Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

BAGIAN TUJUH : PERUBAHAN, PERPECAHAN, DAN.... PERTEMUAN KEMBALI


Beberapa hari setelah peristiwa spaghetti naas itu, Kai jadi tambah sibuk. Dengar-dengar dari Kai juga, Navita sudah dibolehkan pulang dari rumah sakit. Aku jadi sangat jarang sekali bertemu Kairo. Dia memang tetap rajin ngampus, dan rajin juga bolak-balik kampus dia-kampus navita. Sehingga waktu untuk sekedar ‘say hi’ padaku jadi lebih sedikit. Nongkrong bareng di cafe? Just dream of it!

Hari ini tiba-tiba saja dia mengirimkan BBM padaku. Ia mengajakku makan di cafe saat mata kuliahku sudah selesai. Aku? Tentu saja senang dan tidak akan menolak. Rasa-rasanya sudah berapa tahun aku tidak melihatnya.

Jadi begitu mata kuliah terakhir selesai, aku bergegas menuju cafe kami. Iya, cafe kami. Tempat itu begitu bersejarah bagi kami berdua (re: khususnya bagiku). Namun ketika membuka pintu cafe, aku tidak menemukannya di meja sudut ‘kami’.

‘Nay, di sini..’ sebuah suara memanggilku dari sisi cafe yang lain. Di sana Kairo rupanya. Di sudut cafe yang lain yang tempatnya agak di belakang. Cukup tidak terlihat dari sisi cafe yang lain. Tumben dia tidak duduk di tempat ‘kami’. Aku segera menghampirinya.
‘Hey, kok gak duduk di..’ aku urung bertanya begitu melihat bahwa Kai tidak sendirian. Dia bersama seorang wanita. Wanita cantik bertubuh mungil yang berminggu-minggu lalu pernah kulihat bersama Kai di cafe ini. Salah satu wanita yang ada dalam catatan sejarah percintaan Kai. Satu-satunya wanita yang amat sangat dicintai Kai.
Navita.
Gadis itu tersenyum simpul padaku.

‘Kita di sini aja ya. Navita gak suka terlalu dilihat orang. Kamu fine kan? Lagian di sini enak juga,’ ujar Kai sambil membukakan kursi, mempersilakanku duduk.
Aku mengempaskan bokong setengah hati. Niatku menguap entah kemana. Lagi-lagi aku terlalu mudah ge-er.
‘Kalian belum saling kenal kan? Nah, makanya aku ngajak kamu ke sini buat ngenalin Navita sama kamu. Navita, ini Kanaya, sahabat aku. Nay, ini Navita..’ Kai berhenti lalu menatap Navita sambil tersenyum. ‘..Who finally be my world again..’
Anjrit, ini benar-benar menjijikkan. Kanaya = sahabat Kairo, Navita = Dunia Kairo. Apa belum jelas letak perbedaannya, Kanaya?
‘Halo, Kanaya.’ Navita mengulurkan tangannya.
‘Halo,’ aku menjabat tangannya sambil tersenyum seniat mungkin. Dan nyatanya aku tidak berniat untuk senyum.
 ‘Surprisingly, ada cewek yang bisa sahabatan sama Kairo. Kupikir setiap cewek yang dekat dengannya akan jatuh cinta, ‘ lanjut Navita, tersenyum menatapku.
Kamu salah besar, Navita. Aku sahabat merangkap orang yang jatuh cinta padanya.
‘Dia gak mungkin lah jatuh cinta sama aku. Busuk-busuknya aku sampai yang terbusuk dia udah tau semua. Betul kan, Nay?’ Kairo mengatakan itu sambil tertawa-tawa.
‘Betul banget.’
Salah besar, justru begitu aku sudah tau semua tentang kamu, aku jadi seperti wanita gila yang makin mencintai kamu, Kairo.
‘Oh iya, honey.. Ayahnya Nay ini penulis loh,’ lanjut Kai.
‘Yang benar? Wah, keren sekali. Aku boleh ya bertemu Ayah kamu..’
‘Boleh, asal jangan shock dengan tingkah ajaib Ayahku.’

Begitulah seterusnya. Siang ini aku bercanda-canda bersama mereka dengan penuh kebohongan. Berpura-pura sebagai sahabat wanita Kairo yang baik hati, padahal hatiku sebagai wanita yang mencintainya sedang menjerit kesakitan. Terbakar perlahan oleh api cemburu yang kubuat sendiri. Iya, cemburu ini aku sendiri yang membuatnya. Akulah yang dengan bodoh memutuskan untuk jatuh cinta dengan orang yang paling tidak mungkin balik mencintaiku.

Lihat Navita, lalu lihat dirimu, Kanaya. Navita is pefectly good. Kulit dan giginya putih bak porselen saudagar Cina. Rambutnya hitam-panjang terawat. Parasnya indah bak malaikat. Kukunya panjang, rapih berkuteks. Tutur katanya bak bangsawan Eropa Abad 19, halus dan teratur. Tidak sepertiku. Aku apa? Ceking bak penderita anorexia nervousa, dekil, rambutku tidak terawat, ngomong seadanya bahasa yang aku tahu. Semua orang akan menilai Kairo gila jika menyukai cewek sepertiku.

Setelah pertemuan penuh kebohongan itu, aku jadi lumayan sering dijadikan ‘obat nyamuk’ mereka. Aku tidak tahu apakah Kairo memang baik hati atau sekedar tidak ingin aku merasa sendirian. Ia sering mengajakku ke acara mereka. Sudah berapa kali dalam seminggu ini kami nonton dan makan bertiga. Setiap kali nonton, ia selalu berada di antara kamu berdua. Memakan popcorn Navita, dan meminum chocolate float punyaku. Setiap kali makan dia selalu membukakan kursi untuk kami berdua. Memotongkan steak Navita dan mengingatkanku untuk tidak terlalu banyak makan yang pedas-pedas. Aku tidak paham apa namanya hubungan ini, apa artinya ini, tapi anehnya aku tidak sedetikpun merasa keberatan. Tapi entah Kairo merasa atau tidak, sepertinya Navita yang keberatan.

Dan.. ada yang berubah dari Kairo. Bukan hanya ada, melainkan BANYAK. Sebetulnya perubahan yang terjadi pada dirinya adalah perubahan yang baik. Tapi aku, hanya aku saja, merasa bahwa Kairo tidak menjadi dirinya. Dia jadi lebih ‘rapi’. Dia meninggalkan kaus dan jins belelnya, juga sneakers bututnya. Dia stop merokok dan sekarang jadi lebih sering memesan white coffe kalau sempat ‘ngafe’ bersamaku. Dan.. please, bahkan bau parfumnya sekarang berubah. Aku sudah muak mendapat jawaban ‘Karena Navita suka’ setiap kali berkomentar dan menanyakan kenapa.

‘Motor kamu mana, Kai?’ tanyaku ketika tiba-tiba suatu Senin Kairo nongol di kampus dengan menggunakan Ford Ranger biru metalik.
‘Kemarin pas balik ke Bandung aku tuker sama mobil. Kasian Navita kalo aku jemput pake motor terus. Apalagi musim hujan begini.’
Atau ketika beberapa hari berikutnya aku kembali bertemu dengannya, dia muncul dengan penampilan baru.
‘Waw, gaya rambut baru nih..’ ujarku.
‘Iya nih, Navita bilang aku keren rambut kayak gini. Keren beneran kan?’
Iya, dia memang keren. Aku setuju. Dan aku suka. Tapi justru aku jadi tidak nyaman berada di dekatnya. Dia sekarang rapi, bersih, sementara aku... ah sudahlah.
Mood-ku langsung berubah jelek tiap kali dia menyebutkan nama Navita.

Dan pada akhirnya sesuatu itu berdampak buruk bagi hubunganku dengan Kai. Ketika di suatu siang, saat kami secara tidak sengaja bertemu di cafe, lalu dia bergabung di mejaku. Ya, aku terpaksa membiasakan mataku dengan pemandangan Kairo, dengan jins bersih, kemeja dan jumper. Juga rambut yang di-gel habis-habisan. Dia sekarang lebih mirip cowok metroseksual daripada Kairo Chandra Kinanta yang kukenal. Entah kenapa, aku jauh jauh jauh lebih suka Kairo dengan kaus, jins yang tidak dicuci seminggu, dengan rambut berantakan seperti Robert Pattinson baru bangun tidur.

Okelah, aku tidak terlalu mempermasalahkan semua itu. Asal Kairo merasa nyaman aku akan memosisikan diriku sebagai orang yang suka dengan perubahannya. Namun ada satu hal yang membuatku sangat-sangat terganggu. Bahkan sekarang bahan pembicaraan Kai sudah mulai berubah. Bersamaku, dia biasanya bicara tentang teknik, pengalamannya naik-turun gunung, atau kami berdebat awam tentang musik. Sekarang dia mendadak jadi suka membahas Dewi Lestari, roman-roman karya penulis A, merk parfum, dan cerpen buatan Navita. Aku bukan orang yang suka membaca, jadi Dewi Lestari dan penulis lainnya tidak masuk dalam daftar ‘sahabatku’. Yang paling dekat saja, aku bahkan tidak tahu apa saja karya-karya Ayahku.

‘Kai, kamu nyadar gak sih kalo kamu itu berubah?’ aku mengutarakan unek-unekku pada suatu siang, di sudut cafe.
‘Berubah gimana? Kayak power ranger merah gitu? Hahaha ada-ada aja kamu.’ Dia menanggapinya dengan bercanda.
Aku memajukan posisi duduk. Menegaskan bahwa saat ini aku sedang dalam tahap bicara serius.
You don’t seem like Kairo at all. Ini bukan diri kamu. Gaya berpakaian, selera, bahkan bahan obrolan kamu jadi lain.’
Kairo menurunkan novel Dewi Lestari yang sedang dibacanya. ‘Maksud kamu aku berubah sejak jadian lagi sama Navita,’ ujarnya to the point. Lebih kepada pernyataan bukan pertanyaan. Tersirat jelas dalam nada suaranya bahwa ia tidak senang.
‘Kamu kenapa jadi suka ngomentarin aku sih? Huh? Kamu cewek paling santai di dunia makanya aku nyaman temenan sama kamu. Kayaknya kamu deh yang berubah.’ Buru-buru Kairo membereskan barang-barangnya yang terserak di atas meja, lalu pergi meninggalkan aku dengan perasaan (yang bisa kusebut) marah.

Sejujurnya ini yang paling kutakutkan dari semuanya. But i can’t keep it anymore. Aku tidak tahan lagi dengan Kairo yang rela berubah jadi orang lain demi Navita. Anggap aku tidak tahu kalau cinta itu buta. Kalau cinta bisa membuat seseorang berubah menjadi apa yang orang lain inginkan. Yang aku tahu, aku mencintai Kairo apa adanya. Tidak perlu dia tuliskan aku sejuta puisi, tidak perlu aku mendiktenya mengenai apa yang aku suka dan tidak suka. Dan sayangnya Kairo tidak melihat itu. Bagaimana pula dia bisa melihat kalau aku saja tidak berani menampakkan identitasku sebagai wanita yang mencintainya.

Dengan kegalauan mengubun-ubun, aku kembali login ke blogku. Mencoba mengeluarkan semua unek-unek sebelum air mataku mengeksposisikannya lebih dulu.

Aku tidak tahu apakah cinta itu buta, atau cinta bisa melihat dengan jelas..
Kalau cinta itu buta, mungkin aku tidak akan jomblo..
Akan ada satu dari sekian ribu orang buta yang mencintaiku..
Maka kusimpulkan bahwa cinta itu melihat dengan jelas..
Sangat jelas..

Lalu apa yang terjadi dengan dirinya?
Dia mencintai dengan buta, sementara yang dicintai mencintainya dengan melihat jelas..
Dia buta, rela menjadi apa saja demi gadis itu..
Tanpa bisa melihat, kalau gadis itu tidak menerima apa adanya dia..
Sementara gadis itu, melihat dengan jelas kalau yang mencintainya buta..
Gadis itu tahu persis bahwa pria itu menyerahkan seluruh hidup untuknya..

Lalu aku?
Aku kembali jadi pihak yang harus mereguk pahitnya sakit hati..
Mencoba membuka matanya namun justru ia menutup telinganya..
Apa hanya aku di dunia ini yang perasa?
Apa orang yang jatuh cinta seperti memakai kacamata kuda?
Hanya melihat ke satu titik tanpa bisa melihat sisi-sisi lain?

Sampai kapan aku harus jadi yang begini..
Andai aku bisa, aku ingin perasaan ini hilang saja..
Aku ingin jadi yang tidak peduli tentang kamu..
Setidaknya aku tidak harus jadi yang tersakiti melihat kau demikian bodoh..
Ataukah sebaiknya kau yang menghilang saja dari kehidupanku?
Atau aku yang menghilang dari kehidupanmu?

***

Sebuah kotak melayang di depan wajahku ketika aku baru akan keluar dari pintu cafe. Aku memfokuskan mataku pada kotak itu. Sekotak coklat Delfi yang terlihat begitu menggiurkan. Aku mendongakkan kepala menatap si empunya kotak. Seorang cowok berwajah oriental sedang menatapku sambil tersenyum. Aku harus betul-betul mendongak untuk menatap wajahnya. Orang itu tinggi sekali. Matanya tidak terlalu sipit, cukup manis dengan lesung di kedua pipinya.

Aku merasa mengenal orang itu. Dimana? Astaga! Bukankah orang itu yang kudamprat tempo hari? Yang dengan seenak hati kucap sebagai psikopat? Yang duduk bersama anak-anak Fakultas Hukum itu?

‘Segitu lupanya ya kamu sama aku? Sama coklat ini juga? Yah, sayang sekali. Aku bahkan masih ingat cara kamu memanggilku ‘Delfi Boy’
Aku menutup mulut dengan kedua telapak tangan saking terkejutnya. Apa dia bilang? Delfi Boy? Berarti dia..
‘Kamu..’
‘Baro,’ ujarnya mantap.
Tanpa sadar aku segera melompat memeluknya. Gila! Aku kangen berat sama orang ini!
‘KAMU BAROOO?? ASTAGA!! GIMANA BISA SEKURUS INI???!!!!’ Aku melompat-lompat dalam pelukannya. Kau masih ingat Baro? Cinta monyetku jaman SMP. Ya dia ini. I’m shocked to find that he’s very awesome right now. In front of my nose! Setelah dia pindah ke Amerika, kami benar-benar loose contact. Aku bahkan hampir lupa namanya.
‘Aku atlet basket sekarang. I really miss you but i don’t think you miss me as i am.’
‘Aku kangen berat tau sama kamu. Seberat badan kamu dulu!’
Oh, please. Aku udah sekeren ini sekarang. Anyway, masih mau nemenin aku makan siang kayak dulu?’
With my most pleasure.’

***

Sementara itu di tempat yang lain, Kairo sedang ingin membuat sebuah entri blog tentang tips aman naik gunung berdasarkan pengalamannya. Baru masuk ke blogger dashboard, tiba-tiba ia teringat blog ahli ekonomi yang dikunjunginya beberapa waktu yang lalu. Kairo segera membuka memopad ponselnya dan mengetikkan alamat blog itu pada address bar google chrome-nya. Tiga detik loading, halaman blog anonim itu sudah terbuka di hadapannya. Ada posting baru. Kairo memperhatikan waktu postingnya. Baru beberapa menit yang lalu. Judulnya lucu: LOVE IS... BLIND/NOT? Kairo membaca dengan tumakninah kata demi kata yang tertulis di sana.

Ada beberapa kata yang menyentilnya:
Dia buta, rela menjadi apa saja demi gadis itu..
Tanpa bisa melihat, kalau gadis itu tidak menerima apa adanya dia..
Sementara gadis itu, melihat dengan jelas kalau yang mencintainya buta..
Gadis itu tahu persis bahwa pria itu menyerahkan seluruh hidup untuknya..

‘Sialan, kenapa rada pas gini.’

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BAGIAN ENAM : NEW BLOG POST



Sore hari aku baru menginjakkan kaki di rumah. Waktu kuhabiskan dengan petantang-petenteng di mall bermodalkan es krim gocengan yang kubeli dengan voucher bonus beli CD. Perasaanku sedang tidak enak. Dan pulang ke rumah dengan perasaan tidak enak seperti ini akan jadi neraka buatku.

I’ve told you that my mom is a painter, haven’t i? Dan dia paling tidak suka ada aura negatif di rumah. Maybe that is one of the reasons why my parents got diforced. Ibu selalu tidak cocok dengan Ayah yang seorang penulis. Meskipun aku tidak tau dimana letak sisi negatifnya dari seorang penulis. Setelah cerai dari Ibu, Ayah membeli rumah persis di sebelah rumah yang kami tinggali. Hubungan mereka tetap mesra. Bahkan lebih mesra ketika mereka sudah bukan lagi suami-istri. Aneh? Itu nama tengah keduanya, I’ve told you.

Ngomgong-ngomong tadi di cafe aku ketemu cowok menyebalkan. Aku tidak pernah melihatnya di kampus tapi rasa-rasanya wajah itu tak asing. Saat aku sedang asyik makan berpiring-piring spaghetti, dia memandangiku sambil senyam-senyum. Kenapa dia senyam-senyum? Tentu saja dia sedang mengejekku!

Aku merasa terganggu sekali dipandangi demikian. Kuhampiri ia yang sedang duduk-duduk bersama cowok-cowok Fakultas Hukum di sudut cafe satu lagi. FYI, cowok-cowok Fakultas Hukum  yang duduk bersamanya itu kesombongannya perlu diberi penghargaan semacam Oscar. Untuk kategori Best Arrogant Man se-universitas.

‘Kenapa kamu senyam-senyum lihat aku? Gak pernah lihat cewek makan spaghetti?’ aku menyemburnya dengan dongkol.
‘Hey..Calm, girl. Aku cuman suka aja lihat kamu makan gitu. Maaf kalo kamu terganggu, Kanaya.’
‘Darimana kamu tahu namaku? Jangan-jangan kamu psikopat ya! Ih, jauh-jauh deh kamu dari aku! Dasar psikopat!’ Entah mimpi apa cowok itu semalam hingga siang itu dapat gelar psikopat. Bodo amat.
‘Kenapa dia, Bro?’ salah seorang cowok Fakultas Hukum menyikut si cowok itu
Cowok itu hanya senyam-senyum sambil mengangkat bahu.
lalu aku meninggalkan mereka dengan dongkol yang makin menjadi-jadi. Ya, terima kasih banyak. Aku sudah dongkol karena gebetanku yang pergi menemui gebetannya, sekarang cowok-cowok fakultas hukum itu dengan sangat baik hati menambah kedongkolanku.

Sejak pulang dari kampus aku jadi malas ngapa-ngapain. Hanya berleha-leha di depan tivi, mengganti-ganti saluran tivi karena tidak ada acara bagus. Entah karena mood-ku yang jelek atau acara tivinya memang jelek..

Ya, Tuhan.. kenapa aku baru merasakan tidak enaknya patah hati menjelang semester-semester akhir? Bisa-bisa judul skripsiku nanti ‘EFEK PATAH HATI PADA WANITA YANG MASA PUBERNYA TELAT’ Iya, telat. Aku bahkan merasa diriku bak ABG-ABG labil yang suka gentayangan di twitter, galau bermalam-malam dengan hestek #nomention padahal yang dia maksud juga belum tentu baca.

Begini ya rasanya patah hati. Perutku mencelos terus setiap saat. Apalagi ketika membayangkan mungkin saat ini Kairo sedang asyik suap-suapan sama si Navita itu. Iya, kalo di sinetron-sinetron pasti selalu ada adegan cowok nyuapin si cewek yang lagi dirawat di rumah sakit. Entar baru makan sesendok dua sendok si cewek mau udahan makan. Terus nanti si cowok ngebujuk si cewek supaya mau ngelanjutin makan. Kalimat bujukannya kebanyakan gini, ‘Ayo dong makan, nanti kamu sakit.’ LAH ITU DIA DI RUMAH SAKIT NGAPAIN!!!!!

‘Pantesan rumah ini auranya lain, ada anak gadis lagi galau rupanya,’ tiba-tiba Ibu duduk di sebelahku.
‘Siapa yang galau? Acara tivinya memang jelek.’
‘Kanaya..’ Ibu menghidupkan sebatang rokok. Menyesap hingga ‘racun’-nya sampai di paru-paru, lalu mengembuskannya ke udara. Ya, dia benci aura negatif tapi dia sendiri melakukan hal negatif.
Dia melanjutkan, ‘Mulut kamu memang tidak bicara. Tapi mungkin kamu lupa, aku menabung separuh jiwaku padamu. Ganti-ganti saluran tivi itu adalah kebiasaanku juga kalau aku lagi unmood waktu seumurmu.’
Glek! Aku menelan ludah. Gotcha! Memang menyembunyikan sesuatu dari Ibu itu hal yang sia-sia.

Ibu meraih remote di tanganku. ‘Mood itu kamu yang punya. Kamu yang harus mengatur mood, bukan mood yang mengatur kamu. Gini deh, apapun masalahmu, bagaimana besarnya pengaruh masalah itu pada dirimu, jangan sampai itu membuatmu jadi.. yah.. bete tidak jelas begini.’
‘Terus aku harus gimana?’
Ibu mengenyakkan rokoknya ke asbak. Lalu asap terakhir keluar dari mulutnya. ‘Cari sesuatu yang bisa change your negative mood into a positive things. Kamu lihat Ibu. Lukisan pertama Ibu yang dibeli dengan harga tinggi adalah lukisan saat Ibu pertama kali bertengkar dengan Ayah. Ibu meluapkan seluruh kemarahan Ibu dalam sebuah lukisan. Dan hasilnya bagus. Intinya, kamu harus cari media yang pas untuk mengeluarkan aura negatif dalam diri kamu.’

Bunyi klakson dua kali menghentikan pembicaraanku dengan ibu. Ibu bergegas keluar lalu kembali lagi ke dalam rumah dua menit kemudian.
‘Ibu mau nge-date sama Ayah. Jaga rumah!’
Ya. Mereka aneh, sudah kubilang.
Kadang aku merindukan saat dimana rumah ini masih ramai. Ayah-Ibu masih tinggal bersama, juga saat Kafka masih di rumah. Kafka itu Kakakku.

Aku beralih ke kamarku. Mencoba mencari-cari apa yang bisa kujadikan ‘media’ yang dibilang Ibu. Apa yang bisa aku lakukan? Melukis seperti Ibu? Pegang kuas saja aku tidak pernah. Menyanyikah? Nanti tetanggaku mati. Atau..

Tiba-tiba saja tanganku meraih notebook. Menyalakannya lalu menghubungkan komputer dengan sinyal wi-fi komplek. Mengalir begitu saja, tahu-tahu aku sudah sampai pada lama blogger[dot]com. Membuat sebuah blog anonim, tanpa profil, hanya sebuah tulisan: brokeneconomist[dot]blogspot[dot]com.

ANTARA LAGU, CINTA, DAN AKAL SEHAT

Terpikir olehku tentang sebuah lagu yang saat ini sedang kudengar..
Haruskah Ku Mati dari mas mas Ada Band..
Entah sekarang band itu masih ‘Ada’ atau tidak,
Aku suka dengan lirik lagu itu
bagaimana mestinya membuatmu jatuh hati kepadaku?
Telah kutuliskan sejuta puisi
meyakinkanmu membalas cintaku

haruskah kumati karenamu?
terkubur dalam kesedihan sepajang waktu
haruskah kurelakan hidupku?
hanya demi cinta yg mungkin bisa membunuhku,
hentikan denyut nadi jantungku
tanpa kutahu betapa suci hatiku
untuk memilikimu

yah begitulah kira-kira penggalan liriknya..
kalau mau yang lengkap silahkan googling..

belakangan ini, lagu itu menjadi semacam original soundtrack
 hidupku adalah film-nya, dan aku aktris utamanya..

kalau aku tidak salah, lagu itu menceritakan tentang seorang bodoh yang mencintai seorang sinting tak berperasaan, bahkan tidak peka akan kehadirannya..
entah si sinting itu gebetannya,
entah si sinting itu suami/istri orang
atau si sinting ini pacarnya sendiri, iya, pacar yang kurang ajar..
atau si sinting ini pacar temennya, aku tidak tahu pasti..
yang jelas dalam kasusku, si sinting ini sahabatku, yang diam-diam kugebet..

aku mungkin sudah berpuluh-puluh kali mendengar lagu ini..
gendang telingaku berpotensi besar untuk pecah, bahkan rusak..
Hingga pada sore menjelang maghrib ini, tiba-tiba PLAK!
Aku seperti digaplok Tuhan..
Membangunkan logikaku untuk berseteru dengan perasaan..

Kalau kata logikaku..
Aku memang tidak harus mati hanya karena seorang ‘Dia’
Aku tidak harus merelakan hidupku untuk seseorang yang –sama sekali- tidak balik mencintaiku..
Aku tidak harus menulis sejuta puisi untuk laki-laki yang bahkan tidak berminat membacanya..
Aku juga tidak perlu menghabiskan waktuku menunggu ‘Dia’ membalas cintaku..

Ada lebih dari sepuluh juta laki-laki di dunia ini, yang bebas kucintai..
Tidak mungkin satu orang pun tidak ada yang mencintaiku
Aku masih percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia lengkap dengan pasangannya..
aku tidak perlu menghabiskan waktu menunggu dan mengharapkannya..
Toh kalau jodoh tidak kemana..

Namun perasaanku berkata lain..
Logika tidak mampu memaksa perasaanku untuk berhenti mencintainya..
Untuk mencari sosok lain yang bisa kucintai..
Dia seperti pusat gravitasi bagiku..
Sejauh apapun aku ingin pergi, seberapa kuat aku ingin memungkiri,
mata, hati, dan pikiranku akan tetap kembali padanya..
berpusat padanya..
hanya padanya..

dan aku mulai membenci diri sendiri..
karena harus jadi seorang pecundang yang bilang
bahwa ‘cinta tidak harus memiliki’

***

Berpuluh-puluh kilometer dari tempat Kanaya membuat posting blognya, di suatu sudut kota yang lain, seorang laki-laki sedang berkutat dengan layar laptop di hadapannya. Terhubung dengan koneksi internet dari modem yang dicolokkan ke laptopnya, laki-laki tadi iseng blogwalking dengan kata ‘puisi’.

Iya, sejak kembali menjalin hubungan dengan anak sastra itu, laki-laki ini jadi sering bergaul dengan puisi dan semacamnya. Ia menelusur sampai pada laman terakhir yang muncul di google. Matanya tergelitik dengan sebuah alamat blog yang terdengar aneh; brokeneconomist[dot]blogspot[dot]com. Kalau diartikan, kurang lebih jadi ‘Ahli ekonomi yang rusak’. Aneh, bukan?

Kairo mengklik alamat blog itu. Ternyata sebuah blog anonim, tanpa identitas, hanya sebuah tulisan. Ia membaca kata per kata yang tertera di sana. Seperti curahan orang yang sedang galau. Klise sih. Tapi entah kenapa Kairo lalu mencatat alamat blog itu pada memopad ponselnya.

‘Oh, ahli ekonomi yang patah hati maksudnya.’

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sosok Antagonis Dalam Skenario Hidup Saya


Seperti halnya film, dalam hidup saya juga ada sosok antagonisnya..
Bukan hanya satu, mungkin jumlahnya puluhan..
Baik yang peran utama atau hanya figuran..
Dan dari dulu ada satu sosok yang saya tidak mengerti
apakah dia antagonis atau tidak..

sosok yang satu ini tidak dapat dihilangkan dari skenario hidup saya,
kecuali jika Sang Penulis Skenario berkehendak..

beberapa perlakuan si Antagonis ini terhadap saya dulu masih terasa begitu menyakitkan,
bahkan air mata saya selalu menetes setiap kali mengingatnya
dan beteriak dalam hati, ‘Ya, Tuhan.. Apa salah saya hingga diperlakukan demikian?’

oleh si antagonis ini, saya sering merasa diperlakukan tidak adil..
apa yang saya dapat selalu tidak sama dengan apa yang kakak dan adik saya dapat..
apa yang saya lakukan tidak pernah benar,
yang sudah benar disalahkan, yang salah dibesar-besarkan..
makan bentakkannya lebih sering daripada jadwal makan saya dalam satu hari..
saya jadi sosok yang selalu berusaha berbuat baik, jadi anak baik, tapi jangankan diapresiasi, di-noticed saja tidak..
hingga saya, yang masih ingusan saat itu saja sudah merasa betul bahwa saya di-anak-tiri-kan
dan pernah berteriak, ‘NOBODY CARES ABOUT ME EVEN IF I DIE’

Scene yang paling menyakitkan adalah bagaimana saya, yang saat itu masih berusia lima atau enam tahun, ditendang kepalanya hingga tersungkur..
Iya, itu benar-benar ditendang..
Sekuat tenaga..
Seperti Cristiano Ronaldo melesakkan bola saat eksekusi penalti..

Hal itu terjadi karena saya, secara tidak sengaja dan di luar kemauan saya juga
Membuat kaki adik saya tertancap paku tempat meletakkan obat nyamuk bakar..
Waktu itu saya lagi main lari-larian di dalam rumah, sama sepupu-sepupu saya juga..
Enath kenapa, adik saya yang umurnya baru tiga tahun jadi ikutan lari..
Dan tiba-tiba kakinya tertancap pada paku tadi..

Saya panik, juga ketakutan begitu kaki adik saya justru tidak mengeluarkan darah, tapi adik saya menjerit kesakitan..
Saya berjongkok memperhatikannya..
Dia tentu saja menangis, dan saya cengar-cengir menutupi rasa ingin menangis..
Semua orang panik, dan beberapa suara mulai mempersalahkan saya,
Lalu tiba-tiba, tanpa diduga tentu saja, telapak kaki yang besar itu menghantam kepala saya..
Hingga membuat saya tersungkur di lantai..
Apa yang dilakukan anak lima tahun setelah kepalanya ditendang dengan keras?
Ya, tentu saja menangis..

Saya menangis dalam posisi tersungkur..
Tak ada yang memperhatikan saya ..
Atau sekedar datang menghilangkan tangis saya..
Semua perhatian tersita oleh kaki adik saya..
Saya memangis sampai tertidur..

Memang, kepala ditendang itu rasa sakitnya tidak sebanding dengan sakit akbiat luka di kaki adik saya,
Tapi mungkin yang beliau tidak tahu, rasa sakit di hati ini tidak kunjung hilang hingga detik ini..
Setiap kali saya ingat, semacam kebencian muncul di benak saya..
Hingga terkadang membuat saya merasa seperti seorang psikopat,
Lalu saya pasti menangis, mengingat si antagonis ini adalah orang yang sama..
Orang yang telah pula menyelamatkan hidup saya..
Tanpa beliau mungkin saya tidak akan seperti sekarang..
Saya mungkin tidak akan pernah sekolah,
Saya mungkin tidak bisa hidup juga..
Mati ditelantarkan oleh oknum-oknum tak bertanggung-jawab..

Lalu kenapa saya menulis hal seperti ini?
Karena selama ini saya memendam semuanya SENDIRI..
Saya selalu tidak mampu untuk mengungkapkan hal ini pada siapapun..
Jangankan bercerita, baru mau buka mulut saja bibir saya sudah begetar ingin menangis,
Mungkin ini juga yang menyebabkan Dokter saya mengatakan ini waktu saya berobat beberapa waktu yang lalu, ‘Kamu itu sesek nafas bukan karena asama tapi karena stress..’
saya hanya ingin mengungkapkan apa yang selama ini saya pendam sendiri,
dengan harapan rasa 'stress' yang secara tidak sengaja saya alami akan berkurang..

Yeah, my life looks so happy..
Saya memang happy, tapi mungkin ada beberapa hal dari masa lalu yang saya pendam hingga membuat saya tanpa sadar menjadi stress..

Masa kecil saya memang kurang bahagia,
Ralat : tidak bahagia.
My Dad went away, my mom got married with so called animal who trapped in a man’s body, and i was treated unfairly sometimes..
But that’s just the past, and the past will never come again..

Cita-cita saya kalo duit udah banyak, saya pengin ikutan terapi hipnotis,
Saya ingin menghapus semua memori buruk dalam ingatan saya..
Dan melanjutkan hidup dengan lebih bahagia..

saya juga punya 'mantra' yang membuat saya kuat..
"I'm human, I fall, I rise, I make mistakes, I live, I learn, I love, I may fail but I move forward, I've been hurt but I'm alive, I'm not perfect but I'm thankful.."

Ya Tuhan,
Jangankan tulisan di blog, bisikan semutpun Engkau pasti tau..
Saya mohon bersihkanlah pikiran hamba dari ingatan-ingatan buruk,
Hilangkanlah rasa sakit hati hamba pada beliau..
Lindungilah selalu orang-orang in my inner circle..
Jagalah dan lindungilah selalu dimanapun Beliau yang kusebut antagonis itu berada..
Dan kuharap rasa hutang-budiku yang tak terhingga, dapat memberikan satu tepat di surga untuknya kelak.
amin






  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BAGIAN LIMA : Ada yang pergi, ada yang datang.


KAIRO’S VIEW

Aku menginjak gas sejadi-jadinya,
Sampai-sampai aku lupa kalau mobil mewah yang sedang kukendarai ini mobil sewaan,
Gila! Bisa-bisanya ya aku lupa kalau malem ini aku mau ngerayain ulang tahun Nay!
Gimana bisa aku lupa?
Aku bahkan sudah menghabiskan lebih dari separo uang bulananku!
Rasanya malu sekali pada blazer yang kukenakan!

Jam di dashboard menampakkan angka 10:46
Jam segini, apa yang harus kuharapkan?
Berharap Nay masih menunggu di sana?
Atau malah berharap dia sudah pulang?
Aku akan merasa sangat bodoh kalau dia masih menunggu di sana..
Tapi, aku akan lebih merasa bersalah lagi kalau Nay ternyata sudah pulang!
Ah, kau ini Kairo! Bagaimana bisa kau membuat kecewa sahabatmu sendiri?
Terlebih lagi di hari ulang tahunnya!

Aku memarkir mobil tepat di depan pintu cafe,
Jam segini tukang parkir mana yang masih memusingkan tempat parkir?
Shit! Lampu cafe sudah dimatikan! Pintunya bahkan sudah dikunci..
Mengutuki diri sendiri rasanya tidak cukup!
Tanganku meraba-raba saku mencari ponsel! Aku baru ingat sejam lima jam yang lalu aku sama-sekali tidak menyentuh benda itu..
Hanya ada satu pesan via Blackberry Messenger dari Nay,
Kubaca isinya
Kai, i’ve been in, kamu dimana?”
Membaca pesan itu bikin aku geregetan pada diri sendiri!
Aku men­­-dial nomor ponsel Nay, berharap dia belum tidur..
Sekali..
Dua kali..
Tiga kali..
Teleponnya tidak diangkat! Apa Nay benar-benar sudah tidur?
Tapi aku tau dia, dia mudah sekali bangun kalau mendengar ponselnya berdering,
Dan kalau tau itu dari aku, dia selalu rela menjawabnya..

Tiba-tiba mataku menangkap sesuatu berwarna putih di atas meja sudut cafe,
Aku mendekati sisi sudut cafe,
Tadinya aku akan mengajak Nay makan malam di meja sudut cafe itu..
Terlihat jelas dari dinding kaca yang bening, seonggok choco cream cake dengan lelehan lilin di atasnya.
that's the most tragic birthday cake i've ever seen
and it makes me feel like dumb!

Oke, aku harus ngapain sekarang?
Apa? Ke rumahnya? Baiklah..
Baru akan membuka pintu mobil, ponsel di tanganku tiba-tiba berdering..
“Halo, Nay!” sapaku terlalu bersemangat
“Nak Kairo, ini Ibu.. Navita sudah sadar, tapi dia ngamuk-ngamuk.. kamu bisa bantu Ibu kan, Nak? Ibu gak tau harus gimana..”
Navita sudah sadar! Terima kasih Tuhan!

***

KANAYA’S VIEW

Tiba-tiba pagi harinya aku sudah di kamar saja,
Tidak! Apa yang terjadi semalam?
Kenapa tiba-tiba aku sudah berada di kamar?
APA AKU HABIS TIDUR DENGAN SESEORAAAANG?
Oh, skip that. Itu berlebihan.

Masih mengenakan gaun dan make up tebal, heran juga aku masih bisa tidur nyenyak..
Aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam,
Aku datang ke cafe, cafenya sepi karena sudah di-booked untuk private dinner,
Dan yang nge-booked tidak datang..
Lalu aku sedih, sedikit patah hati..
Dan..
Dan..
Samar-samar hidungku menangkap aroma yang asing di dalam kamarku ini..
Tak sengaja tanganku menyentuh sesuatu yang menyembul dari bawah pahaku..
Aku menduduki sebuah jaket biru dongker
Jaket siapa ini? Seingatku aku tidak punya jaket sport seperti ini..
Dan bau parfumnya, yang tadi kuendus, juga bukan bau parfumku,
Otakku memang belum bisa langsung berfungsi ketika bangun tidur,
Aku ‘menekan’ tombol rewind pada otakku,
Semalam itu.. seingatku ada seseorang yang mengantarku pulang,
Dia memberikan jaketnya padaku karena kasihan melihat bahuku kemana-mana tengah malam..
Aduh siapa ya orang itu? Kenalan saja tidak sempat.
Aku hanya ingat wajahnya yang agak oriental walau tidak sesipit Ernest Prakasa,
Itu pun tidak terlalu ingat,
maklum saja, hari sudah gelap dan mataku berembun karena.. yah.. sedikit menangis
‘KANAYAAAA!!! SUDAH JAM BERAPA INI!!!!!’
Ups,
Teriakan Ibu memang selalu berhasil mengumpulkan seluruh nyawaku!

***

Aku nongol di kampus dengan tampang kusut,
(walalupun normalnya ya tampangku udah kusut)
Normal : kemeja tidak disetrika
Hari ini : kemeja tidak disetrika yang keinjek babi abis diseret badak lomba lari
Kelopak mataku terpaksa kupulas eyeshadow hitam tebal seperti Farrah Quinn untuk menutupi sembab karena menangis semalam..
Aku juga sengaja mengenakan kacamata bening untuk menyamarkan eyeshadow-ku

Kairo muncul di hadapanku begitu kelasku bubar..
Penampilannya tidak lebih baik dari aku,
Rambutnya kusut dan matanya merah..
Ia berdiri di hadapanku dengan senyum paling menjengkelkan yang pernah aku lihat
‘Beneran, sorry banget soal semalem. mendadak aku punya urusan emerjensi banget. Sorry, ya?’
Ia mengatupkan kedua telapak tangan tepat di depan dagunya. Ia tersenyum dengan sangat-sangat tidak enak hati.
Aku belum menemukan kata yang pas untuk kusemburkan padanya,
Harus bilang apa aku? Harus ngapain aku?
Di kepalaku muncul beberapa pilihan;
1. Aku gaplok dia seniat-niatnya terus teriak histeris ‘KAMUH JAHAAAATT!!’ lalu lari-larian sepanjang koridor dengan slow motion. Kemudian sontrek film india samar-samar mengudara entah darimana
2.  Aku pasang wajah sinis ala tante-tante bengis di sinetron Tersanjung 117 (baca: mata dispit-sipitin, idung dikembang-kempisin, muka agak nyerong ke samping) terus bilang, ‘AKU GAK BAKAL MAAFIN KAMUH!’
3. Tiba-tiba aku ngeluarin laser-gun dari dalem tas dan dengan ganas nembak-nembakin ke badan Kairo sambil ketawa bar-bar. Iya, kayak yang di film-film koboy.
STOP KANAYA! STOP!
Berhenti berkhayal jadi sutradara!

‘Santai aja lah, Kai. Aku juga gak lama di sana. Setengah jam nunggu, kamu gak dateng, ya aku pulang.’
HAH! KALIMAT MACAM APA INI?
SIAPA PEMILIK MULUT INI?
‘Beneran kamu gak marah? Serius, aku ngerasa bersalah banget. Kamu mau makan aku sekarang juga gak apa-apa.’
Aku sedikit tertawa mendengarnya.
‘Aku gak marah. Dan gak niat jadi kanibal juga. Tapi kalo dibayarin makan spaghetti bolognaise extra cheesse aku  niat banget.
Kairo mendadak tersenyum lega. Gigi crossbite-nya bikin aku berusaha ekstra untuk gak menerbab tubuhnya sekarang juga.
‘Baiklah, Nona. Spaghetti bolognaise extra cheesse untuk menebus kesalahan saya.’ Kai membungkuk bak seorang pelayan putri.
‘Ini makhluk dalem perut keburu ngadu ke Kak Seto deh.’
‘Hahaha, ayok!’

Seperti biasa, dia selalu dengan ringannya merangkul bahuku sambil berjalan,
Kalau sudah begini, aku tidak peduli lagi apa yang terjadi semalam, kemarin, atau kapan..
Bagaimana perasaannya, apa artiku dimatanya, bagaimana seharusnya aku menamai hubungan ini, aku tidak peduli..
Asal bersamanya, aku sudah merasa cukup..

***

‘Voila! Spaghetti bolognaise extra cheesse, dibuat dengan penuh niat. Persembahan buat Nona paling rakus sedunia.’
‘Dih, ujungnya gak ngenakin banget.’
Kai meletakkan dua piring spaghetti di meja. Bikin sendiri.
Berhubung dia sudah booking cafe semalem dan acaranya gagal total, si pemilik cafe yang untungnya baik ngasih kita gratisan siang ini..
Aku mengendus aroma spaghetti itu. Hm, smells good.
Seperti tidak diperintah otak, tanganku langsung meraih garpu dan membawa makanan itu ke dalam mulutku. Rasanya.. yah.. lumayan.. enak.. banget..
‘Baca doa dulu kali neng,’ Kai yang duduk di sebelahku memperhatikan dengan heran.
‘Ini enak. Sumpah. Aku gak tau orang kayak kamu bisa masak seenak ini.’
Kai tertawa lagi. Tawa renyahnya selalu bikin kesempatanku untuk kena serangan jantung lebih tinggi.
‘Biasa, naluri anak kos.’ Suara Kai terdengar melemah.
Otakku mengambil kendali menghentikan tanganku yang terus-terusan menyendok spaghetti.
Beda denganku, sedari tadi Kairo hanya mengaduk-aduk spaghetti-nya.
Aku baru mendapati bahwa sedari tadi, walaupun ia sering tertawa, tapi ada guratan kesedihan di matanya. Aku jadi penasaran.

‘Are you okay?’
Lama Kairo diam sebelum akhirnya menjawab, ‘Not at all’
‘Cerita dong,’ ujarku sambil meneruskan makan.
‘Navita, Nay..’
Tiba-tiba selera makanku menguap begitu saja. ada angin apa tiba-tiba Kai menyebut nama gadis itu? apa dia yang membuat Kai tidak datang semalam?
‘Dia nyoba bunuh diri semalam.  Ceweknya Reinn yang satu lagi hamil. It shocked her so much. Kamu tau kan, dia sayang banget sama Reinn. Bahkan dia rela meninggalkanku demi cowok itu.’
Aku terkejut sekaligus sedih. Terkejut karena tidak menyangka Navita sebodoh itu ingin bunuh diri dan sedih karena benar Kai melupakanku karena Navita.
Iya, aku memang selalu dilupakan kalau urusannya dengan Navita.
‘Aku gak tau apa jadinya hidupku kalau Navita sampai gak tertolong semalam. Dia hidupku, Nay. gak bisa bersamanya aja udah begitu menyakitkan, apalagi kalau dia sampai benar-benar gak ada.’

Aku menyentuh pundaknya..
Jujur, aku tidak mampu lagi bicara. Bukannya kehilangan kata-kata, tapi takut suaraku bergetar tangisku akan pecah begitu aku buka mulut.
Lagi-lagi aku harus menelan sakit hati yang begini.
‘Kamu tahu, Nay, yang bikin aku sedih bukan karena dia mau bunuh diri. Aku sedih karena sampai sekarang dia gak mau kutemui. Ibunya bilang dia malu padaku. Dia telah meninggalkanku untuk orang yang bahkan tidak pantas dipilih. Padahal dia gak perlu begitu. Di mataku dia sempurna. Dan aku sangat merindukan dia.’
‘Dia cuman butuh waktu, Kai.’
Aku menggosok-gosok pundaknya. Sekedar basa-basi untuk memperlihatkan kesan bahwa aku peduli dan mencoba menghiburnya. Kamu tahu, rasanya benar-benar tidak enak ketika kamu harus terlihat tegar dan menghibur orang lain padahal kamu yang sebenarnya butuh di hibur.
Aku tidak tahu bagaimana bentuk hatiku sekarang.
Mungkin seperti Meulaboh pasca tsunami,
atau seperti merapi pasca erupsi,

Laki-laki ini,
Ia selalu berhasil membuatku melayang dengan caranya memperlakukanku,
Aku seperti layang-layang yang ia terbangkan, namun begitu aku sudah di awan, ia melepaskan taliku begitu saja..
Aku kembali terombang-ambing, hilang arah, sampai akhirnya tergantung di atas dahan..
Tidak ada yang memedulikan, sendiri..
Tidak masuk akal kalau aku masih memendam cinta padanya,
Tapi bagaimanapun aku ingin menjelaskannya secara logis, cinta tetap memiliki logikanya sendiri..

Ponsel Kai di meja tampak berputar karena bergetar,
Dengan sigap Kai menjawab telepon.
‘Halo..’ Matanya sedikit bercahaya begitu berbicara dengan orang di telepon.
‘Aku di kampus. Kamu udah baikan?...oh,  Oke, aku ke sana sekarang.’
Telepon ditutup. Kairo diam sejenak.
Sepertinya ia sedang meyakinkan diri bahwa ia tidak sedang bermimpi.
Lalu tiga detik kemudian dia berjingkrak-jingkrak dan berteriak girang..
Setelah terancam ditelan oleh satpam cafe yang badannya lebih besar dari tangki minyak Pertamina, Kai kembali tenang dan duduk di sebelahku.
Kedua tangannya mencengkram erat lenganku.
‘Kamu bener, Nay. dia cuman butuh waktu. See, sekarang dia mau ketemu aku!’
‘Mau.. ketemu.. kamu.. oh.. iya.. selamat ya..’
Okay then, i have to go now. See you, mate!

dan begitu saja..
‘Mate
Baginya memang aku hanya teman,
Kau tahu itu dari awal, Kanaya.
Harapanmu untuk bisa mengisi hatinya itu terlalu tinggi.
Navita terlalu berkilau untuk dibandingkan dengan mu,
Kamu hanya sebutir debu yang menempel di atas kotak kaca sebuah berlian
Berliannya siapa? Ya, jelas Navita.
Anehnya aku sudah tidak bisa menangis,
Mungkin air mataku sudah habis semalam..
Atau hatiku sekarang sudah kebal, sudah terbiasa merasakan sakit seperti ini..

Well, setidaknya aku masih punya spaghetti untuk dimakan. Dua piring.
Iya, aku lebih baik makan saja. Dari sekian banyak hal di dunia ini, hanya makanan tidak pernah membuatku sakit hati.
Andai manusia boleh berpacaran dengan sepiring Spaghetti.

***

Sementara itu, dari sudut cafe yang lain,
Segerombolan cowok fakultas hukum sedang mengadakan selebrasi kedatangan teman lama,
Teman dari Amerika yang sedang libur kuliah.
Di saat teman-temannya sibuk mempromosikan sekelompok cewek-cewek cantik kampus mereka,
Si Amerika ini malah khusyu memperhatikan cewek yang makan spaghetti  dengan bar-bar.
Tidak salah-salah. Dua piring sekaligus dia lahap.
Si Amerika tidak bisa menyembunyikan senyum ketika cewek itu memanggil pelayan dan memesan dua porsi lagi.
Benar-benar aneh.
aneh, karena badan cewek itu tergolong kecil untuk sanggup menyantap empat porsi spaghetti.
Si Amerika sudah dua kali bertemu dengan cewek itu,
Semalam ia nampak kacau dengan gaun lengkap dengan higheels yang ditenteng, bukannya dipakai.
‘Woy, ngeliatin apa lu?’ salah seorang dari cowok fakultas hukum itu menyikut lengannya.
‘Itu, si Kanaya.’
‘Lu kenal?’

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BAGIAN EMPAT : Birthday Becomes Bad Day

Percakapan sore gerimis itu, rupanya tidak begitu berpengaruh..
Tidurku masih nyenyak sekali semalam..
Entah memang aku saja yang terlalu ‘kerbau’ atau memang, itu tak berarti..
Entahlah,
Berarti atau tidak, yang penting sampai siang ini aku yang masih bersamanya..

Seperti biasa, saat break kuliah, aku dengannya sudah duduk manis di sudut cafe..
Pelayan cafe sampai-sampai hafal betul dengan wajahku dan dia..
Namun itu tidak membuat wajah si mbak-mbak pelayan berubah ramah..
Tetap masam, kecut bak jeruk yang dijual abang-abang tionghoa dekat rumahku..
Ngomong-ngomong harga minuman di cafe ini jadi naik..
Naik sampai setengah kali lipatnya..
Belakangan aku tahu, kalau kenaikan harga itu khusus untuk aku dan Kai saja..
Benar-benar diskriminatif..

Sekilas aku memperhatikan Kai yang duduk di depanku..
Wajahnya tampak begitu serius menekuri laptop di hadapannya..
Ia punya setumpuk tugas untuk meolong nilai-nilainya..
Yah, salahnya sendiri sering bolos..
Sementara aku masih menekuri Breaking Dawn yang entah sudah berapa kali kubaca..

‘Nay,’ tiba-tiba dia mengeluarkan suara..
Aku menurunkan bukuku. ‘Ya?’
‘Lusa kamu ultah kan?’
Lusa? Ah iya! Lusa aku ultah, aku saja bahkan lupa..
Eh, tunggu.. bagaimana dia bisa tahu? Apa dia segitu perhatian padaku?
Aku mencoba untuk tetap tenang..
‘Kok tau?’
Kairo memutar laptopnya sehingga layarnya bisa terlihat jelas olehku..
Ia menunjuk sudut kanan atas pada screen, ‘Dia yang kasih tau..’
Ternyata dari facebook.. kekecewaan kecil terbesit di benakku..
‘Sialan, kukira kamu ngerjain apa gitu, ternyata main game di facebook!
Dia mengambil kembali laptopnya sambil tertawa kecil..
Memamerkan gigi crossbite-nya yang membuat senyumnya tampak manis..
Meskipun hampir tiap hari melihatnya, tapi tetap saja hatiku kebat-kebit..

***

Setelah siang itu, aku dan dia jadi jarang ketemu..
Dia makin disibukkan dengan tugas dari dosen ini-itu..
Aku jadi kasihan padanya..
But, i can do nothing. Karena kami beda  jurusan..
Aku sama sekali tidak mengerti teknik..
Apalagi dengan segala macam tetek bengek pertambangan..
Otakku hanya mampu kuliah di jurusan sejuta umat; fakultas ekonomi..
Dua hari berlalu, aku masih belum dapat waktu untuk bertemu dengannya,
Meskipun semalam Kai merecoki tidurku yang damai karena insomnianya mendadak kumat..
Kami membicarakan semua hal sepanjang malam..
Mulai dari anak kos sebelah yang digrebek warga gara-gara pesta narkoba, dosen Kay yang sangat sensi dengan dirinya, bahkan sampai ke tema politik ia bicarakan..

Pagi ini, dengan kantung mata sebesar punya SBY, aku sudah siap berangkat kuliah..
Mandi pagi tidak berpengaruh sama sekali, aku tetap ngantuk dan nguap puluhan kali..
Baru saja melangkahkan kaki keluar dari pintu rumah, tak sengaja kakiku menendang sesuatu,
Ada seonggok kotak kecil diletakkan begitu saja di depan pintu rumah,
Hal pertama yang muncul di otakku: jangan-jangan ini bom!!
Aku mencoba rilek
Dengan ujung sepatu, aku sedikit menendang kotak itu untuk menerka bobot benda yang berada di dalam kotak misterius itu.
Tapi yang dirasakan ujung sepatuku sepertinya ringan-ringan saja. Malah kupikir kotak itu bahkan tidak ada isinya..
Merasa sedikit aman, aku meraih kotak itu dan membukanya..
Isinya cuman secarik loose leaf, berisikan tulisan cakar ayam seorang mahasiswa teknik yang ama kukenal, Kairo
Happy Birthday Kanaaayy!! Oi, alisnya biasa aja lihat ini kotak gak ada kadonya. Buruan ngampus! Telat entar!!”

Anak sok tahu,
Mana mungkin aku bisa cemberut nerima ucapan segini manis dari kamu, Kai?
I do not need anything, but just you..
Ajaibnya, tulisan cakar ayam itu sukses bikin mood-ku full jadi 100%. Good bye, mizone..

Singkat cerita, aku udah nyampe kampus..
Udah berinteraksi dengan beberapa makhluk yang kukenal. Hanya beberapa, karena aku tidak terkenal-terkenal amat..
Sampai mata kuliahku habis, aku tidak menemukan something special or something different today
Kai juga tidak menghubungiku sama sekali..
Padahal tadinya aku sudah berharap, dengan sepucuk surat dari Kai tadi pagi, hari ini aku bakal dapet kejutan atau apa gitu dari dia.. ternyata tidak.
Memang ya, PHP itu terjadi bukan karena satu tapi dua pihak..
Pihak pertama yang terlihat memberi harapan
Dan pihak kedua yang terlalu berharap..
Huft

Aku mencoba menghubungi Kai sekali lagi, teleponku tetap tidak direspon
Ajakan traktiran makan siang via BBM pun tidak dibaca
Padahal Kai selalu semangat dengan segala sesuatu yang sifatnya GRATIS
Aku berjalan lesu keluar dari kelas, hari ulang tahun yang benar-benar menyebalkan..
baru saja kaki kananku menginjakkan kaki di lantai depan kelas, seorang cowok berpenampilan nerd dengan kawat gigi yang membuat giginya tampak seperti kawat semua menghampiriku dengan menyodorkan sebuah amplop coklat besar..
‘Dari siapa ini?’ tanyaku padanya.
Cowok itu hanya mengangkat bahu dan segera berlalu. Kurasa ia tahu namaku saja tidak.

Aku segera mengeluarkan isi amplop itu,
Secarik kertas post-it ukuran mini kini berada di genggamanku..
Mahasiswa kurang kerjaan dari fakultas mana yang naro kertas segini kecil di amplop segede gaban gini? Benar-benar pemborosan..
Aku membaca tulisan yang tertera di kertas kuning itu:
“Cepetan pulang ke rumah! Jangan mampir ke sana-sini dulu! Awas loh!”
Ditulis dengan tulisan anak SD, sudah pasti Kai.

Mood-ku kembali bagus,
Ah benar, Kai mau kasih kejutan.
Asyik!!! Lalala yeye lalala yeyeye lalalala yeyeyeye
Sekuat hati aku menahan diri agar tidak berjoget kucek-jemur ala-ala penonton dahsyat..
Tapi meeeennn, aku lagi seneeeeeng banget!
Maybe this is what they call blooming alias berbunga-bunga,
Aku bisa merasakan hidungku mendadak kembang-kempis.
Kalem, Kanaya. Jangan Ge-eR duluan!

Dengan semangat ’45 membara di dada, aku segera pulang ke rumah..
Bela-belain naik taksi supaya cepet. Angkot peminatnya banyak, aku yang kurang cekatan ini seringkali keduluan orang lain..
Ibuku sampe terheran-heran melihatku gerudukan berlari masuk ke rumah..
Aku mencari-cari sosok Kai di dalam..
“Cari siapa atuh, Neng?” tanya Ibu sambil tetap fokus dengan lukisannya. Yap, ibuku pelukis, keren ya.
“Kairo gak ke sini tah, Bu?”
“Tadi sih ke sini, cuman nganterin kotak gede itu di kamar kamu.”
Kotak gede? Ah, jangan-jangan..
Aku segera melesat ke dalam kamar..
Di sana, di atas kasurku, tergolek dengan anggun sebuah kotak agak besar berwarna merah marun..
Aku segera menghambur ke kasur, meraih kotak itu dan membukanya..
HAAAAA! Mulutku menganga lebar menirukan akting aktris FTV ketika terkejut dapat surprise dari gebetannya..
Mau tau apa isinya? Aduh, pipiku sampai panas mendapati hadiah dari Kairo ini.. sudah bisa dipastikan wajahku akan sulit diterka jika disandingkan dengan pantat kera betina..
Ini.. nyata kan? INI NYATA KAAAANNN?? Oke, skip that.

Isi kotak itu adalah sebuah gaun. Iya, gaun.
Tube dress warna peach yang terlihat.. uhm.. sangat.. terlalu manis untuk disandingkan dengan rambut pendekku yang bak sapu ijuk. HA HA
Apa Kairo sudah rusak syarafnya?
Sebuah kertas meluncur ketika aku membolak-balik gaun itu. Aku membacanya:
“jam delapan malam, tempat kita pertama kali bertemu..”
Awawawawaawawawaaawwwww!!!
That’s too sweet to be real, isn’t that?
Kali ini aku tidak bisa menahan diri untuk tidak lompat-lompat di kasur sambil teriak-teriak.
Aku mungkin bakal meloncat-loncat sampai maghrib kalau saja Ibu tidak masuk ke kamar, memandangiku heran dari balik kacamata bulatnya..

Oke, what should i do now?
Ke salon? Ke tempat spa? Mandi kembang?
Aku benar-benar bingung harus ngapain!
Ini pertama kalinya seseorang mengajakku nge-date! Kalau ini bisa dikategorikan sebagai nge-date sih.
Tapi apapun namanya, yang jelas nanti malam, hanya beberapa jam dari sekarang, aku akan duduk berhadap-hadapan dengan cowok yang kusuka, di sebuah cafe, maybe we’ll have a romantic candle light dinner, DENGAN MEMAKAI SEBUAH GAUUUNNN!
Oh, tak kusangka adegan di FTV itu akhirnya terjadi juga di kehidupanku..
Aku tahu harus ngapain sekarang..
Aku..
Harus..
Terlihat..
Cantik..
Nanti..
Malam..
Apa operasi plastik bisa dilakukan dalam waktu kurang dari lima jam?

***

Hampir tidak percaya, kukucek mataku untuk memastikan bahwa yang di depan cermin itu adalah benar diriku.
Waw. Gila. Emeizing.
Aku masih tidak mengerti bagaimana make up bisa bikin orang kelihatan beda 180 derajat.
Aku jadi tahu wanita cantik itu ada dua golongan; yang beneran cantik, sama yang bedaknya mahal.
Begitu taksi yang kupesan sudah tiba di depan rumah, aku langsung berpamitan pada Ibu.
Ibuku melepas kepergianku dengan berurai air mata saking bahagianya mendapati anak perempuannya ini akan (kalau bisa dikatakan) nge-date.
Berlebihan? Itu nama tengah ibuku..

Jam delapan kurang aku sudah tiba di cafe dekat kampus tempat pertama kali aku dan Kairo bertemu..
Sepi.
Aku kembali memastikan bahwa aku sudah berada di tempat yang benar.
Iya, aku sudah di cafe yang dimaksud Kairo. Tapi kok tidak ada siapa-siapa?
“Mbak Kanaya?” pelayan yang biasanya berwajah masam itu menyapaku dengan senyum yang ramah. Ia bahkan berpakaian resmi, bukan polo shirt seperti biasanya.
“Saya,” kataku pelan.
“Mari, saya antar ke meja.”
Mbak-mbak itu membawaku ke meja di sudut cafe tempat kami pertama kali duduk bersama dulu.
Di meja sudah bertengger dengan elegan, sebuah choco cream cake sebagai kue ulang tahunku.
Aku harus menahan diri untuk tidak mencomotnya duluan. Choco cream cake kan kesukaanku banget!
“Ngomong-ngomong kok sepi mbak?” tanyaku iseng.
“Tempat ini sudah di-booking untuk private dinner mbak.”
Private Dinner? Aku mencengkeram erat gaunku, kembali menahan diri untuk tidak melompat-lompat kegirangan. Malu pada gaun dan higheels Ibu yang kukenakan.

Aku duduk di meja dengan hati yang berbunga-bunga.
Kairo jelas belum datang. Menyesal juga aku datang begitu awal.
Kesannya jadi kayak aku ngebet banget..
Apa aku sembunyi dulu ya? Biar nanti Kairo kecewa dulu ngira aku tidak datang. HA HA
Aku mengeluarkan BB dari dalam tas, mengirimkan pesan melalui BlackBerry Messenger pada Kai. Sekedar informasi kalau aku sudah di TKP.
Lima belas menit menunggu, aku masih sendirian.
BBM tidak dibaca, tanda-tanda kemunculannya pun belum nampak.
Aku mencoba berpikir positif, barangkali jalanan macet.

Pukul setengah sembilan malam, mbak-mbak pelayan kembali menghampiri untuk sekedar bertanya apa aku ingin menambah minuman. Dan lagi-lagi aku menggeleng.

Satu jam berlalu..
Wajahku mulai terasa gatal.
Entah ibuku membubuhkan berapa kilo bedak ke wajahku tadi, yang pasti aku tidak nyaman sekarang..
Belum lagi bau hairspray yang mulai membuatku migran..

Dua jam berlalu..
Aku kembali menatap layar BlackBerry-ku. Huruf D masih terpampang jelas di sudut kiri pesanku.
Aku mulai menyalakan sederet lilin yang dipasang di atas choco cream cake-ku. Mencolek sedikit cream dan mencicipinya. Enak. Cream-nya rasa cappucino.
Harusnya malam ini indah banget..
Harusnya aku makan choco cream ini dengan penuh rasa bahagia..
Tapi kenapa aku malah sedih begini?
Kenapa air mataku setetes demi setetes mulai jatuh?
Dimana Kairo?
Apa di suatu tempat dia sedang menertawakanku karena berhasil ia permainkan?
Aku tidak tahu bagaimana rasanya patah hati, yang jelas saat ini dadaku sesak.
Aku bahkan tidak bisa mengontrol air mataku yang telah merusak mahakarya Ibu pada wajahku..

Lilin yang kunyalakan mulai leleh dan mati satu persatu, ditiup saja tidak..
Seperti perasaanku, yang tadinya sudah dibuat sangat-sangat bahagia, tapi tidak berkepastian pada akhirnya,
dibiarkan begitu saja hingga kebahagiaannya hilang, dan berganti dengan kekecewaan yang amat dalam..

Untuk pertama kalinya aku membiarkan kue ulang tahun ditetesi oleh lilin,
Untuk pertama kalinya aku menangis di depan makanan kesukaanku, dengan make up tebal dan pakaian yang berlebihan..
Untuk pertama kalinya juga aku merasa, entahlah, kecewa, sedih, dan sesak di dadaku..
Akhirnya, di usia 20, bahkan belum sempat merasakan jatuh cinta sepenuhnya, aku sudah patah hati..
Aku layu bahkan ketika kelopakku baru aku akan mekar..
Kairo Chandra Kinanta, nama kamu pantas berada dalam wall of fame dengan tulisan professional heartbreaker di bawahnya..



***

Sementara itu, di suatu tempat yang lain,
Kairo yang sudah rapi dengan blazernya, tengah bersimpuh di sisi sebuah bangsal rumah sakit..
Menggenggam erat tangan seorang gadis yang baru selamat dari maut..
Kairo membelai sisi pergelangan tangan kiri gadis itu yang kini dibalut perban,
Lima jam yang lalu, pergelangan tangan itu baru saja disayat dengan sadis oleh pemiliknya sendiri,
Membuatnya hampir tak tertolong lagi..

Gadis ini adalah hidupku,
Entah bagaimana aku jika tadi ia tidak tertolong,

Kairo membenamkan wajahnya di punggung tangan gadis itu,
Namun tiba-tiba ia tersentak!
Kanaya! 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS