Aku memandangi tangannya yang terulur kepadaku,
putih kecoklatan, kaku, dengan urat-urat di tangan yang menonjol.
Dengan ragu aku menjabat tangannya. ‘Kanaya,’ kataku pelan.
(Bukannya sok manis, tapi aku nyaris kehilangan suaraku saking grogi berhadapan dengannya)
‘Kanaya,’ gumamnya sambil menatapi kopi hitamnya yang belum diseruput.
‘Bagaimana biasanya orang manggil kamu?’ tanyanya masih menatap kopi.
Bahkan secangkir kopi saja lebih menarik daripada aku yang manusia. Sial.
‘Kana, mereka biasanya memanggilku Kana,’ jawabku sambil terus memandangi objek super cakep di hadapanku ini.
‘Kalo gitu aku manggilnya Nay aja deh. Biar samaan, aku Kai, kamu Nay. Gimana?’
secara tiba-tiba dan mengagetkan aku, dia menoleh, menatap persis di kedua bola mataku sambil tersenyum.
Maakkk, senyumnya sanggup bikin segenap sel di tubuhku jadi hidup.
Gantian aku yang menekuri cangkir latte ku.
Berdoa semoga Tuhan menyediakan jantung satu lagi untukku.
Karena sepertinya jantungku gak cukup kuat untuk terus berdebar-debar norak begini.
‘Boleh,’ ujarku gugup.
Aku (berharap) ini permulaan kisahku dengannya, giliranku..
Aku mendengar lebih banyak tentangnya,
Namanya Kairo Chandra Kinanta
Seperti dugaanku, dia menyukai petualangan, music, kopi, dan wanita..
Namun sepertinya aku belum diizinkan masuk ke daerah rawan nya, lovelifenya..
Kau penasaran bagaimana dia?
Setelah mengamatinya dari dekat, aku merekam wajahnya dengan baik di memoriku,
Kulitnya yang putih, gosong terkena matahari,
Hasil bertualang keliling Indonesia, katanya.
Matanya bening, dengan lensa hitam pekat, tajam seperti elang,
Hidungnya bagus, mancung maksudku,
Hari ini aku habiskan dengan duduk berjam-jam di café bersamanya,
Mengobrol ngalor ngidul tentang diri masing-masing,
Tuhan, bisakah aku minta hari ini tidak berakhir saja?
‘Gosh, udah jam enam,’ katanya sambil menepuk jidat.
‘Masa? Ya ampun!’ aku pura-pura kaget.
Padahal aku sudah menyadarinya sejak lima menit yang lalu,
Tepatnya setelah aku melirik beberapa pelayan café yang mulai bersungut-sungut
Karena kami hanya memesan minuman, tapi ngobrol berjam-jam.
‘Besok kamu ke sini lagi?’ tanyanya.
‘Habis kuliah,’ jawabku. ‘Kenapa?’
‘Kalo kamu ke sini, aku mau ke sini juga. Mau ngobrol lagi hehehe,’ jawabnya.
‘Ngobrol berjam-jam dan dipelototin pelayan café gara-gara cuma minum doang,’
‘Hahaha kamu ini, besok aku traktir makan deh,’ alamak dia ketawa.
Aku mencengkeram BlackBerry erat-erat, takut BBku jatoh ku karena badanku gemeteran norak melihat dia tertawa.
Manis sekali.
‘Eh, minta pin BB nya ya.’
0 komentar:
Posting Komentar