Aku di sini,
Di salah satu sudut café yang sejuk dan makanannya murah ( tentu saja )
Sudut itu tempat favoritku, tempat paling nyaman untuk gadis tidak popular sepertiku,
Tempat paling nyaman untuk memperhatikan orang tanpa takut ketahuan,
Dari sudut ini pula aku selalu melihatnya,
Dengan kaus dan jins belel, namun terlihat catchy, nyeni sekali,
Bagiku kehidupannya seperti halaman buku yang terbuka
Mudah dibaca
Dan..
Aku selalu membaca kisahnya,
Tentang dia dan wanita wanita cantik yang menjadi kekasihnya,
Entah sudah beberapa kali dia mencintai wanita, sampai sampai aku hampir hafal bagaimana tipe wanita yang disukainya, cantik ( Sepertinya itu syarat mutlak )
Aku mengikuti kisah cintanya
Sejujurnya bukan karena ceritanya bagus, hanya saja aku, entah diam diam atau tidak, mengagumi si pemiliik kisah ini..
Lagi-lagi aku membaca kisahnya,
Bersama gadis cerewet yang telah mengambil hatinya namun menolak mengembalikan,
Sepertinya dia sangat tergila-gila dengan wanita ini,
Kisah yang ditorehkan memang indah, penuh dengan tawa, rasanya mereka bisa terbawa angin kapan saja jika sedang bersama, ringan, tanpa beban
Namun ternyata sesuatu yang -memang seharusnya- tak kuketahui membuat kisah menarik ini berakhir dengan unhappy ending
Seperti yang telah kudapat dari pengamatanku selama ini, tidak perlu waktu lama untuknya untuk menemukan kekasih baru,
Kali ini dengan gadis pintar yang berdasarkan pengamatanku bukan tipe nya sama sekali,
Yang kuketahui, selama ini dia tidak pernah menjalanin hubungan dengan gadis pintar ( gadis pintar mana yang mau berpacaran dengan orang yang jelas jelas di jidatnya tertulis besar besar ‘GUE PLAYBOY CAP GAJAH KAYANG’?)
Yah, seperti yang sudah sudah, kisah cintanya seperti popcorn caramel yang kubeli saat nonton di XXI, manis dan crunchy. Dia selalu berhasil membawa masuk gadis gadis itu ke dalam kehidupannya yang nge-flow seperti tanpa tujuan. Aku mungkin tau apa arti hidup baginya; musik, kopi, petualangan dan cinta.
Seperti yang kubilang tadi, kisah cintanya seperti popcorn caramel, saking enaknya sehingga ia cepat habis. Dia menutup kisahnya dengan gadis pintar ini.
Lalu aku membaca kisahnya lagi,
Kali ini dengan gadis mungil yang ditatapnya bagai orang buta baru melihat mentari yang indah,
Seperti Jacob Black yang meng-imprint Reneesme, bayi setengah vampir hasil pernikahan Bella Swan dengan vampir gorgeous Edward Cullen
(lagi-lagi) dari sudut café ini aku memperhatikan mereka,
Gadis itu cantik, berperawakan mungil, usianya terpaut kira-kira empat tahun lebih muda dari si Casanova KW ini.
Sepertinya tidak ada yang spesial jika kau memerhatikan gadisnya, namun jika kau memerhatikan si lelaki dari sudut pandangku yang telah mengamatinya dengan berbagai jenis gadis, tentulah kau melihat ada yang spesial dari gadis ini,
Karena seperti yang kubilang, tatapan nya ke gadis ini ‘lain’
Bukan karena ia menatapnya dengan menjulingkan mata, tidak, bukan itu yang kumaksud.
Tapi lain yang benar-benar lain
Oke, biar kujelaskan
Mungkin seperti suku oompa loompa memandang buah coklat, sangat memuja namun tidak bernafsu
Mungkin seperti orang tua yang baru melihat balitanya bisa berjalan, sangat bahagia,
Senyumnya lain, tatapannya lain,
Dia seperti menemukan the right..
Mungkinkah ini penutup kisahnya?
Ternyata tidak,
Beberapa minggu setelah kedatangannya dengan gadis terakhir, kali ini aku melihatnya datang ke café ini bersama.. oh my god! Gak mungkin! Ralat: kali ini aku melihatnya datang ke café ini SENDIRIAN!!!
Ya, benar benar sendiri,
Mungkinkah kisahnya dengan si gadis mungil juga berakhir?
Tapi ada yang ‘lain’
Biasanya, tidak ada kata ‘murung’ dalam kamusnya, apalagi setelah ia putus cinta..
Tapi kali ini ia tampak sangat kehilangan,
Rambutnya lebih kusut dari biasanya, dan alisnya bertaut sedemikian rupa
Dan yang lebih buruk
kondisi ini bertahan lebih dari dua minggu !!
ada apakah????
Hari kelima belas dia mengunjungi café tanpa seorang pendamping,
Memesan segelas kopi hitam tanpa gula, dan termenung..
Aku memandanginya diam-diam, selalu begitu,
Tapi hey! Dia balas memandangiku!
Tidak butuh waktu lama baginya untuk bangkit, membawa serta cangkir kopinya ke mejaku, lalu duduk persis di sebelahku, membuatku terhimpit di antara dirinya dan tembok dingin café. Aku berdoa dalam hati agar dia tidak bisa mendengar jantungku yang berdetak heboh (goblok, tentu saja dia tidak bisa dengar)
‘Aku ingin tau apa yang membuat seorang gadis selalu duduk di tempat ini,’ dia bersuara, aku menahan diri untuk tidak melompat kegirangan. ‘Aku Kairo, kamu?’
OH MY GOD! Apa ini giliranku?
0 komentar:
Posting Komentar