KAIRO’S VIEW
Aku
menginjak gas sejadi-jadinya,
Sampai-sampai
aku lupa kalau mobil mewah yang sedang kukendarai ini mobil sewaan,
Gila!
Bisa-bisanya ya aku lupa kalau malem ini aku mau ngerayain ulang tahun Nay!
Gimana bisa
aku lupa?
Aku bahkan
sudah menghabiskan lebih dari separo uang bulananku!
Rasanya malu
sekali pada blazer yang kukenakan!
Jam di dashboard menampakkan angka 10:46
Jam segini,
apa yang harus kuharapkan?
Berharap Nay
masih menunggu di sana?
Atau malah
berharap dia sudah pulang?
Aku akan
merasa sangat bodoh kalau dia masih menunggu di sana..
Tapi, aku
akan lebih merasa bersalah lagi kalau Nay ternyata sudah pulang!
Ah, kau ini
Kairo! Bagaimana bisa kau membuat kecewa sahabatmu sendiri?
Terlebih
lagi di hari ulang tahunnya!
Aku memarkir
mobil tepat di depan pintu cafe,
Jam segini
tukang parkir mana yang masih memusingkan tempat parkir?
Shit! Lampu cafe sudah dimatikan!
Pintunya bahkan sudah dikunci..
Mengutuki
diri sendiri rasanya tidak cukup!
Tanganku
meraba-raba saku mencari ponsel! Aku baru ingat sejam lima jam yang lalu aku
sama-sekali tidak menyentuh benda itu..
Hanya ada
satu pesan via Blackberry Messenger
dari Nay,
Kubaca
isinya
“Kai, i’ve been in, kamu dimana?”
Membaca
pesan itu bikin aku geregetan pada diri sendiri!
Aku men-dial nomor ponsel Nay, berharap dia
belum tidur..
Sekali..
Dua kali..
Tiga kali..
Teleponnya
tidak diangkat! Apa Nay benar-benar sudah tidur?
Tapi aku tau
dia, dia mudah sekali bangun kalau mendengar ponselnya berdering,
Dan kalau
tau itu dari aku, dia selalu rela menjawabnya..
Tiba-tiba
mataku menangkap sesuatu berwarna putih di atas meja sudut cafe,
Aku
mendekati sisi sudut cafe,
Tadinya aku
akan mengajak Nay makan malam di meja sudut cafe itu..
Terlihat
jelas dari dinding kaca yang bening, seonggok choco cream cake dengan
lelehan lilin di atasnya.
that's the most tragic birthday cake i've
ever seen
and it makes me feel like dumb!
Oke, aku
harus ngapain sekarang?
Apa? Ke
rumahnya? Baiklah..
Baru akan
membuka pintu mobil, ponsel di tanganku tiba-tiba berdering..
“Halo, Nay!”
sapaku terlalu bersemangat
“Nak Kairo, ini Ibu.. Navita sudah sadar,
tapi dia ngamuk-ngamuk.. kamu bisa bantu Ibu kan, Nak? Ibu gak tau harus
gimana..”
Navita sudah
sadar! Terima kasih Tuhan!
***
KANAYA’S VIEW
Tiba-tiba
pagi harinya aku sudah di kamar saja,
Tidak! Apa
yang terjadi semalam?
Kenapa
tiba-tiba aku sudah berada di kamar?
APA AKU
HABIS TIDUR DENGAN SESEORAAAANG?
Oh, skip that. Itu berlebihan.
Masih
mengenakan gaun dan make up tebal, heran juga aku masih bisa tidur nyenyak..
Aku mencoba
mengingat-ingat apa yang terjadi semalam,
Aku datang
ke cafe, cafenya sepi karena sudah di-booked
untuk private dinner,
Dan yang
nge-booked tidak datang..
Lalu aku
sedih, sedikit patah hati..
Dan..
Dan..
Samar-samar
hidungku menangkap aroma yang asing di dalam kamarku ini..
Tak sengaja
tanganku menyentuh sesuatu yang menyembul dari bawah pahaku..
Aku
menduduki sebuah jaket biru dongker
Jaket siapa
ini? Seingatku aku tidak punya jaket sport
seperti ini..
Dan bau
parfumnya, yang tadi kuendus, juga bukan bau parfumku,
Otakku
memang belum bisa langsung berfungsi ketika bangun tidur,
Aku
‘menekan’ tombol rewind pada otakku,
Semalam
itu.. seingatku ada seseorang yang mengantarku pulang,
Dia
memberikan jaketnya padaku karena kasihan melihat bahuku kemana-mana tengah
malam..
Aduh siapa
ya orang itu? Kenalan saja tidak sempat.
Aku hanya
ingat wajahnya yang agak oriental walau tidak sesipit Ernest Prakasa,
Itu pun
tidak terlalu ingat,
maklum saja, hari sudah gelap dan mataku berembun karena.. yah..
sedikit menangis
‘KANAYAAAA!!!
SUDAH JAM BERAPA INI!!!!!’
Ups,
Teriakan Ibu
memang selalu berhasil mengumpulkan seluruh nyawaku!
***
Aku nongol
di kampus dengan tampang kusut,
(walalupun
normalnya ya tampangku udah kusut)
Normal :
kemeja tidak disetrika
Hari ini : kemeja
tidak disetrika yang keinjek babi abis diseret badak lomba lari
Kelopak
mataku terpaksa kupulas eyeshadow hitam
tebal seperti Farrah Quinn untuk menutupi sembab karena menangis semalam..
Aku juga
sengaja mengenakan kacamata bening untuk menyamarkan eyeshadow-ku
Kairo muncul
di hadapanku begitu kelasku bubar..
Penampilannya
tidak lebih baik dari aku,
Rambutnya
kusut dan matanya merah..
Ia berdiri
di hadapanku dengan senyum paling menjengkelkan yang pernah aku lihat
‘Beneran, sorry banget soal semalem. mendadak aku
punya urusan emerjensi banget. Sorry, ya?’
Ia
mengatupkan kedua telapak tangan tepat di depan dagunya. Ia tersenyum dengan
sangat-sangat tidak enak hati.
Aku belum
menemukan kata yang pas untuk kusemburkan padanya,
Harus bilang
apa aku? Harus ngapain aku?
Di kepalaku
muncul beberapa pilihan;
1. Aku gaplok dia seniat-niatnya terus teriak
histeris ‘KAMUH JAHAAAATT!!’ lalu lari-larian sepanjang koridor dengan slow motion. Kemudian sontrek film india
samar-samar mengudara entah darimana
2. Aku pasang wajah sinis ala tante-tante bengis di
sinetron Tersanjung 117 (baca: mata dispit-sipitin, idung dikembang-kempisin,
muka agak nyerong ke samping) terus bilang, ‘AKU GAK BAKAL MAAFIN KAMUH!’
3. Tiba-tiba aku ngeluarin laser-gun dari dalem tas dan dengan ganas nembak-nembakin ke badan
Kairo sambil ketawa bar-bar. Iya, kayak yang di film-film koboy.
STOP KANAYA!
STOP!
Berhenti
berkhayal jadi sutradara!
‘Santai aja
lah, Kai. Aku juga gak lama di sana. Setengah jam nunggu, kamu gak dateng, ya
aku pulang.’
HAH! KALIMAT
MACAM APA INI?
SIAPA
PEMILIK MULUT INI?
‘Beneran
kamu gak marah? Serius, aku ngerasa bersalah banget. Kamu mau makan aku
sekarang juga gak apa-apa.’
Aku sedikit
tertawa mendengarnya.
‘Aku gak
marah. Dan gak niat jadi kanibal juga. Tapi kalo dibayarin makan spaghetti bolognaise extra cheesse aku
niat banget.
Kairo
mendadak tersenyum lega. Gigi crossbite-nya
bikin aku berusaha ekstra untuk gak menerbab tubuhnya sekarang juga.
‘Baiklah,
Nona. Spaghetti bolognaise extra cheesse
untuk menebus kesalahan saya.’ Kai membungkuk bak seorang pelayan putri.
‘Ini makhluk
dalem perut keburu ngadu ke Kak Seto deh.’
‘Hahaha,
ayok!’
Seperti biasa,
dia selalu dengan ringannya merangkul bahuku sambil berjalan,
Kalau sudah
begini, aku tidak peduli lagi apa yang terjadi semalam, kemarin, atau kapan..
Bagaimana perasaannya,
apa artiku dimatanya, bagaimana seharusnya aku menamai hubungan ini, aku tidak
peduli..
Asal bersamanya,
aku sudah merasa cukup..
***
‘Voila! Spaghetti bolognaise extra cheesse, dibuat
dengan penuh niat. Persembahan buat Nona paling rakus sedunia.’
‘Dih,
ujungnya gak ngenakin banget.’
Kai
meletakkan dua piring spaghetti di
meja. Bikin sendiri.
Berhubung
dia sudah booking cafe semalem dan
acaranya gagal total, si pemilik cafe yang untungnya baik ngasih kita gratisan
siang ini..
Aku mengendus
aroma spaghetti itu. Hm, smells good.
Seperti tidak
diperintah otak, tanganku langsung meraih garpu dan membawa makanan itu ke
dalam mulutku. Rasanya.. yah.. lumayan.. enak.. banget..
‘Baca doa
dulu kali neng,’ Kai yang duduk di sebelahku memperhatikan dengan heran.
‘Ini enak. Sumpah.
Aku gak tau orang kayak kamu bisa masak seenak ini.’
Kai tertawa
lagi. Tawa renyahnya selalu bikin kesempatanku untuk kena serangan jantung
lebih tinggi.
‘Biasa,
naluri anak kos.’ Suara Kai terdengar melemah.
Otakku mengambil
kendali menghentikan tanganku yang terus-terusan menyendok spaghetti.
Beda
denganku, sedari tadi Kairo hanya mengaduk-aduk spaghetti-nya.
Aku baru
mendapati bahwa sedari tadi, walaupun ia sering tertawa, tapi ada guratan kesedihan di matanya. Aku jadi penasaran.
‘Are you okay?’
Lama Kairo diam sebelum akhirnya menjawab, ‘Not at all’
‘Cerita
dong,’ ujarku sambil meneruskan makan.
‘Navita,
Nay..’
Tiba-tiba
selera makanku menguap begitu saja. ada angin apa tiba-tiba Kai menyebut nama gadis itu? apa dia yang membuat Kai tidak datang semalam?
‘Dia nyoba
bunuh diri semalam. Ceweknya Reinn yang
satu lagi hamil. It shocked her so much.
Kamu tau kan, dia sayang banget sama Reinn. Bahkan dia rela meninggalkanku demi
cowok itu.’
Aku terkejut
sekaligus sedih. Terkejut karena tidak menyangka Navita sebodoh itu ingin bunuh
diri dan sedih karena benar Kai melupakanku karena Navita.
Iya, aku
memang selalu dilupakan kalau urusannya dengan Navita.
‘Aku gak tau
apa jadinya hidupku kalau Navita sampai gak tertolong semalam. Dia hidupku,
Nay. gak bisa bersamanya aja udah begitu menyakitkan, apalagi kalau dia sampai
benar-benar gak ada.’
Aku
menyentuh pundaknya..
Jujur, aku
tidak mampu lagi bicara. Bukannya kehilangan kata-kata, tapi takut suaraku
bergetar tangisku akan pecah begitu aku buka mulut.
Lagi-lagi
aku harus menelan sakit hati yang begini.
‘Kamu tahu,
Nay, yang bikin aku sedih bukan karena dia mau bunuh diri. Aku sedih karena
sampai sekarang dia gak mau kutemui. Ibunya bilang dia malu padaku. Dia telah
meninggalkanku untuk orang yang bahkan tidak pantas dipilih. Padahal dia gak
perlu begitu. Di mataku dia sempurna. Dan aku sangat merindukan dia.’
‘Dia cuman
butuh waktu, Kai.’
Aku menggosok-gosok
pundaknya. Sekedar basa-basi untuk memperlihatkan kesan bahwa aku peduli dan
mencoba menghiburnya. Kamu tahu, rasanya benar-benar tidak enak ketika kamu harus
terlihat tegar dan menghibur orang lain padahal kamu yang sebenarnya butuh di
hibur.
Aku tidak
tahu bagaimana bentuk hatiku sekarang.
Mungkin seperti
Meulaboh pasca tsunami,
atau seperti
merapi pasca erupsi,
Laki-laki
ini,
Ia selalu
berhasil membuatku melayang dengan caranya memperlakukanku,
Aku seperti
layang-layang yang ia terbangkan, namun begitu aku sudah di awan, ia melepaskan
taliku begitu saja..
Aku kembali
terombang-ambing, hilang arah, sampai akhirnya tergantung di atas dahan..
Tidak ada
yang memedulikan, sendiri..
Tidak masuk
akal kalau aku masih memendam cinta padanya,
Tapi bagaimanapun
aku ingin menjelaskannya secara logis, cinta tetap memiliki logikanya sendiri..
Ponsel Kai
di meja tampak berputar karena bergetar,
Dengan sigap
Kai menjawab telepon.
‘Halo..’
Matanya sedikit bercahaya begitu berbicara dengan orang di telepon.
‘Aku di
kampus. Kamu udah baikan?...oh, Oke, aku ke sana sekarang.’
Telepon ditutup.
Kairo diam sejenak.
Sepertinya ia
sedang meyakinkan diri bahwa ia tidak sedang bermimpi.
Lalu tiga
detik kemudian dia berjingkrak-jingkrak dan berteriak girang..
Setelah terancam ditelan oleh satpam cafe yang badannya lebih besar dari tangki minyak Pertamina, Kai kembali tenang dan duduk di sebelahku.
Kedua tangannya
mencengkram erat lenganku.
‘Kamu bener,
Nay. dia cuman butuh waktu. See, sekarang
dia mau ketemu aku!’
‘Mau..
ketemu.. kamu.. oh.. iya.. selamat ya..’
‘Okay then, i have to go now. See you, mate!’
dan begitu saja..
‘Mate’
Baginya memang
aku hanya teman,
Kau tahu itu
dari awal, Kanaya.
Harapanmu untuk
bisa mengisi hatinya itu terlalu tinggi.
Navita terlalu
berkilau untuk dibandingkan dengan mu,
Kamu hanya
sebutir debu yang menempel di atas kotak kaca sebuah berlian
Berliannya siapa?
Ya, jelas Navita.
Anehnya aku
sudah tidak bisa menangis,
Mungkin air
mataku sudah habis semalam..
Atau hatiku
sekarang sudah kebal, sudah terbiasa merasakan sakit seperti ini..
Well, setidaknya aku masih punya spaghetti untuk dimakan. Dua piring.
Iya, aku
lebih baik makan saja. Dari sekian banyak hal di dunia ini, hanya makanan tidak
pernah membuatku sakit hati.
Andai manusia
boleh berpacaran dengan sepiring Spaghetti.
***
Sementara itu,
dari sudut cafe yang lain,
Segerombolan
cowok fakultas hukum sedang mengadakan selebrasi kedatangan teman lama,
Teman dari
Amerika yang sedang libur kuliah.
Di saat
teman-temannya sibuk mempromosikan sekelompok cewek-cewek cantik kampus mereka,
Si Amerika
ini malah khusyu memperhatikan cewek yang makan spaghetti dengan bar-bar.
Tidak salah-salah.
Dua piring sekaligus dia lahap.
Si Amerika
tidak bisa menyembunyikan senyum ketika cewek itu memanggil pelayan dan memesan
dua porsi lagi.
Benar-benar
aneh.
aneh, karena badan cewek itu tergolong kecil untuk sanggup menyantap empat porsi spaghetti.
Si Amerika sudah
dua kali bertemu dengan cewek itu,
Semalam ia
nampak kacau dengan gaun lengkap dengan higheels
yang ditenteng, bukannya dipakai.
‘Woy,
ngeliatin apa lu?’ salah seorang dari cowok fakultas hukum itu menyikut
lengannya.
‘Itu, si
Kanaya.’
‘Lu kenal?’
0 komentar:
Posting Komentar