap alas kaki yang ia kenakan. Saking paniknya, Raisa lupa kalau ia masih memakai sandal rumah dengan kepala moo yang jauh lebih besar dari kakinya sendiri. Tapi beberapa saat kemudian senyum tadi hilang digantikan cemberut berkepanjangan.

‘Kenapa jadi gua yang disalahin? Jelas-jelas tunangannya yang sembarangan makan cokelat orang! Memangnya gua yang kasih itu cokelat ke dia? Memangnya dia pikir gua segila itu? HAH!’ Raisa mengumpat-umpat kesal. Beberapa detik kemudian ia berteriak kesal seperti orang gila. Berpikir bahwa tidak akan ada yang mendengarnya di sini, sebelum…

‘Aku minta maaf,’ suara itu membuat Raisa spontan menoleh. Kevin berdiri tidak kurang dari dua meter di belakangnya. Bersandar di sebuah pohon dengan tangan bersedekap di depan dada. Raisa langsung buang muka begitu mendepati sosok itu bergerak mendekatinya. Cewek itu menghembuskan napas keras begitu Kevin duduk di sebelahnya. Sengaja menunjukkan ketidaksukaan. Harum aroma tubuh cowok itu berseliweran ketika angin malam menerpa mereka.

‘Aku minta maaf karena udah nuduh kamu tadi. Aku gak tau kenapa kamu masih nyimpen cokelat itu, tanpa dimakan. Aku gak tau kenapa kamu selalu marah-marah tiap aku ajak bicara. Untuk semua yang gak aku tau itu, aku minta maaf,’ ujar Kevin lagi. Untuk beberapa saat mereka membiarkan diri mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing. Kevin masih berpikir, memilah-milah kata yang tepat untuk diucapkan. Sementara Raisa hanya membisu. Sampai akhirnya Kevin kembali buka suara. ‘Tapi bisakah kamu beritahu aku, kenapa cokelat itu masih kamu simpan?’

‘Lu gak perlu tahu,’ sahut Raisa ketus.

Kevin menghela napas, kecewa. Hampir putus asa menghadapi perempuan satu itu. ‘Memangnya kamu gak mau hubungan kita asik kayak dulu?’

Raisa memainkan ujung-ujung jaketnya sambil berpikir. Ia masih belum bisa mendapatkan apa yang membuatnya begitu tidak ingin berbaikan dengan Kevin. Karena dia tunangan Mia-kah? Karena pertengkaran mereka saat SMP-kah? Karena Kevin pergi tanpa pamit dan gak pernah kasih kabar-kah?

‘Buat apa?’ ujar Raisa akhirnya. ‘Waktu, situasi, kamu, dan aku.. semuanya udah berubah. Gak ada yang bisa kembali kayak dulu. Kecuali kalau kita punya mesin waktu,’ Raisa diam sejenak, menelan ludah sebelum melanjutkan. ‘Dan aku juga gak mau kayak dulu.’

Kevin tersenyum getir mendengarnya. Gadis di sisinya ini benar-benar keras kepala. ‘Waktu, situasi, dan kamu mungkin memang sudah berubah. Tapi tidak denganku. Tapi kalo memang itu yang kamu mau, oke. Mulai malam ini, Raisa Princessa Nirvana… aku nyerah atas kamu.”

Tanpa menunggu jeda, Kevin segera bangkit dan berjalan menjauh dari gadis yang kini tercenung menatap punggung yang meninggalkannya seorang diri. Selesai. Semuanya sudah selesai, batin Raisa senang. Tapi sedetik kemudian ia mulai bingung, apakah betul dirinya senang akan hal itu? Kalau ia benar-benar senang, kenapa tiba-tiba air mata jatuh di pelupuk matanya?

When someone is so sweet to you, don’t expect that they will be like that all the time because even the sweetest chocolate expires..



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar