Sore hari aku baru menginjakkan kaki di rumah. Waktu kuhabiskan dengan
petantang-petenteng di mall bermodalkan es krim gocengan yang kubeli dengan voucher bonus beli CD. Perasaanku sedang
tidak enak. Dan pulang ke rumah dengan perasaan tidak enak seperti ini akan
jadi neraka buatku.
I’ve told you that my mom is a
painter, haven’t i? Dan dia paling tidak suka ada aura negatif di rumah. Maybe that is one of the reasons why my
parents got diforced. Ibu selalu tidak cocok dengan Ayah yang seorang
penulis. Meskipun aku tidak tau dimana letak sisi negatifnya dari seorang
penulis. Setelah cerai dari Ibu, Ayah membeli rumah persis di sebelah rumah
yang kami tinggali. Hubungan mereka tetap mesra. Bahkan lebih mesra ketika
mereka sudah bukan lagi suami-istri. Aneh? Itu nama tengah keduanya, I’ve told you.
Ngomgong-ngomong tadi di cafe aku ketemu cowok menyebalkan. Aku tidak
pernah melihatnya di kampus tapi rasa-rasanya wajah itu tak asing. Saat aku
sedang asyik makan berpiring-piring spaghetti,
dia memandangiku sambil senyam-senyum. Kenapa dia senyam-senyum? Tentu saja dia
sedang mengejekku!
Aku merasa terganggu sekali dipandangi demikian. Kuhampiri ia yang
sedang duduk-duduk bersama cowok-cowok Fakultas Hukum di sudut cafe satu lagi. FYI, cowok-cowok Fakultas Hukum yang duduk bersamanya itu kesombongannya
perlu diberi penghargaan semacam Oscar. Untuk kategori Best Arrogant Man se-universitas.
‘Kenapa kamu senyam-senyum lihat aku? Gak pernah lihat cewek makan spaghetti?’ aku menyemburnya dengan
dongkol.
‘Hey..Calm, girl. Aku cuman
suka aja lihat kamu makan gitu. Maaf kalo kamu terganggu, Kanaya.’
‘Darimana kamu tahu namaku? Jangan-jangan kamu psikopat ya! Ih,
jauh-jauh deh kamu dari aku! Dasar psikopat!’ Entah mimpi apa cowok itu semalam
hingga siang itu dapat gelar psikopat. Bodo amat.
‘Kenapa dia, Bro?’ salah
seorang cowok Fakultas Hukum menyikut si cowok itu
Cowok itu hanya senyam-senyum sambil mengangkat bahu.
lalu aku meninggalkan mereka dengan dongkol yang makin menjadi-jadi.
Ya, terima kasih banyak. Aku sudah dongkol karena gebetanku yang pergi menemui
gebetannya, sekarang cowok-cowok fakultas hukum itu dengan sangat baik hati
menambah kedongkolanku.
Sejak pulang dari kampus aku jadi malas ngapa-ngapain. Hanya
berleha-leha di depan tivi, mengganti-ganti saluran tivi karena tidak ada acara
bagus. Entah karena mood-ku yang
jelek atau acara tivinya memang jelek..
Ya, Tuhan.. kenapa aku baru merasakan tidak enaknya patah hati
menjelang semester-semester akhir? Bisa-bisa judul skripsiku nanti ‘EFEK PATAH
HATI PADA WANITA YANG MASA PUBERNYA TELAT’ Iya, telat. Aku bahkan merasa diriku
bak ABG-ABG labil yang suka gentayangan di twitter,
galau bermalam-malam dengan hestek #nomention
padahal yang dia maksud juga belum tentu baca.
Begini ya rasanya patah hati. Perutku mencelos terus setiap saat.
Apalagi ketika membayangkan mungkin saat ini Kairo sedang asyik suap-suapan
sama si Navita itu. Iya, kalo di sinetron-sinetron pasti selalu ada adegan
cowok nyuapin si cewek yang lagi dirawat di rumah sakit. Entar baru makan
sesendok dua sendok si cewek mau udahan makan. Terus nanti si cowok ngebujuk si
cewek supaya mau ngelanjutin makan. Kalimat bujukannya kebanyakan gini, ‘Ayo
dong makan, nanti kamu sakit.’ LAH ITU DIA DI RUMAH SAKIT NGAPAIN!!!!!
‘Pantesan rumah ini auranya lain, ada anak gadis lagi galau rupanya,’
tiba-tiba Ibu duduk di sebelahku.
‘Siapa yang galau? Acara tivinya memang jelek.’
‘Kanaya..’ Ibu menghidupkan sebatang rokok. Menyesap hingga ‘racun’-nya
sampai di paru-paru, lalu mengembuskannya ke udara. Ya, dia benci aura negatif
tapi dia sendiri melakukan hal negatif.
Dia melanjutkan, ‘Mulut kamu memang tidak bicara. Tapi mungkin kamu
lupa, aku menabung separuh jiwaku padamu. Ganti-ganti saluran tivi itu adalah
kebiasaanku juga kalau aku lagi unmood
waktu seumurmu.’
Glek! Aku menelan ludah. Gotcha! Memang menyembunyikan sesuatu
dari Ibu itu hal yang sia-sia.
Ibu meraih remote di tanganku. ‘Mood
itu kamu yang punya. Kamu yang harus mengatur mood, bukan mood yang
mengatur kamu. Gini deh, apapun masalahmu, bagaimana besarnya pengaruh masalah
itu pada dirimu, jangan sampai itu membuatmu jadi.. yah.. bete tidak jelas
begini.’
‘Terus aku harus gimana?’
Ibu mengenyakkan rokoknya ke asbak. Lalu asap terakhir keluar dari
mulutnya. ‘Cari sesuatu yang bisa change
your negative mood into a positive things. Kamu lihat Ibu. Lukisan pertama
Ibu yang dibeli dengan harga tinggi adalah lukisan saat Ibu pertama kali
bertengkar dengan Ayah. Ibu meluapkan seluruh kemarahan Ibu dalam sebuah
lukisan. Dan hasilnya bagus. Intinya, kamu harus cari media yang pas untuk
mengeluarkan aura negatif dalam diri kamu.’
Bunyi klakson dua kali menghentikan pembicaraanku dengan ibu. Ibu
bergegas keluar lalu kembali lagi ke dalam rumah dua menit kemudian.
‘Ibu mau nge-date sama Ayah.
Jaga rumah!’
Ya. Mereka aneh, sudah kubilang.
Kadang aku merindukan saat dimana rumah ini masih ramai. Ayah-Ibu
masih tinggal bersama, juga saat Kafka masih di rumah. Kafka itu Kakakku.
Aku beralih ke kamarku. Mencoba mencari-cari apa yang bisa kujadikan
‘media’ yang dibilang Ibu. Apa yang bisa aku lakukan? Melukis seperti Ibu?
Pegang kuas saja aku tidak pernah. Menyanyikah? Nanti tetanggaku mati. Atau..
Tiba-tiba saja tanganku meraih notebook.
Menyalakannya lalu menghubungkan komputer dengan sinyal wi-fi komplek. Mengalir
begitu saja, tahu-tahu aku sudah sampai pada lama blogger[dot]com. Membuat
sebuah blog anonim, tanpa profil, hanya sebuah tulisan: brokeneconomist[dot]blogspot[dot]com.
ANTARA LAGU, CINTA, DAN AKAL
SEHAT
Terpikir olehku tentang sebuah
lagu yang saat ini sedang kudengar..
Haruskah Ku Mati dari mas mas
Ada Band..
Entah sekarang band itu masih
‘Ada’ atau tidak,
Aku suka dengan lirik lagu itu
bagaimana mestinya membuatmu jatuh hati kepadaku?
Telah kutuliskan sejuta puisi
meyakinkanmu membalas cintaku
haruskah kumati karenamu?
terkubur dalam kesedihan sepajang waktu
haruskah kurelakan hidupku?
hanya demi cinta yg mungkin bisa membunuhku,
hentikan denyut nadi jantungku
tanpa kutahu betapa suci hatiku
untuk memilikimu
yah begitulah kira-kira penggalan liriknya..
kalau mau yang lengkap silahkan googling..
belakangan ini, lagu itu menjadi semacam original soundtrack
hidupku adalah film-nya, dan
aku aktris utamanya..
kalau aku tidak salah, lagu itu menceritakan tentang seorang bodoh
yang mencintai seorang sinting tak berperasaan, bahkan tidak peka akan
kehadirannya..
entah si sinting itu gebetannya,
entah si sinting itu suami/istri orang
atau si sinting ini pacarnya sendiri, iya, pacar yang kurang
ajar..
atau si sinting ini pacar temennya, aku tidak tahu pasti..
yang jelas dalam kasusku, si sinting ini sahabatku, yang diam-diam
kugebet..
aku mungkin sudah berpuluh-puluh kali mendengar lagu ini..
gendang telingaku berpotensi besar untuk pecah, bahkan rusak..
Hingga pada sore menjelang maghrib ini, tiba-tiba PLAK!
Aku seperti digaplok Tuhan..
Membangunkan logikaku untuk berseteru dengan perasaan..
Kalau kata logikaku..
Aku memang tidak harus mati hanya karena seorang ‘Dia’
Aku tidak harus merelakan hidupku untuk seseorang yang –sama
sekali- tidak balik mencintaiku..
Aku tidak harus menulis sejuta puisi untuk laki-laki yang bahkan
tidak berminat membacanya..
Aku juga tidak perlu menghabiskan waktuku menunggu ‘Dia’ membalas
cintaku..
Ada lebih dari sepuluh juta laki-laki di dunia ini, yang bebas kucintai..
Tidak mungkin satu orang pun tidak ada yang mencintaiku
Aku masih percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia lengkap dengan
pasangannya..
aku tidak perlu menghabiskan waktu menunggu dan mengharapkannya..
Toh kalau jodoh tidak kemana..
Namun perasaanku berkata lain..
Logika tidak mampu memaksa perasaanku untuk berhenti
mencintainya..
Untuk mencari sosok lain yang bisa kucintai..
Dia seperti pusat gravitasi bagiku..
Sejauh apapun aku ingin pergi, seberapa kuat aku ingin memungkiri,
mata, hati, dan pikiranku akan tetap kembali padanya..
berpusat padanya..
hanya padanya..
dan aku mulai membenci diri sendiri..
karena harus jadi seorang pecundang yang bilang
bahwa ‘cinta tidak harus memiliki’
***
Berpuluh-puluh kilometer dari tempat Kanaya membuat posting
blognya, di suatu sudut kota yang lain, seorang laki-laki sedang berkutat
dengan layar laptop di hadapannya. Terhubung dengan koneksi internet dari modem
yang dicolokkan ke laptopnya, laki-laki tadi iseng blogwalking dengan kata ‘puisi’.
Iya, sejak kembali menjalin hubungan dengan anak sastra itu,
laki-laki ini jadi sering bergaul dengan puisi dan semacamnya. Ia menelusur
sampai pada laman terakhir yang muncul di google.
Matanya tergelitik dengan sebuah alamat blog yang terdengar aneh; brokeneconomist[dot]blogspot[dot]com.
Kalau diartikan, kurang lebih jadi ‘Ahli ekonomi yang rusak’. Aneh, bukan?
Kairo mengklik alamat blog itu. Ternyata sebuah blog anonim, tanpa
identitas, hanya sebuah tulisan. Ia membaca kata per kata yang tertera di sana.
Seperti curahan orang yang sedang galau. Klise sih. Tapi entah kenapa Kairo
lalu mencatat alamat blog itu pada memopad
ponselnya.
‘Oh, ahli ekonomi yang patah hati maksudnya.’
0 komentar:
Posting Komentar