Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

BAGIAN LIMA : Ada yang pergi, ada yang datang.


KAIRO’S VIEW

Aku menginjak gas sejadi-jadinya,
Sampai-sampai aku lupa kalau mobil mewah yang sedang kukendarai ini mobil sewaan,
Gila! Bisa-bisanya ya aku lupa kalau malem ini aku mau ngerayain ulang tahun Nay!
Gimana bisa aku lupa?
Aku bahkan sudah menghabiskan lebih dari separo uang bulananku!
Rasanya malu sekali pada blazer yang kukenakan!

Jam di dashboard menampakkan angka 10:46
Jam segini, apa yang harus kuharapkan?
Berharap Nay masih menunggu di sana?
Atau malah berharap dia sudah pulang?
Aku akan merasa sangat bodoh kalau dia masih menunggu di sana..
Tapi, aku akan lebih merasa bersalah lagi kalau Nay ternyata sudah pulang!
Ah, kau ini Kairo! Bagaimana bisa kau membuat kecewa sahabatmu sendiri?
Terlebih lagi di hari ulang tahunnya!

Aku memarkir mobil tepat di depan pintu cafe,
Jam segini tukang parkir mana yang masih memusingkan tempat parkir?
Shit! Lampu cafe sudah dimatikan! Pintunya bahkan sudah dikunci..
Mengutuki diri sendiri rasanya tidak cukup!
Tanganku meraba-raba saku mencari ponsel! Aku baru ingat sejam lima jam yang lalu aku sama-sekali tidak menyentuh benda itu..
Hanya ada satu pesan via Blackberry Messenger dari Nay,
Kubaca isinya
Kai, i’ve been in, kamu dimana?”
Membaca pesan itu bikin aku geregetan pada diri sendiri!
Aku men­­-dial nomor ponsel Nay, berharap dia belum tidur..
Sekali..
Dua kali..
Tiga kali..
Teleponnya tidak diangkat! Apa Nay benar-benar sudah tidur?
Tapi aku tau dia, dia mudah sekali bangun kalau mendengar ponselnya berdering,
Dan kalau tau itu dari aku, dia selalu rela menjawabnya..

Tiba-tiba mataku menangkap sesuatu berwarna putih di atas meja sudut cafe,
Aku mendekati sisi sudut cafe,
Tadinya aku akan mengajak Nay makan malam di meja sudut cafe itu..
Terlihat jelas dari dinding kaca yang bening, seonggok choco cream cake dengan lelehan lilin di atasnya.
that's the most tragic birthday cake i've ever seen
and it makes me feel like dumb!

Oke, aku harus ngapain sekarang?
Apa? Ke rumahnya? Baiklah..
Baru akan membuka pintu mobil, ponsel di tanganku tiba-tiba berdering..
“Halo, Nay!” sapaku terlalu bersemangat
“Nak Kairo, ini Ibu.. Navita sudah sadar, tapi dia ngamuk-ngamuk.. kamu bisa bantu Ibu kan, Nak? Ibu gak tau harus gimana..”
Navita sudah sadar! Terima kasih Tuhan!

***

KANAYA’S VIEW

Tiba-tiba pagi harinya aku sudah di kamar saja,
Tidak! Apa yang terjadi semalam?
Kenapa tiba-tiba aku sudah berada di kamar?
APA AKU HABIS TIDUR DENGAN SESEORAAAANG?
Oh, skip that. Itu berlebihan.

Masih mengenakan gaun dan make up tebal, heran juga aku masih bisa tidur nyenyak..
Aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam,
Aku datang ke cafe, cafenya sepi karena sudah di-booked untuk private dinner,
Dan yang nge-booked tidak datang..
Lalu aku sedih, sedikit patah hati..
Dan..
Dan..
Samar-samar hidungku menangkap aroma yang asing di dalam kamarku ini..
Tak sengaja tanganku menyentuh sesuatu yang menyembul dari bawah pahaku..
Aku menduduki sebuah jaket biru dongker
Jaket siapa ini? Seingatku aku tidak punya jaket sport seperti ini..
Dan bau parfumnya, yang tadi kuendus, juga bukan bau parfumku,
Otakku memang belum bisa langsung berfungsi ketika bangun tidur,
Aku ‘menekan’ tombol rewind pada otakku,
Semalam itu.. seingatku ada seseorang yang mengantarku pulang,
Dia memberikan jaketnya padaku karena kasihan melihat bahuku kemana-mana tengah malam..
Aduh siapa ya orang itu? Kenalan saja tidak sempat.
Aku hanya ingat wajahnya yang agak oriental walau tidak sesipit Ernest Prakasa,
Itu pun tidak terlalu ingat,
maklum saja, hari sudah gelap dan mataku berembun karena.. yah.. sedikit menangis
‘KANAYAAAA!!! SUDAH JAM BERAPA INI!!!!!’
Ups,
Teriakan Ibu memang selalu berhasil mengumpulkan seluruh nyawaku!

***

Aku nongol di kampus dengan tampang kusut,
(walalupun normalnya ya tampangku udah kusut)
Normal : kemeja tidak disetrika
Hari ini : kemeja tidak disetrika yang keinjek babi abis diseret badak lomba lari
Kelopak mataku terpaksa kupulas eyeshadow hitam tebal seperti Farrah Quinn untuk menutupi sembab karena menangis semalam..
Aku juga sengaja mengenakan kacamata bening untuk menyamarkan eyeshadow-ku

Kairo muncul di hadapanku begitu kelasku bubar..
Penampilannya tidak lebih baik dari aku,
Rambutnya kusut dan matanya merah..
Ia berdiri di hadapanku dengan senyum paling menjengkelkan yang pernah aku lihat
‘Beneran, sorry banget soal semalem. mendadak aku punya urusan emerjensi banget. Sorry, ya?’
Ia mengatupkan kedua telapak tangan tepat di depan dagunya. Ia tersenyum dengan sangat-sangat tidak enak hati.
Aku belum menemukan kata yang pas untuk kusemburkan padanya,
Harus bilang apa aku? Harus ngapain aku?
Di kepalaku muncul beberapa pilihan;
1. Aku gaplok dia seniat-niatnya terus teriak histeris ‘KAMUH JAHAAAATT!!’ lalu lari-larian sepanjang koridor dengan slow motion. Kemudian sontrek film india samar-samar mengudara entah darimana
2.  Aku pasang wajah sinis ala tante-tante bengis di sinetron Tersanjung 117 (baca: mata dispit-sipitin, idung dikembang-kempisin, muka agak nyerong ke samping) terus bilang, ‘AKU GAK BAKAL MAAFIN KAMUH!’
3. Tiba-tiba aku ngeluarin laser-gun dari dalem tas dan dengan ganas nembak-nembakin ke badan Kairo sambil ketawa bar-bar. Iya, kayak yang di film-film koboy.
STOP KANAYA! STOP!
Berhenti berkhayal jadi sutradara!

‘Santai aja lah, Kai. Aku juga gak lama di sana. Setengah jam nunggu, kamu gak dateng, ya aku pulang.’
HAH! KALIMAT MACAM APA INI?
SIAPA PEMILIK MULUT INI?
‘Beneran kamu gak marah? Serius, aku ngerasa bersalah banget. Kamu mau makan aku sekarang juga gak apa-apa.’
Aku sedikit tertawa mendengarnya.
‘Aku gak marah. Dan gak niat jadi kanibal juga. Tapi kalo dibayarin makan spaghetti bolognaise extra cheesse aku  niat banget.
Kairo mendadak tersenyum lega. Gigi crossbite-nya bikin aku berusaha ekstra untuk gak menerbab tubuhnya sekarang juga.
‘Baiklah, Nona. Spaghetti bolognaise extra cheesse untuk menebus kesalahan saya.’ Kai membungkuk bak seorang pelayan putri.
‘Ini makhluk dalem perut keburu ngadu ke Kak Seto deh.’
‘Hahaha, ayok!’

Seperti biasa, dia selalu dengan ringannya merangkul bahuku sambil berjalan,
Kalau sudah begini, aku tidak peduli lagi apa yang terjadi semalam, kemarin, atau kapan..
Bagaimana perasaannya, apa artiku dimatanya, bagaimana seharusnya aku menamai hubungan ini, aku tidak peduli..
Asal bersamanya, aku sudah merasa cukup..

***

‘Voila! Spaghetti bolognaise extra cheesse, dibuat dengan penuh niat. Persembahan buat Nona paling rakus sedunia.’
‘Dih, ujungnya gak ngenakin banget.’
Kai meletakkan dua piring spaghetti di meja. Bikin sendiri.
Berhubung dia sudah booking cafe semalem dan acaranya gagal total, si pemilik cafe yang untungnya baik ngasih kita gratisan siang ini..
Aku mengendus aroma spaghetti itu. Hm, smells good.
Seperti tidak diperintah otak, tanganku langsung meraih garpu dan membawa makanan itu ke dalam mulutku. Rasanya.. yah.. lumayan.. enak.. banget..
‘Baca doa dulu kali neng,’ Kai yang duduk di sebelahku memperhatikan dengan heran.
‘Ini enak. Sumpah. Aku gak tau orang kayak kamu bisa masak seenak ini.’
Kai tertawa lagi. Tawa renyahnya selalu bikin kesempatanku untuk kena serangan jantung lebih tinggi.
‘Biasa, naluri anak kos.’ Suara Kai terdengar melemah.
Otakku mengambil kendali menghentikan tanganku yang terus-terusan menyendok spaghetti.
Beda denganku, sedari tadi Kairo hanya mengaduk-aduk spaghetti-nya.
Aku baru mendapati bahwa sedari tadi, walaupun ia sering tertawa, tapi ada guratan kesedihan di matanya. Aku jadi penasaran.

‘Are you okay?’
Lama Kairo diam sebelum akhirnya menjawab, ‘Not at all’
‘Cerita dong,’ ujarku sambil meneruskan makan.
‘Navita, Nay..’
Tiba-tiba selera makanku menguap begitu saja. ada angin apa tiba-tiba Kai menyebut nama gadis itu? apa dia yang membuat Kai tidak datang semalam?
‘Dia nyoba bunuh diri semalam.  Ceweknya Reinn yang satu lagi hamil. It shocked her so much. Kamu tau kan, dia sayang banget sama Reinn. Bahkan dia rela meninggalkanku demi cowok itu.’
Aku terkejut sekaligus sedih. Terkejut karena tidak menyangka Navita sebodoh itu ingin bunuh diri dan sedih karena benar Kai melupakanku karena Navita.
Iya, aku memang selalu dilupakan kalau urusannya dengan Navita.
‘Aku gak tau apa jadinya hidupku kalau Navita sampai gak tertolong semalam. Dia hidupku, Nay. gak bisa bersamanya aja udah begitu menyakitkan, apalagi kalau dia sampai benar-benar gak ada.’

Aku menyentuh pundaknya..
Jujur, aku tidak mampu lagi bicara. Bukannya kehilangan kata-kata, tapi takut suaraku bergetar tangisku akan pecah begitu aku buka mulut.
Lagi-lagi aku harus menelan sakit hati yang begini.
‘Kamu tahu, Nay, yang bikin aku sedih bukan karena dia mau bunuh diri. Aku sedih karena sampai sekarang dia gak mau kutemui. Ibunya bilang dia malu padaku. Dia telah meninggalkanku untuk orang yang bahkan tidak pantas dipilih. Padahal dia gak perlu begitu. Di mataku dia sempurna. Dan aku sangat merindukan dia.’
‘Dia cuman butuh waktu, Kai.’
Aku menggosok-gosok pundaknya. Sekedar basa-basi untuk memperlihatkan kesan bahwa aku peduli dan mencoba menghiburnya. Kamu tahu, rasanya benar-benar tidak enak ketika kamu harus terlihat tegar dan menghibur orang lain padahal kamu yang sebenarnya butuh di hibur.
Aku tidak tahu bagaimana bentuk hatiku sekarang.
Mungkin seperti Meulaboh pasca tsunami,
atau seperti merapi pasca erupsi,

Laki-laki ini,
Ia selalu berhasil membuatku melayang dengan caranya memperlakukanku,
Aku seperti layang-layang yang ia terbangkan, namun begitu aku sudah di awan, ia melepaskan taliku begitu saja..
Aku kembali terombang-ambing, hilang arah, sampai akhirnya tergantung di atas dahan..
Tidak ada yang memedulikan, sendiri..
Tidak masuk akal kalau aku masih memendam cinta padanya,
Tapi bagaimanapun aku ingin menjelaskannya secara logis, cinta tetap memiliki logikanya sendiri..

Ponsel Kai di meja tampak berputar karena bergetar,
Dengan sigap Kai menjawab telepon.
‘Halo..’ Matanya sedikit bercahaya begitu berbicara dengan orang di telepon.
‘Aku di kampus. Kamu udah baikan?...oh,  Oke, aku ke sana sekarang.’
Telepon ditutup. Kairo diam sejenak.
Sepertinya ia sedang meyakinkan diri bahwa ia tidak sedang bermimpi.
Lalu tiga detik kemudian dia berjingkrak-jingkrak dan berteriak girang..
Setelah terancam ditelan oleh satpam cafe yang badannya lebih besar dari tangki minyak Pertamina, Kai kembali tenang dan duduk di sebelahku.
Kedua tangannya mencengkram erat lenganku.
‘Kamu bener, Nay. dia cuman butuh waktu. See, sekarang dia mau ketemu aku!’
‘Mau.. ketemu.. kamu.. oh.. iya.. selamat ya..’
Okay then, i have to go now. See you, mate!

dan begitu saja..
‘Mate
Baginya memang aku hanya teman,
Kau tahu itu dari awal, Kanaya.
Harapanmu untuk bisa mengisi hatinya itu terlalu tinggi.
Navita terlalu berkilau untuk dibandingkan dengan mu,
Kamu hanya sebutir debu yang menempel di atas kotak kaca sebuah berlian
Berliannya siapa? Ya, jelas Navita.
Anehnya aku sudah tidak bisa menangis,
Mungkin air mataku sudah habis semalam..
Atau hatiku sekarang sudah kebal, sudah terbiasa merasakan sakit seperti ini..

Well, setidaknya aku masih punya spaghetti untuk dimakan. Dua piring.
Iya, aku lebih baik makan saja. Dari sekian banyak hal di dunia ini, hanya makanan tidak pernah membuatku sakit hati.
Andai manusia boleh berpacaran dengan sepiring Spaghetti.

***

Sementara itu, dari sudut cafe yang lain,
Segerombolan cowok fakultas hukum sedang mengadakan selebrasi kedatangan teman lama,
Teman dari Amerika yang sedang libur kuliah.
Di saat teman-temannya sibuk mempromosikan sekelompok cewek-cewek cantik kampus mereka,
Si Amerika ini malah khusyu memperhatikan cewek yang makan spaghetti  dengan bar-bar.
Tidak salah-salah. Dua piring sekaligus dia lahap.
Si Amerika tidak bisa menyembunyikan senyum ketika cewek itu memanggil pelayan dan memesan dua porsi lagi.
Benar-benar aneh.
aneh, karena badan cewek itu tergolong kecil untuk sanggup menyantap empat porsi spaghetti.
Si Amerika sudah dua kali bertemu dengan cewek itu,
Semalam ia nampak kacau dengan gaun lengkap dengan higheels yang ditenteng, bukannya dipakai.
‘Woy, ngeliatin apa lu?’ salah seorang dari cowok fakultas hukum itu menyikut lengannya.
‘Itu, si Kanaya.’
‘Lu kenal?’

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar